Share

Let it be

Setelah kepergian Baro dan Shiya, Frans masih duduk disamping kekasihnya. Ia melanjutkan makannya.

"Sayang ada yang ingin kukatakan padamu." Frans menatap kearah Lucy ragu-ragu. Ia bermaksud ingin mengutarakan rencana pernikahannya dengan Shiya pada Lucy.

"Ada apa sayang? katakanlah!" Lucy menyahuti sambil tersenyum kearah Frans seakan kekasihnya itu akan mengatakan hal yang membuatnya gembira.

"Sebelumnya aku minta maaf padamu, tapi sepertinya aku tak bisa melanjutkan hubungan kita." raut wajah Frans berubah menjadi lemah tak berdaya. Ia nyaris tak mampu menatap mata Lucy.

"Ahh kenapa kau tiba-tiba bercanda sayang?" Lucy menelan minuman yang ia pegang ditangannya, ia tertawa lebar kearah Frans. Ia masih tak ambil serius perkataan kekasihnya itu.

"Aku mengatakan hal yang sebenarnya." raut wajahnya berubah sangat serius.

Lucy yang tadinya tertawa tiba-tiba menghentikan tawanya dan menatap tajam kearah Frans. Ia masih tak mengerti dengan apa yang diucapkan Frans kepadanya.

"Orang tuaku akan menikahkanku pada gadis lain, aku sungguh minta maaf karena harus meninggalkanmu." Frans mencoba memegang tangan Lucy, namun Lucy menepisnya dan tiba-tiba  menjatuhkan gelas yang ada ditangannya diikuti tangisnya yang meledak.

Pyaaaaarrr!

Suara pecahan gelas pun terdengar disemua sudut ruangan hingga membuat semua mata tertuju pada sumber suara tersebut. Pelayan yang melihatnya pun tak berani mendekat untuk membersihkan pecahan gelas karena melihat hawa tegang diantara Frans dan Lucy.

Pikiran Frans buntu dan kacau balau. Ia mencoba menenangkan Lucy namun ia sendiri juga butuh ditenangkan. Ia memeluk erat Lucy untuk menyadarkannya.

"Kau harus bahagia dan mendapatkan lelaki yang lebih baik daripada diriku yang pengecut ini." mendengar perkataan Frans, Lucy hanya terdiam dan semakin menenggelamkan wajahnya didada bidang kekasihnya yang entah tahu atau tidak itu akan menjadi pelukan terakhirnya, ia pun semakin mengeraskan tangisnya.

Pelan-pelan Lucy menjauhkan wajahnya dari dada Frans dan beralih menatap kearah Frans masih dengan wajah yang basah karena tangisan.

"Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? siapa gadis yang akan kau nikahi?" Lucy bertanya dengan tatapan frustasi dan air mata yang tak berhenti tergenang diwajah cantiknya.

"Kau tak perlu tahu, itu hanya akan membuatmu semakin sakit. Hanya itu yang ingin kukatakan padamu, sekarang sebaiknya kau istirahat! aku akan mengantarmu pulang." Perasaan Frans sungguh kacau, hatinya tak sanggup berlama-lama melihat kekasihnya sedih dan hancur diwaktu yang bersamaan dihadapannya.

Frans menarik tangan Lucy begitu saja tanpa menunggu persetujuan Lucy untuk membawanya keluar dari restaurant dan pulang kerumah. Selama perjalanan pulang pun Lucy hanya terdiam dengan tatapan kosong dan air mata yang terus mengalir. Frans hanya fokus dengan kemudinya tak tau lagi harus mengatakan apa pada Lucy.

Tak lama kemudian Frans menghentikan laju mobilnya tepat didepan rumah Lucy. Setelah mobil berhenti, Lucy memutarkan kepalanya kearah Frans. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan penuh kekecewaan. Frans segera memeluk dan menghujani ciuman dipuncak kepala Lucy. Namun, Lucy mencoba menepisnya dan keluar dari mobil Frans meninggalkannya begitu saja dan masuk kedalam rumahnya tanpa menengok kearah Frans, membuat perasaan bersalah Frans semakin belipat-lipat.

Frans hanya terdiam tak bergeming didalam mobilnya sambil menatap punggung gadis itu yang akhirnya menghilang bersamaan dengan gerakan pintu rumah yang tertutup.

***

Setelah kepergian Frans, Lucy langsung mengurung diri dikamarnya.

"Aku tidak akan pernah membiarkanmu bahagia dengan wanita lain Frans! jika aku tak bahagia dan tak bisa memilikimu, maka kaupun tak boleh bahagia dengan orang lain!" Hati Lucy yang sakit dan merasa telah dikhianati  membuatnya menjadi penuh dendam.

Dibalik pintu kamarnya ada sepasang mata yang memperhatikan, pemilik mata itu tak lain ialah sang ibu.

"Ternyata anak orang kaya sombong itu cukup cerdas, aku tidak perlu memperingatkannya 2 kali dan sekarang ia sudah meninggalkan Lucy." ia bergumam bersamaan dengan senyuman lega yang tersungging diwajah keriputnya.

***

"Ma, Pa. Frans sudah menyelesaikan urusan dengan Lucy, jadi mulai sekarang terserah kalian." Ditengah makan malam Frans bersama orang tuanya, ia menjelaskan urusannya yang telah selesai dengan Lucy.

"Baguslah nak, mama akan segera berbicara dengan keluarga Shiya untuk mempersiapkan pernikahan kalian." Nyonya Dimejo menghentikan kegiatan makannya karena antusias menanggapi perkataan anaknya.

"Kau memang anak yang bisa diandalkan nak, Papa bangga padamu." Tuan Dimejo menepuk-nepuk pundak putranya dengan senyuman bangga.

Frans hanya terdiam tak begitu tertarik dengan perbincangan ditengah makan malamnya, pikirannya masih terus dipenuhi oleh Lucy. Ia masih tak percaya jika harus melepaskan gadis yang sudah menemaninya sejak kuliah itu. Ia belum benar-benar bisa melapangkan hatinya untuk berpisah dengan gadis itu.

***

Setelah semalam membuat janji dengan Nyonya Shalim, akhirnya Nyonya Dimejo bertemu dengan Nyonya Shalim untuk membicarakan persiapan pernikahan anaknya.

Dengan pengalaman dan relasi yang mereka miliki, bukan hal yang sulit untuk menyiapkan pesta pernikahan yang cukup indah untuk anak mereka. Mulai dari dekorasi, makeup, gaun, catering dan persiapan lainnya yang tak mereka lupakan satupun.

Shiya dan Frans yang tidak begitu tertarik dengan pernikahan yang akan mereka laksanakan, membuatnya menyerahkan semua persiapan pada orangtua mereka masing-masing dan memilih untuk terima beres pilihan orangtua mereka.

Setelah semua persiapan sudah selesai, para orangtua tak mau menunggu terlalu lama untuk langsung melaksanakan pernikahan. Mereka berencana untuk melangsungkan pernikahan minggu depan dirumah keluarga Shalim.

***

Siang itu Shiya hanya duduk terdiam diujung Coffee shop dengan tatapan kosong. Kedua tangannya memegang cangkir yang terbuat dari keramik berwarna putih lengkap dengan coffee vanilla latte yang terisi didalamnya. Sudah berjam-jam ia habiskan waktunya ditempat itu, ia juga tak pergi ketoko karena masih tak percaya harus segera menikah dengan lelaki yang sama sekali tak ia cintai.

"Kenapa kau disini? Kau sengaja menungguku?" Suara lelaki yang tak asing ditelinganya itu berhasil membuyarkan lamunannya. Shiya menoleh kearah sumber suara itu sebentar untuk kemudian mengalihkan pandangannya lagi setelah mengetahui si empu suara tersebut yang tak lain adalah Frans. Shiya tak terlihat tertarik untuk berbincang dengannya.

"Heiii! aku sedang berbicara denganmu!" Frans menekankan suaranya karena tak mendapat respon dari Shiya.

"Jangan menggangguku!" Shiya mengeluarkan suara masih dengan posisinya tanpa melihat kearah Frans.

"Heii! setidaknya kita harus bicara sebelum melaksanakan pernikahan!" Frans sedikit serius dengan perkataannya kali ini membuat mata Shiya mengerjap kearahnya.

"Hemmmh bicaralah!" suara Shiya terdengar lemah tanpa semangat.

"Kau yakin tetap akan melaksanakan pernikahan kita walaupun tanpa cinta?" raut wajah Frans terlihat sangat serius.

"Memangnya menurutmu aku bisa menolak pernikahan ini? bahkan sudah ratusan kali aku memohon pada orangtuaku untuk membatalkan pernikahan kita dan hasilnya nihil, sia-sia saja aku memohon." raut wajah Shiya terlihat sangat tidak bersemangat, ia menjawab pertanyaan Frans dengan menundukkan kepala.

Hal yang sama juga dirasakan Frans, ia hanya memandang Shiya dengan putus asa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status