Share

Saling Mencintai?

"Kau!!"

"Ada apa? Jangan panik begitu, Chivas. Keep calm, babe. Aku hanya mengicipi kopi buatanmu. Ternyata kopi buatanmu manis dan juga nikmat. Terima kasih," ucap Quila tanpa sungkan sedikit pun.

Wanita cantik itu sebenarnya menahan rasa dingin yang sedari tadi menerpa kulit mulusnya.

Demi apa? Demi siapa? Bukankah ini bisa disebut gila? Ya Tuhan, aku menyesal mengikuti saran Kak Fizz. Pasti sebentar lagi aku akan terkena flu. Huh..

"Ada apa kau kemari?" tanya Chivas sembari memicingkan mata penuh selidik.

"Bisakah kau berbicara lebih lembut padaku? Mezcal saja begitu baik padaku, jangan lupa dia pria loh. Oh maksudku, apa kau juga pria?" sindir Quila.

Chivas menahan emosinya kala Quila dengan santai melewatinya dan mengambil bathrobe yang diletakkan di meja gazebo. Pemuda tampan itu juga baru menyadarinya.

"Excuse me, Boy. Aku hanya ingin mengambil ini, permisi," ucap Quila sembari mengenakan bathrobe dengan gerakan sensual.

Mezcal yang asyik menyesap kopi pun meletakkan minumannya dan mengekor di belakang wanita cantik itu.

Chivas tersenyum sinis, ingin rasanya ia memukul dinding atau meja di dekatnya saat melihat Quila melenggang begitu saja tanpa mengucap maaf usai menikmati cairan berwarna coklat susu pekat miliknya.

Diam-diam Fizz dan Daisy tersenyum melihat tingkah sang adik bungsu di tepi kolam renang.

***

"Aaaaaaarrggg! Brengsek sekali wanita itu! Kenapa dia membuatku selalu salah di mata orang tuaku? Awas saja kau, saat kita menikah nanti, jangan harap kau bisa mendapatkan hatiku! Tidak akan!" umpat Chivas di dalam kamar.

Pemuda itu berguling-guling di ranjang King size miliknya, berusaha mengeluarkan segala penat di hatinya.

"Sejak wanita itu ada di sini, duniaku menjadi kacau! Semua orang menyalahkan aku, membelanya tanpa ada yang percaya padaku. Kenapa ada wanita begitu tidak tahu malu seperti dirinya di dunia ini? Apa yang dulu diidamkan Mommy Sangria, ya? Ck, ck, ck," gumam Chivas sembari menutup mata. Ia merasa kelelahan sekali.

"Yang diidamkan Mommy Sangria adalah menjadikanmu menantunya," jawab seorang wanita yang diam-diam mengendap masuk ke kamarnya.

Chivas yang sudah amat mengantuk terpaksa mengerjapkan mata, membiarkan cahaya kembali masuk ke dalam pandangannya.

"Kak Daisy! Apa yang kau lakukan di sini? Pergilah! Aku sedang ingin sendiri tanpa gangguanmu. Kau ini pasti akan memberikan ceramah," ucap Chivas mencoba mengusir kakak perempuan kedua.

"Aku ingin bertanya padamu, hai adikku yang paling tampan," kilah Daisy santai.

"Mau bertanya apa? Pasti ujung-ujungnya kau akan menanyakan perihal wanita itu bukan?" tebak sang adik.

Daisy tersenyum sinis.

"Sok tahu, Kau!" bantah Daisy.

"Lalu apa? Bukannya kau sama saja dengan Kak Fizz," ledek Chivas.

"Saat ini aku sedang khilaf untuk mendukungmu. Hahaha, aku mau tanya sesuatu yang penting. Kau tinggal menjawab saja," pinta Daisy disertai tatapan memelas.

"Hah, baiklah. Ada apa?" tanya Chivas sembari merubah posisinya. Kini pemuda itu bersandar pada head board. Tempat dan posisi ternyaman untuknya sudah ia dapatkan, saat ini ia memasang kedua indera pendengarannya dengan fokus untuk menerima pertanyaan.

"Apakah kau siap menikah?" tanya Daisy skakmat.

Memikirkan saja belum, apalagi sebuah keinginan untuk mengubah statusnya menjadi pria beristri!

Chivas mendesah pelan, ia menghirup nafas sedalam-dalamnya dan membuangnya perlahan.

"Belum, Kak!" jawabnya singkat, jelas, dan padat. Tak ada kesan bertele-tele.

Daisy tersenyum penuh arti.

"Apa arti senyumanmu itu, Kak?" tanya Chivas saat melihat lengkungan aneh di kedua sudut bibir sang kakak.

"Yakin kau ingin tahu artinya?" balas Daisy.

"Iya, karena aku merasa aneh dengan senyummu itu."

Daisy sejenak terdiam sebelum menyampaikan sesuatu pada adik bungsunya.

"Saat seseorang menjawab belum, berarti sesuatu dalam dirinya telah menerima keputusan itu walaupun belum sepenuhnya. Presentasenya kurang lebih, lima puluh dari seratus persen. Fifty Fifty. Beda halnya jika kau mengatakan tidak, karena 'tidak' adalah kata tegas dari sebuah jawaban penolakan. Apa kau paham sekarang?" tanya Daisy.

"Terserahlah apa yang mau kau pikirkan tentangku. Aku lelah, pergilah Kak! Sebelum aku mengusirmu dari kamarku secara tidak hormat!" ancam Chivas.

Daisy tersenyum jahil.

"Dasar! Tidak mau mengaku padahal sudah jelas ketahuan. Dasar pria gengsian!" ledek Daisy.

Chivas yang awalnya sudah merebahkan posisi kepalanya di atas bantal terpaksa mengambil benda tersebut dan melemparkan ke arah sang kakak.

"Kabuuuuurrrr!" teriak Daisy.

Sepeninggal Daisy, Chivas hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Kok bisa aku dilahirkan setelah mereka berdua? Kalau aku yang jadi anak sulungnya,, aku pasti akan memberi mereka hukuman yang tidak dapat dilupakan seumur hidupnya. Huh!" umpat Chivas.

Pemuda itu kesal setengah mati hari ini.

"Aaaaaaarrggg!"

Chivas membenamkan kepalanya di bawah bantal dengan posisi tubuh tengkurap.

***

Suasana di meja makan tampak kaku. Semuanya diam sambil menikmati apa yang disajikan di atas meja besar berbentuk persegi panjang tersebut.

Beberapa saat setelah acara makan malam itu selesai. Pisco membuka obrolan, sesaat sebelumnya ia sudah melirik sang istri dan mendapat anggukan mantap.

Pisco berdehem hingga pandangan ke seluruh manusia yang usai menikmati makanan itu fokus tertuju padanya.

"Ada yang ingin aku sampaikan pada malam hari ini, Jack," buka Pisco pada Jack yang baru saja mengelap ujung bibirnya.

"Ada apa, Pisco? Sepertinya ini penting sekali, ya? Wajahmu serius seperti orang sedang melakukan kesalahan saja," sahut Jack.

"Bukan begitu, Jack," kilah Pisco menutupi rasa sungkan yang merayap ke dalam hatinya.

"Oh, C'mon, aku hanya bercanda. Sebenarnya ada apa ini?" desak Jack.

"Bagaimana kalau kita nikahkan putra putri kita?" tanya Pisco serius tak ada candaan saat ia mengajukan pertanyaan tersebut.

Jack memicingkan mata.

"Bagaimana maksudnya? Sungguh, aku tak paham," tanya Jack penuh keheranan.

"Begini, putra putri kita saling mencintai. Kenapa tidak kita nikahkan saja mereka secepatnya? Kau tahu kan dunia anak muda jaman sekarang, serba bebas tak ada arahan dan aturan. Aku hanya ingin kita saling mempererat persaudaraan dan menyatukan sua hati yang saling mencintai. Bagaimana?" usul Pisco.

"Oh, kalau begitu, kutanyakan dulu pada putriku satu-satunya," sahut Jack lalu beralih menatap wajah cantik putrinya. "Apakah kau ingin segera menikah dengan Chivas?" tanya Jack pada Quila.

Quila menunduk lesu sebelum menjawab pertanyaan sang ayah.

Seketika wajahnya berangsur-angsur berubah.

"Yes, Daddy! Aku ingin segera menikah dengan Chivas. Benar begitu kan, Sayang?" ucap Quila kemudian beralih pada pemuda tampan yang duduk berseberangan dengannya.

"Uhuuk, Uhuuk," refleks Chivas terbatuk-batuk tanpa akting. Nyata adanya. Rasanya makanan yang baru saja ia makan menyangkut di tenggorokannya.

"Kau tidak perlu malu, Sayang. Biarkan Daddyku tahu bahwa kita saling mencintai," ucap Quila seraya tersenyum manis dan berakting bak seorang artis di depan semua orang. 

'Kau menjebakku lagi!' geram Chivas tanpa sadar mengepalkan tangan di bawah meja. 

***

Jangan lupa dukungannya yaaa readers... 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status