Share

Bab 3 : Menjemput Maha

“Sab, Sabrina! Kamu bisa bawa mobil ‘kan?”

Gama menyembulkan kepala dari pintu ruangannya, sedangkan Sabrina masih duduk termenung membayangkan harus berkata apa pada mas Dodot tetangganya yang bekerja di sebuah dealer mobil.

Beginilah akibatnya jika terlalu gegabah dan tidak membaca kontrak dengan baik. Awalnya Sabrina pikir pekerjaan menjadi asisten Gama sangat mudah, tapi membayangkan harus berurusan dengan putra pria itu membuatnya ketar-ketir.

“Sabrina!” panggil Gama untuk yang ketiga kali. Meski dia tahu bahwa asistennya diwajibkan bisa mengendarai mobil, tapi tetap saja Gama ingin memastikan. Jangan sampai SIM yang dijadikan data pendukung Sabrina ternyata hasil nembak.

“Sab!”

“Iya Pak!” Sabrina akhirnya bangkit dari kursi. Ia bergegas menghampiri Gama yang sedikit heran dengan tingkahnya.

 “Bagaimana Pak?” tanyanya kemudian.

“Sudah saatnya aku pergi ke PG Group, jam tiga nanti kamu tolong jemput putraku Maha dan antar dia ke rumah, di sana sudah ada Bik Mun yang menunggu, setelah itu kamu bisa kembali ke PG Group mengembalikan mobil dan pulang,” ujar Gama panjang lebar.

“Ja-ja-jadi saya bisa pulang sebelum jam lima sore Pak?”

Sabrina sedikit terkejut dengan perkataan Gama, ini jelas sangat menguntungkan baginya. Jika bisa pulang lebih cepat dari pekerja yang lain, dia bisa membuka jasa les bela diri atau sekadar membantu bekerja di cucian mobil milik ibunya.

“Em … ya … begitu,” jawab Gama ragu-ragu.  Sedetik kemudian dia kaget karena Sabrina menyambar kunci mobil dari tangannya dan langsung merubah posisi berdirinya dengan tagap bak polisi militer.

“Silahkan Pak! saya akan mengantar Anda dengan selamat sejahtera dan sentosa sampai ke gedung PG Group.” Sabrina memiringkan badan, tangan kanannya terulur seolah di depan Gama sudah tergelar karpet merah yang siap menjadi pijakan pria itu.

Tingkah Sabrina ini jelas mengundang tawa Gama. Pria yang terkenal baik dan berhati lembut itu pun tersenyum dan bahkan sengaja melangkah dengan tegap untuk membalas perlakuan sang asisten.

“Aku menyukaimu,” puji Gama. Dia jelas menyukai Sabrina karena perilaku yang sopan dan hormat dari gadis itu bukan yang lain.

“Terima kasih Pak, saya juga menyukai Anda,” jawab Sabrina dan hanya dibalas Gama dengan senyuman. Keduanya berjalan keluar dari gedung SIGN Agensi menuju tempat kerja kedua Gama. 

_

_

Setibanya di PG group Sabrina bertemu dengan sekretaris Gama, seorang pria yang membuatnya tiba-tiba saja meleyot karena ketampanannya bak aktor korea bernama Cha Eun Woo. Sabrina pun tak bisa menyembunyikan rasa girangnya. Dari pada berpikir seperti sang ibu yang berharap dia akan berjodoh dengan Gama, lebih baik dia mendekati sekretaris pria itu. Namun, siapa sangka saat buka suara, Sabrina langsung bergidik ngeri. Kuduknya berdiri karena suara sekretaris Gama yang bernama Leo itu bak kucing terjepit pintu.

“Yah … lekong,” gumam Sabrina dalam hati. Ia pun nyengir sebelum duduk di kursi yang sudah disiapkan untuknya.

Hanya Gama saja lah di perusahaan itu yang memiliki dua orang yang mengurus jadwal pekerjaannya seperti ini, selain kehidupan pribadinya yang memang lain dari pada yang lain, pekerjaan pria itu pun berbeda dari orang pada umumnya. 

Sabrina juga diharuskan berkoordinasi dengan Leo yang kini sudah berdiri di depan mejanya dengan tangan memegang sebuah berkas.

“Ini jadwal yang sudah aku susun selama satu bulan untuk Pak Gama, kamu harus bisa menyesuaikannya. Ingat Sabsab! Pekerjaan Pak Gama sebagai model itu hanya sampingan, pekerjaan dia yang sebenarnya adalah di sini, di PG Group,” ucap Leo penuh penekanan.

Sabrina memilih mendengarkan saja saat Leo memerintahnya seperti itu, sebagai anak baru yang bisa dia lakukan sekarang hanya lah mengikuti perintah senior, tapi bukan Sabrina namanya jika tidak bawel.

“Apa pekerjaanku menjemput anak Pak Gama juga bisa dikatakan sampingan? Atau tambahan? bukankah pekerjaan utamaku menjadi asisten? aku akan berbicara ke Pak Gama untuk membagi tugas kita menjemput anaknya, bagaimana?”

Leo menekuk bibir, pria gemulai itu langsung menggebrak meja dan menatap tajam Sabrina yang sudah memundurkan kepala karena kaget. Tangan gadis itu sudah berada di depan dada, dia tak berani menatap mata Leo karena sepertinya pria itu tidak suka dengan usulnya barusan.

“Jangan libatkan aku jika berurusan dengan Mahameru – anak Pak Gama,” kata Leo.

“Ke-ke-kenapa? apa ada masalah?” tanya Sabrina. Perlahan dia menegakkan punggung saat menyadari Leo sudah menjauhkan badan dari mejanya. Leo yang tak langsung menjawab membuat Sabrina penasaran dan berjalan mengejar pria itu sampai ke meja yang berada di seberangnya. 

“Katakan padaku Leonardo Dekaprio! Kenapa kamu tidak ingin berurusan dengan bocah itu?”

Leo memutar bola matanya malas, sebelum membuang napas kasar. “Itu karena  …. “

***

Tepat pukul tiga sore Sabrina sudah berdiri di depan sebuah gedung sekolah ternama. Suasana di sana cukup ramai, banyak mobil yang terparkir dan beberapa pria berseragam nampak sedang berbincang. 

Sekolah anak-anak kalangan atas memang beda begitu pikir Sabrina, di sana dia sama sekali tidak menemukan mobil merek Alpansa seperti yang ingin dia kredit ke Mas Dodot.  Kebanyakan mobil buatan Eropa, bahkan dia melihat ada mobil mirip tank tempur di sana.

Sabrina memandang foto Maha yang dikirimkan Gama ke aplikasi berbalas pesan miliknya, jika dilihat wajah anak itu sangat imut dan menggemaskan, tapi Sabrina agak takut juga mengingat ucapan Leo padanya beberapa jam yang lalu.

“Itu karena dia pernah beberapa kali hampir membuatku masuk UGD. Pertama, dia kabur saat aku menjemputnya dan aku hampir saja tertabrak mobil. Kedua, dia berpura-pura ingin pipis dan malah mengunciku di dalam kamar mandi sampai asmaku kambuh. Ketiga, dia meneriaki aku penculik sampai aku hampir dipukuli oleh orang-orang. Anak itu monster, jangan tertipu wajahnya yang imut.”

Sabrina membenarkan letak tali tasnya yang ada di depan dada setelah memasukkan ponsel. Ia melihat anak-anak satu persatu mulai keluar dan mendekat ke arah sopir dan orang tua yang menjemput mereka. Kepala gadis itu nampak menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari anak sang atasan. Tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Sabrina dia akan melakukan pekerjaan seperti ini. Hingga setelah beberapa menit, bibirnya memulas senyum melihat sosok bocah yang dia cari sejak tadi.

Namun, ada yang berbeda dari penampilan anak itu dari teman-temannya. Jika semua anak terlihat rapi dengan dasi dan rompi seragam. Maha nampak acak-acakan, dasinya berada di tangan sedangkan kerah bajunya sudah setengah tegak. Anak itu berjalan sambil mengentak-hentakkan kaki digandeng sang guru, tak lama seorang anak yang juga digandeng guru lain melepaskan gandengan. Anak itu berlari mendahuli Maha sambil menangis dan langsung memeluk ibunya.

Sabrina dengan jelas mendengar anak itu berkata baru saja dipukul oleh Maha. Namun, dia tak ambil pusing dan memilih menyapa putra atasannya itu dengan ramah.

“Maha, ayo pulang! kakak a …. Aduh!” 

Sabrina tercekat, dia memegang bagian belakang rambutnya yang terasa ditarik dengan kasar.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Ria Rifantiani
tuh kan bner maha itu monster imut... dicritannya glass bening maha jadi anak yg imut temenya olla.
goodnovel comment avatar
Nim Ranah
......... monster
goodnovel comment avatar
Dewi Setianingrum
pasti ditarik rambutnya sm walimurid yg anaknya ngadu tadi nih Sabar Sabsab wkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status