Frans masih tak bergeming dari posisinya semula. Ia menatap wanita itu menutup pintu rumahnya. Pikiran dan hatinya benar-benar kacau. Ia samasekali tak menyangka jika bentuk kasih sayangnya pada kekasihnya menyebabkan dampak buruk yang tidak dia sadari. Ia merasa semua yang telah dilakukannya sudah benar.
Ia kemudian memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dan kembali masuk ke dalam mobilnya untuk segera pulang ke rumah.
"Ternyata semua salahku. Aku yang keras kepala, tidak mau mendengarkan nasihat orangtuaku, aaaarrrghhh!" Ia mengeraskan rahangnya sambil mengumpat dan memukul kemudi mobilnya dengan keras.
Sepanjang perjalanan ke rumahnya ia hanya menyalahkan dirinya sendiri.
***
Pagi harinya setelah selesai sarapan, Nyonya Dimejo memberi pesan pada para pelayannya untuk menyiapkan makan malam lebih banyak dari biasanya karena akan ada tamu yang datang.Para pelayan pun mengangguk paham dengan pesan majikannya, selesai memberi pesan ia segera pergi meninggalkan rumahnya untuk bekerja.
***
Siang harinya, Shiya terlihat sibuk di dalam tokonya melayani para pelanggan yang datang, hingga akhirnya ia dikejutkan oleh suara seorang wanita."Ini sudah siang, segeralah pergi makan!" Suara Nyonya Shalim sontak mengejutkan Shiya yang tengah fokus dengan kegiatannya.
"Iya, Ma." Ia menjawab singkat dan melanjutkan kegiatannya.
"Naaaak! Cepatlah! Kau makanlah dan jangan lupa bawakan Bunda makan saat kau kembali nanti!" ucap Nyonya Shalim sedikit tegas.
"Ba-baik, Ma." Shiya segera menghentikan aktifitasnya menyadari suara sang bunda sudah semakin mengeras.
Ia pun berlalu pergi meninggalkan tokonya menuju kedai makan yang berada di dekat tokonya. Sesampainya di kedai, ia segera memesan makanan dan minuman untuknya. Tak lupa ia juga memesan 1 porsi makanan untuk ia bawa saat kembali ke tokonya nanti.
Ia duduk sendirian di ujung kedai itu sembari menunggu pesanannya datang. Kedua matanya tiba-tiba teralihkan pada dompet yang ia letakkan di atas meja dengan posisi terbuka. Ia memperhatikan sebuah kartu nama yang ia dapatkan dari pria yang menolongnya saat jatuh.
"BARO CORP." Ia bergumam sambil menatap dan membolak-balikan kartu nama yang ia pegang.
"Sepertinya aku harus menghubunginya, aku harus membalas budi atas kebaikannya." Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan beberapa nomer yang tertera pada kartu nama tersebut.
Drrrrt
Drrrrrt
Drrrrrt
Baro yang tengah berada dalam obrolan serius bersama partner bisnisnya, tiba-tiba menghentikan perbincangannya saat mendengar bunyi yang berasal dari ponselnya.
"Maafkan aku, tunggu sebentar." Baro mengucapkan permintaan maaf dengan sopan untuk menghentikan perbincangan yang tengah berlangsung. Ia lalu meraih ponsel yang diselipkan di dalam saku celananya.
Frans hanya mengangguk dan menaikkan tangan kanannya bermaksud mempersilahkan Baro untuk menjawab panggilan telponnya.
"Selamat siang?" sapanya ingin tahu siapa pemilik nomor yang menghubunginya, karena jelas nomor yang tengah menghubunginya tidak tersimpan di dalam kontaknya.
"Siang, maaf mengganggu. Apa benar ini dengan Baro?" tanyanya pelan.
"Benar, ini aku. Maaf ini dengan siapa?"
"Emmmm, ini aku Shiya. Gadis yang kau tolong saat jatuh di dekat toilet. Aku ragu apa kau mengingatku." ucapnya ragu.
"Ahhh, akhirnya kau menghubungiku. Aku tak tahu harus mencarimu ke mana." Ia kemudian menyunggingkan senyuman.
"Jadi kau mengingatku?" tanyanya memastikan.
"Tentu saja, bagaimana mungkin aku tak ingat gadis yang sangat manis sepertimu." Suaranya terdengar gembira.
"Maaf jika aku mengganggumu. Aku hanya ingin mengajakmu bertemu jika kau ada waktu untuk membalas kebaikanmu padaku." Shiya tersipu malu. Pipinya terlihat memerah walaupun hanya mendengar suara Baro dari telepon.
"Besok, besok aku ada waktu. Aku akan menemuimu." ucapnya penuh semangat.
"Baiklah, sampai bertemu besok. Oh ya simpanlah nomor ini! Kau bisa menghubungiku di nomor ini." tuturnya.
"Aku pasti menghubungimu!"
Raut wajah Baro terlihat bahagia dan bersemangat setelah mendengar suara Shiya, apalagi besok dia akan bertemu dengan gadis itu. Ia pun kembali ke tempat duduknya untuk melanjutkan meetingnya bersama Frans.
"Kau terlihat sangat bahagia." Frans terlihat heran melihat perubahan ekspresi wajah Baro.
"Benarkah begitu? Ayo kita lanjutkan!" Baro bertanya masih dengan senyumannya yang terlihat bahagia.
***
Malam harinya saat sampai di halaman rumahnya, kedua mata Frans tertuju pada sebuah mobil asing yang terparkir di halaman rumahnya."Mobil siapa ini?" Frans bergumam seraya melangkahkan kedua kakinya untuk masuk ke dalam rumahnya.
Ceklek
Ia membuka pintu rumahnya yang tak terkunci begitu saja tanpa mengetuknya terlebih dahulu.
Sesampainya di dalam, ia melanjutkan langkah kakinya untuk menuju kamarnya yang harus melewati ruang makan terlebih dahulu.
Namun, langkah kakinya terhenti saat melihat ada banyak orang berada di ruang makan. Semua mata yang berada dalam ruangan tersebut pun tertuju pada dirinya.
"Segera bersihkan dirimu dan turunlah makan bersama! Kami semua menunggumu." Suara Nyonya Dimejo membuat Frans segera melanjutkan langkah kakinya untuk ke atas. Ia pun tersenyum dan menundukkan sedikit kepalanya dengan sopan ke arah meja makan.
Tak lama kemudian setelah selesai membersihkan diri, Frans segera turun ke meja makan menyadari dirinya sudah ditunggu.
"Frans, beri salam pada om Shalim dan anak istrinya!" titah Tuan Dimejo pada Frans.
Frans segera mendekat ke arah Tuan Shalim bermaksud mencium punggung tangan lelaki paruh baya tersebut.
"Ahhh kau tumbuh dengan sangat baik, bahkan kau begitu gagah dan tampan. Dulu om pernah melihatmu sekali saat kau masih kecil." ucap Tuan Shalim sambil tertawa dan menepuk punggung Frans.
Frans yang tak ingat akan Tuan Shalim dan kejadian yang Tuan Shalim katakan pun hanya tersenyum tanpa membalas perkataan tamu papanya tersebut. Ia kemudian melanjutkan salamnya pada Nyonya Shalim dan Shiya sebelum akhirnya mendudukkan dirinya di kursi.
Sepanjang makan malam mereka, Frans dan Shiya hanya terdiam tanpa ikut orang tua mereka bicara. Mereka menikmati makan malam sambil sesekali saling melemparkan pandangan, hingga aktifitas keduanya terhenti saat mendengar perkataan orang tua mereka yang membuat keduanya terkejut.
"Frans, Shiya, kami ingin menjodohkan kalian berdua. Kami tahu kalian anak yang baik dan berbakti kepada orangtua, kami harap kalian setuju dan tidak mengecewakan kami." Suara Tuan Dimejo sontak membuat Frans dan Shiya terkejut. Seketika mereka menghentikan aktifitasnya dan saling membulatkan kedua bola mata dengan sempurna seakan tak percaya.
"Apa?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Shiya begitu saja. Ia benar-benar terkejut dan tak percaya. Bagaimana bisa orangtuanya menjodohkannya tanpa memberitahukan sebelumnya. Bahkan, dengan lelaki yang sama sekali tak ia sangka.
"Apa papa bercanda? Papa tahu kan kalau Frans sudah punya kekasih yang akan Frans nikahi!" ucap Frans dengan suara yang sangat lantang, membuat suasana di ruangan tersebut menjadi tegang.
"Memangnya kau pikir Papa dan Mama akan merestui hubunganmu dengan kekasihmu itu?" Suara Nyonya Dimejo menggelegar terdengar jelas nada penentangannya.
"Tenanglah, kami para orangtua sungguh minta maaf karena tidak memberitahukan rencana kami kepada kalian terlebih dahulu. Kami paham kalian pasti sangat terkejut dengan rencana yang sangat tiba-tiba ini." Tuan Shalim berkata dengan nada pelan bermaksud mengurangi ketegangan yang terjadi di ruangan tersebut.
"Kami tidak memaksa kalian. Mulailah hubungan kalian pelan-pelan, setidaknya bertemanlah lebih dahulu." ucap Nyonya Shalim lembut sembari tersenyum.
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka