Share

04. Rencana

Vincent masih terpaku dengan wajah barunya. Sungguh sangat tak terbayangkan baginya bisa mendapatkan wajah seperti itu. Tekstur kulit barunya bahkan sangat kenyal dan halus, berbeda dengan sebelumnya yang kasar. Penampilannya terlihat seperti pria lembut, dan sangat penyayang. Hebatnya lagi, ia tak terlihat sama sekali seperti orang yang melakukan operasi plastik. Semuanya terlihat sangat alami.

"Jadi, selera priamu seperti ini ya?" tanya Vincent sembari melirik ke arah Lyra.

"Benar sekali! Aku merancang wajah ini dengan membayangkan pria idamanku. Kau tahu, aku menempatkan setiap bagian wajahmu dari model pria yang berbeda. Makanya tidak heran jika kau setampan ini." Lyra tampak sangat bahagia. Ia bahkan melompat-lompat sambil memeluk Vincent dengan erat.

Vincent sungguh kaget dengan kelakuan Lyra yang sangat lincah. Bukan hanya dirinya, sang dokter dan para asisten yang melihat pun ketakutan sebab wajah Vincent bisa saja rusak jika tak sengaja terkena senggol. Bisa-bisa hidungnya menjadi bengkok atau wajahnya turun. Kalau itu terjadi pasti sangat mengerikan.

"Nona Lyra, Anda harus menahan diri. Jangan terlalu senang seperti ini. Wajah Tuan Gavin belum sepenuhnya aman jika tersenggol dengan kencang. Dia masih perlu perawatan step selanjutnya," ujar sang dokter. Ia pun memberikan kode pada ketiga asistennya untuk menyeret Lyra keluar ruang agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.

"Hey.... hey... lepaskan aku! Aku ingin melihat Kak Gavin lebih lama!" pekik Lyra. Namun, ia tak dapat berbuat apa-apa sebab tubuhnya yang mungil gampang saja diangkat oleh tiga orang asisten dokter berbadan tegap itu.

Setelah kepergian Lyra dari ruangan itu, barulah suasana menjadi lebih tenang. Kini hanya ada Vincent dan Dokter Collins di sana.

"Tuan Gavin, saya harap Anda harus berhati-hati saat melakukan apapun. Uji coba operasi plastik seperti ini baru dilakukan pada Anda. Pesan saya, Anda harus sebisa mungkin menghindari sinar matahari karena kemungkinan kulit baru Anda akan sensitif. Saya dan tim akan terus mencari cara agar Anda bisa hidup normal tanpa takut apapun," papar Dokter Collins.

Vincent menggangguk sembari menghela napas lirih. Ia memang harus mengikuti semua saran dari orang yang telah mengubah wajahnya itu. Lagipula dengan wajah baru seperti ini, tak akan ada yang menyadari siapa dirinya kecuali dengan tes DNA atau sidik jari.

"Baik, Dokter. Saya harap, Anda bisa segera mendapatkan solusinya," tanggap Vincent.

"Selama satu minggu Anda harus tetap di sini untuk penyesuaian. Saya juga sudah menyiapkan krim jika Anda ingin berjalan-jalan di luar. Nanti asisten saya yang akan membawakannya ke sini dan menjelaskan cara pemakaiannya," tandas Dokter Collins sebelum pergi meninggalkan Vincent di ruangannya sendiri.

Kini Vincent telah sendiri di dalam ruangannya. Tangannya masih memegang cermin untuk memastikan rupa wajahnya tadi. Seakan tak puas dan ingin mengenali dirinya yang baru, ia pun kembali mengarahkan cermin itu ke wajahnya.

"Sebenarnya apa yang mereka lakukan sampai wajahku menjadi seperti ini? Wajahku bahkan terlihat seperti idol tampan yang sering berjoget di panggung. Ha-ha, sungguh tidak masuk akal," gumam Vincent.

Perubahan yang terjadi memang sangat drastis. Matanya memiliki kelopak yang lebih sipit, hidungnya tetap mancung, alisnya lebih tipis, dan bibir bagian bawahnya sekarang sedikit lebih bervolume. Bisa didefinisikan jika ia adalah pria imut dengan usia 28 tahun.

"Sepertinya akan lebih cocok kalau aku menggunakan kacamata. Wajah ini tampak sangat pintar, dan tidak ada tampang penjahat sama sekali," komentar Vincent. Ia memencet pucuk hidung mancungnya yang lebih ramping seraya bergaya, tapi hal buruk terjadi. Hidungnya benar-benar bengkok sekarang.

Dengan nada suara panik Vincent pun berteriak memanggil orang-orang yang ada di laboratorium itu. Begitu suaranya terdengar, hampir seluruh staf berlari ke arah kamarnya.

***

Lyra menatap wajah Vincent dengan raut wajah penuh amarah. Kedua tangannya pun dilipat di atas dada. Ia tak habis pikir mengapa bisa-bisanya pria itu merusak wajah yang sudah ia berikan dengan mudahnya.

"Ma-maafkan aku. Aku tak bermaksud berbuat seperti ini. Ini hanya ketidaksengajaan saja," jelas Vincent. Ia merasa bersalah sebab terlalu gegabah memencet hidungnya sekencang itu. Sekarang bagian hidungnya kembali diperban sebab baru saja dilakukan operasi ulang.

"Kau sangat menyebalkan! Harusnya hati-hati dalam bertindak. Apa kau memang selalu bertindak tanpa berpikir, hah?" oceh Lyra. Dadanya naik turun saking emosinya pada Vincent.

"Aku sudah minta maaf padamu. Aku janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi," tambah Vincent mencoba meyakinkan Lyra.

"Apa kau pikir dengan meminta maaf itu akan cukup? Kau tidak paham ya kalau perbuatanmu akan membuatmu lebih lama keluar dari laboratorium ini? Hah... padahal aku sudah berkhayal bisa menggandengmu dan membawamu ke mana-mana lalu memamerkanmu," celoteh Lyra panjang lebar.

Kedua alis Vincent bertaut. Sebenarnya apa arti dirinya bagi gadis itu. Mendengar ucapan Lyra, ia menganggap jika dirinya itu hanyalah alat. Ya, ia memang sadar diri hanya dijadikan percobaan eksperimen operasi plastik yang belum jelas dampaknya ke depan.

"Pikiranmu sungguh tak masuk akal," balas Vincent.

"Apanya yang tak masuk akal? Aku hanya kesal karena kau bertindak gegabah. Mungkin saja hidungmu akan membengkak lagi selama satu minggu. Padahal esok lusa aku sudah janji pada teman-temanku untuk membawamu ke pesta dansa," ungkap Lyra sambil menghela napas lirih.

"Kau pergi saja sendiri," balas Vincent cuek.

"Cih! " Lyra sungguh kesal. Ia pun keluar meninggalkan ruang rawat Vincent begitu saja.

Sikap Lyra membuat Vincent tak habis pikir. Padahal ia sudah setulus hati meminta maaf. Lyra benar-benar bukan seleranya karena sering bersikap tempramen dan kekanak-kanakan. Namun, karena harus balas budi yang begitu besar, ia tak boleh membuat gadis itu kecewa padanya. Hubungan mereka memang hanya sebatas orang yang menolong dan ditolong. Ia hanya mendapatkan bonus bisa diakui sebagai keponakan oleh Tuan Gilbert—ayah Lyra.

"Gadis itu memang menyebalkan, tapi dia seperti memberikan harapan bagiku," gumam Vincent.

Tadinya Vincent tidak ingin membalas dendam pada Axel, tapi karena rivalnya itu tidak becus sebagai pemimpin Foxbite sekaligus perusahaan, ia jadi tertantang untuk hadir kembali di antara para penghianat yang membuatnya hampir meregang nyawa. Sakit hatinya pada Karina juga masih berbekas sebab ia tak pernah menyangka akan dikhianati oleh wanita yang paling berharga dalam hidupnya.

Dengan wajah dan identitas baru yang ia miliki, ia yakin bisa menipu Axel dan Karina. Namun, ia tak mungkin bertindak sendiri. Tentu ia butuh penyokong kuat agar bisa masuk ke ruang lingkup kehidupannya yang dulu. Siapa lagi kalau bukan Tuan Gilbert. Tahap awal ia harus mendekati Lyra, ia juga sudah paham jika gadis itu mencurigai identitas aslinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status