Nella hampir tidak bisa tidur karena masih memikirkan siapa Yoga sebenarnya, sebab Yoga tidak mau menjawabnya dan berjanji akan memberitahukan semua tentangnya besok.Hingga akhirnya pagi-pagi sekali Nella sudah siap, begitu juga dengan Yoga yang memang sudah tidak sabar lagi mengungkapkan jati dirinya pada calon istrinya tersebut.Ya, meskipun Nella belum menjawab mau menikah dengannya, akan tetapi Yoga merasa sangat yakin bahwa Nella mau menjadi istrinya.Namun, jika Nella tetap menolak menikah dengannya, maka ia akan menggunakan cara yang sedikit menyebalkan agar Nella mau menikah dengannya."Sudah siap?"Nella yang baru saja membuka pintu sontak terperanjat ketika melihat Yoga yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya."Sudah," sahut Nella sedikit canggung, dan Yoga pun juga merasakan bahwa sikap Nella kini menjadi terlihat berhati-hati padanya."Huh, sialan! Jika saja housekeeper itu tidak membocorkan identitas ku, maka Nella tidak akan berubah seperti ini hingga aku memberi kej
Setelah disuguhi banyaknya hal yang mengejutkan, namun kejutan untuk Nella tidak hanya sampai di sini saja, Nella benar-benar akan dibuat syok setengah mati hari ini."Kita sudah sampai," ujar Yoga dengan wajah yang tampak bahagia. Yoga sangat senang karena akhirnya ia bisa membawa calon istrinya ke rumah."Lho, kita di mana? Ini kan bukan hotel?" tanya Nella bingung."Rumah mertuamu," sahut Yoga santai."Hah?" Nella semakin panik ketika pintu mobil di sampingnya dibuka Yoga, lalu kemudian Yoga mengulurkan tangannya."Lho, tapi ... Mas, kenapa ke rumahmu sih? Aku kan--"Yoga mengguncangkan tangannya lagi karena Nella tidak segera menyambut uluran tangannya.Sedangkan Nella yang tidak bisa kabur dari sini, ia pun dengan terpaksa menerima uluran tangan Yoga."Lho Mas, bukankah kesepakatan kita itu kamu harus bertanya dulu ke orang tuamu, tapi ini kenapa aku sudah diajak ke rumahmu?" Nella semakin panik ketika langkah mereka sudah hampir sampai di teras rumah Yoga, ia bahkan mengeluarka
Satu tahun kemudian....Tidak ada yang bisa dilakukan Nella kecuali hanya makan dan tidur, sebab Yoga dan mertuanya melarangnya melakukan pekerjaan rumah, walaupun hanya sekedar merapikan tempat tidurnya saja."Mas, aku bosan. Aku bolehkan hanya menyiram bunga saja?""Nggak! Kasian dedek bayinya kalau kamu panas-panasan di luar.""Lha terus apa bedanya dengan kita jalan-jalan pagi di setiap hari Minggu, kan aku juga terkena sinar matahari.""Ya beda dong, Sayang ... kalau matahari pagi kan sehat, nah ini jam sepuluh kamu ingin panas-panasan di luar."Nella mencebikkan bibirnya kesal, ia diam-diam tidak bisa melakukan pekerjaan rumah jika ada suami dan mertuanya di rumah. Apalagi semenjak Nella hamil, ia sudah seperti tawanan yang harus diawasi setiap hari."Kalau begitu aku harus ngapain dong? Aku bosan kalau hanya luntang-lantung tak jelas di rumah.""Kamu kan bisa pergi jalan-jalan, belanja, atau apapun, asalkan harus diikuti pengawal.""Huh! Ternyata rasanya jadi istri CEO itu kehi
Satu Minggu kemudian...."Sayang, memang kamu tidak apa-apa kalau aku tinggal pergi?" tanya Yoga yang sudah ke sekian kalinya, Yoga hendak pergi keluar kota untuk perjalanan bisnis, namun ia tidak tenang jika meninggalkan istrinya yang sudah dekat dengan HPL."Nggak apa-apa, Mas. Kan masih ada tiga hari lagi, sedangkan kamu besok sudah pulang.""Iya, tapi kata orang-orang melahirkan itu bisa kurang atau lebih dari HPL, terus jika tiba-tiba besok kamu melahirkan, dan tidak ada aku di rumah, lantas bagaimana?""Sayang, di rumah kan ada pelayan, dan sebentar lagi Ayah dan Ibu juga pulang, jadi kamu nggak usah khawatir lagi, cukup doakan aku dan anak kita selamat dan lancar lahirannya."Yoga memeluk Nella, ia benar-benar merasa berat meninggalkan Nella, namun ia juga tidak bisa mengabaikan pekerjaannya yang ada di luar kota."Baiklah, kalau begitu aku mau telepon Ibu dulu, aku mau memastikan kalau Ibu dan Ayah nanti sudah ada di rumah ketika aku sudah berangkat."Setelah menelepon ibunya,
"Astaga! Ibu, kenapa Ibu berpenampilan seperti itu?"Aku terkejut ketika melihat Ibu keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang panjangnya hanya di atas lutut saja, padahal Mas Rohman ada di rumah."Ish, Nella! Kenapa sih heboh banget? Ibu kan habis mandi, jadi wajar dong kalau pakai handuk!" "Tapi, Bu. Di rumah kan ada Mas Rohman--""Halah, pikiranmu itu terlalu berlebihan, Nella! Si Rohman nggak mungkin doyan sama Ibu, apalagi Ibu?""Huh, mentang-mentang Ibu janda, kamu malah nuduh Ibu yang macem-macem," gerutunya sambil berlalu masuk kamar."Bu-bukan begitu maksud Nella, Bu. Tapi, seenggaknya Ibu kan bisa pakai daster gitu, jangan pakai handuk doang." Aku sedang mencoba menjelaskannya secara perlahan, namun ibuku sepertinya tersinggung, hingga Beliau menutup pintu kamarnya cukup keras.Huft ....Aku sungguh lelah, padahal aku baru saja pulang bekerja, tapi sampai di rumah sudah disambut dengan kejadian seperti ini.Sumpah! Aku sebenarnya tidak mempunyai pikiran, kalau
"Astaga! Sudah jam setengah dua." Aku pun buru-buru bangun dan mandi, kemudian tidak lupa melakukan ibadah salat malam sebelum berangkat kerja.Untungnya saja sebelum tidur, semalam semua sayuran sudah aku masukkan ke dalam karung, jadi aku tinggal mengangkatnya saja ke sepeda motor."Emh, akhh ...." Aku menghela napas panjang setelah mengangkat karung paling besar untuk diletakkan di atas obrok yang berisi sayuran juga. Lalu setelah itu aku membangunkan suamiku untuk meminta tolong mendorong motor, karena motor dalam keadaan standar tengah."Sudah semuanya?" tanya Mas Rohman dengan kondisi yang masih mengantuk."Belum, Mas. Itu, karung yang ada di sana, tolong angkat dan taruh di depanku."Mas Rohman menurut, ia mengambil satu karung sayuran yang masih bersandar di tembok."Hati-hati," ujarnya.Aku hanya mengangguk, lalu kemudian aku mulai melajukan motorku. Terdengar suara gerbang garasi di tutup dan dikunci kembali, dan aku berangkat di saat jalanan masih sangat sepi, dan mungkin
"Owalah, Nella. Ternyata kamu jualan di sini?"Aku sontak mendongak ketika mendengar suara yang tidak asing di telingaku."Eh, Bu RT. Lagi belanja, Bu?" sapaku ramah pada Bu RT di tempat tinggalku."Iya, ini berapa bayamnya seikat?""Seribu lima ratus, Bu.""Owalah, beneran murah ya belanja di pasar pagi. Baiklah, kalau begitu Ibu ambil empat ikat, dan ini sekalian jagung manisnya.""Iya, Bu. Lalu apalagi?""Emmm ... apalagi ya? Oh iya, Nella. Suamimu kemarin kerja ya? Lusa kemarin suamiku nyuruh nyemprot hama katanya nggak bisa. Lha, memangnya kemarin suamimu kerja dengan siapa?""Enggak kok, Bu. Mas Rohman kemarin nganggur.""Lha bener kan? Kata Yuyun dan Jum juga gitu, mereka bilang suamimu juga nganggur. Tapi, kenapa suamimu menolak pekerjaan dari suamiku ya?""Huh, Nella. Kalau aku punya suami yang malas bekerja seperti itu, udah aku tendang dia. Huh! Mentang-mentang istrinya udah kerja sendiri, dia malah enak-enakan ongkang-ongkang kaki di rumah. Kamu kok bisa-bisanya sih masih
Aku terkejut ketika melihat Mas Rohman membukakan pintu dengan napas ngos-ngosan, dan keringat yang mengalir deras di dahinya."Kenapa kamu, Mas? Habis olahraga?" tanyaku bingung."Iya, eh enggak. Tadi aku baru saja mengigau, perasaanku di dalam mimpi tadi aku dikejar setan.""Hahaha ... Kamu ini ada-ada aja, Mas. Masih takut mimpi dikejar setan, kayak bocah aja.""Terus Ibu mana? Kok aku panggil-panggil dari tadi tidak dengar?""Oh, Ibu lagi di kamar mandi."Aku hanya manggut-manggut. "Baiklah, kalau begitu tolong masukkan motorku ya, Mas. Aku capek banget, pingin tidur sekarang juga.""Iya, iya. Aku akan masukkan motornya ke garasi."Aku memandang aneh wajah Mas Rohman yang terlihat seperti panik, namun aku langsung menepis pemikiran itu. Mungkin Mas Rohman memang masih ketakutan gara-gara mimpi dikejar setan tadi.Tanpa mengulur waktu lagi, aku pun langsung masuk kamar, kurebahkan tubuhku ini di atas kasur yang spreinya terlihat lecek. Ya, kalau rapi berarti sulapan, sebab Mas Rohm