Hans memutar kepala, matanya menyapu sekitar taman yang remang. Sorot matanya waspada. Ia merasa seperti ada yang mengawasinya.Ashley refleks mundur satu langkah, menyembunyikan dirinya di balik tirai. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya ditahan, seolah suara helaan kecil saja bisa membuatnya ketahuan.Di luar sana, Hans berdiri beberapa detik lebih lama, matanya mengarah ke pintu yang setengah terbuka. Ia lalu menurunkan ponsel dari telinganya, menekan tombol untuk mengakhiri sambungan telepon, lalu menyelipkan ponsel ke dalam saku celana dengan cepat. Kemudian, tanpa menoleh lagi, ia berjalan kembali ke dalam rumah lewat pintu samping.Ashley melangkah tergesa menaiki tangga. Ia tidak tahu Hans melihatnya atau tidak, tapi ia tidak berani ambil risiko. Sesampainya di kamar, Ashley masuk dan langsung duduk di depan meja rias, lalu mulai mengeringkan rambut.Beberapa menit kemudian, Hans masuk. โKamu dari mana, Ko?โ Ashl
Hans baru saja selesai mengenakan baju dan melangkah keluar dari kamar mandi. Begitu sampai di tangga, ia mendengar suara kegaduhan yang datang dari arah depan rumah. Alisnya mengernyit. Suara itu terdengar semakin jelas, seperti ada orang yang sedang berteriak-teriak.Tanpa pikir panjang, Hans turun dengan cepat. Hatinya mulai tidak tenang. Ketika sampai di ruang tamu dan membuka pintu depan, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat darahnya berdesir.โAshley!โ serunya panik.Tubuh sang istri tergeletak di lantai, dengan darah segar mengalir dari pelipisnya. membasahi lantai keramik.Hans segera berlutut, tangannya gemetar saat menyentuh wajah Ashley yang pucat. โSayang โฆ astaga โฆ,โ gumamnya cemas.Hans menekan pelipis Ashley dengan telapak tangannya, mencoba menghentikan darah yang terus keluar.Hans meraih ponsel dari saku celananya, nyaris menjatuhkannya karena panik. Namun sebelum sempat menekan tombol d
Hans membuka pintu mobil dengan cepat dan dengan hati-hati meletakkan tubuh Ashley di jok penumpang. Tangannya masih gemetar, ia lalu masuk ke kursi pengemudi, menekan tombol start engine, dan mobil langsung menyala. Tanpa buang waktu, Hans melajukan mobil keluar dari halaman rumah.โSayang, kamu dengar aku?โ Hans melirik ke arah Ashley yang masih tak sadarkan diri. โKamu harus bertahan. Aku akan bawa kamu ke rumah sakit. Aku nggak mau kehilangan kamu."Mobil melaju kencang, melibas jalanan pagi yang masih lengang. Hans tidak peduli pada rambu-rambu. Tangannya mencengkeram setir kuat-kuat, sementara sesekali ia menepuk pipi Ashley pelan.โAshley, coba buka mata kamu. Sedikit saja,โ ucap Hans pelan, suaranya parau. โAku tahu kamu dengar. Kamu kuat, kan? Kamu selalu kuat.โTidak ada respons. Napas Ashley lemah, wajahnya pucat, darah masih tampak mengalir meski tidak sederas sebelumnya.โJangan buat aku takut begini, Sayang,โ lanju
Naomi datang dengan napas sedikit terengah, wajahnya penuh kecemasan saat melihat Winda membuka pintu.โGimana? Sudah ada kabar?โ tanya Naomi cepat begitu masuk, matanya langsung menatap ke arah Haneul yang ada dalam pelukan Winda.Winda menggeleng pelan. โBelum, Bu. Pak Hans belum hubungi saya lagi. Saya juga udah coba nelpon, tapi belum diangkat.โNaomi mengangguk sambil menarik napas panjang, lalu mengulurkan tangannya. โSini, saya gendong Haneul.โWinda menyerahkan bayi itu dengan hati-hati. โDia masih sesekali menangis, Bu. Tapi sudah nggak sekencang tadi. Namun masih gelisah.โNaomi langsung memeluk tubuh mungil itu erat-erat. Ia duduk di sofa, mengayun perlahan sambil mengelus punggung Haneul. โHaneul โฆโ ucapnya lembut. โKamu kenapa, Nak? Kamu tahu ya Mama kamu lagi sakit?โHaneul masih sesenggukan kecil di pelukan Naomi. Kepalanya menyandar di bahu sang nenek, matanya setengah terpejam.โMama kamu orang
Suara pintu yang berderit pelan memecah keheningan kamar rumah sakit. Hans melangkah masuk, perlahan menutup pintu di belakangnya. Di ranjang, Ashley terbaring dengan wajah pucat. Matanya tertutup, nafasnya pelan tapi teratur. Perban membalut dahinya, dan selang infus menancap di tangannya.Perlahan, Hans mendekat dan duduk di kursi di samping ranjang. Ia menggenggam tangan Ashley, menatap wajah pucat itu dalam diam sejenak, lalu menunduk, mengecup jemari istrinya.โAsh โฆ,โ bisiknya pelan. โBangun, ya. Aku di sini.โBeberapa detik berlalu. Lalu, pelan-pelan, mata Ashley terbuka. Pandangannya masih kabur, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri sebelum akhirnya menangkap sosok Hans yang duduk di sisinya.โโฆ Ko?โ suara Ashley serak, nyaris tidak terdengar.Hans mengangkat kepala, bibirnya membentuk senyum lega. โYa, aku di sini, Sayang.โAshley memutar pandangannya, mencoba mengenali tempat itu. โAku โฆ di mana?โ
Lampu kamar menyala temaram. Dari balik tirai jendela besar, langit malam tampak gelap tanpa bintang. Ruangan sunyi, hanya suara hembusan pelan AC yang terdengar.Hans kembali duduk di kursi, sementara Ashley masih bersandar lemah di ranjang. Mereka terus mengobrol, seolah tidak ingin malam cepat berlalu.โTadi kamu bilang darahku banyak sekali?โ tanya Ashley sambil memutar tubuhnya sedikit ke arah Hans.Hans mengangguk. โIya, aku bener-bener panik. Rasanya mau teriak minta tolong ke seluruh dunia.โAshley tertawa kecil, tapi langsung meringis karena kepalanya masih nyut-nyutan. โJangan lebay, Ko.โโAku serius,โ ucap Hans cepat. โSaat kamu nggak sadarkan diri, aku sangat khawatir. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan jika kamu sampai ....โAshley menyentuh tangan Hans, menggenggamnya erat. โAku masih di sini.โHans mengangguk, menatap mata istrinya lama.Beberapa menit mereka terdiam. Lalu Ashley menguap
Pagi menjelang dengan langit yang perlahan berubah cerah, cahayanya menyusup masuk lewat tirai kamar rumah sakit. Ashley duduk di tepi ranjang, mengenakan sweater tipis dan celana panjang yang dibawakan Hans semalam. Rambutnya tergerai seadanya, luka di kepalanya sudah dibalut rapi. Meski nyut-nyutan masih terasa, wajahnya terlihat jauh lebih segar daripada malam sebelumnya.Hans mondar-mandir di kamar, membereskan tas kecil yang berisi barang-barang Ashley. Sesekali ia melirik istrinya, memastikan semuanya baik-baik saja.Ashley menggeser selimutnya pelan dan menurunkan kaki ke lantai. Dengan hati-hati, ia berdiri, lalu berjalan perlahan ke arah kamar mandi.Hans yang sedang membereskan tas langsung menghentikan gerakannya. โMau ke mana?โ tanyanya cepat.โMau ke kamar mandi,โ jawab Ashley tanpa menoleh.โBiar aku antar,โ ucap Hans, sudah melangkah mendekat.Ashley menoleh sebentar. โNggak usah, Ko. Aku bisa sendiri.โHa
Sore harinya, dokter akhirnya masuk dengan senyum hangat di wajahnya. Setelah memeriksa hasil tes dan kondisi fisik Ashley, ia memberikan keputusan yang dinanti-nanti."Semua hasilnya baik. Tidak ada indikasi komplikasi. Jadi, Bu Ashley sudah boleh pulang sore ini, ya. Tapi tetap harus banyak istirahat di rumah."Ashley nyaris melompat dari tempat tidur kalau saja Hans tidak langsung menahan bahunya. Senyum lebarnya tidak luntur sedikit pun sejak dokter mengucapkan kata โboleh pulang.โโTerima kasih banyak, Dok!โ ucap Ashley semangat.Hans mengangguk sopan. Setelah proses administrasi dan pengambilan obat selesai, mereka pun meninggalkan rumah sakit.Sepanjang perjalanan di dalam mobil, Ashley nyaris tak berhenti tersenyum. Ia duduk dengan tubuh condong ke depan, memeluk tas kecilnya, sementara pandangannya sesekali melongok keluar jendela.Hans yang menyetir di sebelahnya melirik beberapa kali, lalu tersenyum tipi
Sementara Sisil yang tidak mendapatkan keinginannya saat di rumah Hans, wanita itu langsung keluar rumah dan melajukan mobilnya menuju diskotik. Kedatangannya kali ini benar-benar mengejutkan semua orang setelah kepergiannya secara sepihak sekian lalu lamanya.Kedatangannya kembali ke dalam kehidupan Hans, tentu saja tidak jauh dari niatnya ingin menyatu dengan mantan suami dan anaknya. “Sialan banget sih kamu Hans, baru juga aku tinggal beberapa bulan, kamu sudah punya wanita lain,” gerutunya sambil terus menginjak pedal gas.Setiba di Diskotik Eleven, dengan langkah penuh percaya diri, Sisil masuk ke dalam dengan rambut yang tergerai indah. Seolah ada rasa rindu terhadap tempat yang dulunya sering dikunjungi, wanita itu memilih salah satu bangku di sudut ruang tersebut.
Kedatangan Sisil di rumah Hans tentu saja membuat hati kecil Ashley penuh pertanyaan. Siapa wanita yang sempat memeluk suaminya itu? Namun, jangankan bertanya, ingin bernapas saja dadanya masih terasa sesak. Ashley sekuat tenaga menahan semua rasa itu demi sang suami.Tiba di lantai atas, Hans langsung membuka pintu kamar agar sang istri bisa masuk lebih dulu. Ia tidak ingin Ashley semakin kepikiran tentang Sisil, meskipun kenyataannya Ashley memang harus tau siapa Sisil sebenarnya.Keduanya melangkah lebih dalam masuk ke dalam kamar, kemudian Hans menutup pintu kamar rapat. Ada rasa campur aduk di dalam hati pria itu, apakah ini waktu yang tepat mengatakan semuanya pada sang istri?“Uhm … Ash?” panggil Hans tiba-tiba menghentikan langkah kaki sang wanita.
Ashley mengerutkan kening. Ia perlahan turun dari gendongan Hans, berdiri di samping suaminya yang masih mematung, menatap ke arah sosok asing yang berdiri di ruang tamu. "Siapa perempuan itu? Kenapa Ko Hans terlihat begitu tegang?" batin AshleyPerempuan itu tampak anggun, dengan senyum lebar yang seolah tidak menyadari keterkejutan yang mengisi udara di sekitar mereka. Rambutnya tergerai rapi, bibirnya dilukis merah muda, dan matanya bersinarโseolah kedatangannya adalah kabar baik.Belum sempat Ashley bertanya, perempuan itu tiba-tiba melangkah cepat dan langsung memeluk Hans begitu saja, tanpa ragu.Ashley tersentak. Ia berdiri terpaku, matanya membelalak. Dadanya sesak seketika, jantungnya berdegup keras. Sedetik tadi, malam terasa hangat. Kini, ia seperti dilempar ke dalam kolam es.Sementara Hans juga tampak terkejut. Tubuhnya menegang beberapa detik, sebelum akhirnya ia mendorong perempuan itu perlahan, menjauh dari dirinya.
Setelah makan sore yang hangat dan sederhana, Hans dan Ashley akhirnya memutuskan untuk pulang. Hari mulai gelap, dan suasana di antara mereka dipenuhi dengan kehangatan yang masih membekas dari obrolan-obrolan kecil selama makan tadi. Di dalam mobil, Ashley memegang kotak kecil berisi kalung itu erat-erat di pangkuannya. Jemarinya sesekali menyentuh liontin bintang di dalamnya, seolah memastikan hadiah itu nyata dan bukan sekadar khayalan."Aku masih nggak percaya kamu melakukan ini," katanya pelan, masih menatap kotak itu. โKupikir kita cuma mau makan aja.โHans melirik sekilas sambil tersenyum. "Kamu suka?" Ashley mengangguk, senyumnya melebar. "Iya, aku sangat suka."Beberapa saat mereka diam. Musik lembut mengisi keheningan, menemani pemandangan lampu-lampu jalan yang melintas perlahan di balik kaca jendela.Tidak lama kemudian, Hans menepikan mobil ke bahu jalan yang cukup sepi, lalu mematikan mesin.As
Sore harinya, dokter akhirnya masuk dengan senyum hangat di wajahnya. Setelah memeriksa hasil tes dan kondisi fisik Ashley, ia memberikan keputusan yang dinanti-nanti."Semua hasilnya baik. Tidak ada indikasi komplikasi. Jadi, Bu Ashley sudah boleh pulang sore ini, ya. Tapi tetap harus banyak istirahat di rumah."Ashley nyaris melompat dari tempat tidur kalau saja Hans tidak langsung menahan bahunya. Senyum lebarnya tidak luntur sedikit pun sejak dokter mengucapkan kata โboleh pulang.โโTerima kasih banyak, Dok!โ ucap Ashley semangat.Hans mengangguk sopan. Setelah proses administrasi dan pengambilan obat selesai, mereka pun meninggalkan rumah sakit.Sepanjang perjalanan di dalam mobil, Ashley nyaris tak berhenti tersenyum. Ia duduk dengan tubuh condong ke depan, memeluk tas kecilnya, sementara pandangannya sesekali melongok keluar jendela.Hans yang menyetir di sebelahnya melirik beberapa kali, lalu tersenyum tipi
Pagi menjelang dengan langit yang perlahan berubah cerah, cahayanya menyusup masuk lewat tirai kamar rumah sakit. Ashley duduk di tepi ranjang, mengenakan sweater tipis dan celana panjang yang dibawakan Hans semalam. Rambutnya tergerai seadanya, luka di kepalanya sudah dibalut rapi. Meski nyut-nyutan masih terasa, wajahnya terlihat jauh lebih segar daripada malam sebelumnya.Hans mondar-mandir di kamar, membereskan tas kecil yang berisi barang-barang Ashley. Sesekali ia melirik istrinya, memastikan semuanya baik-baik saja.Ashley menggeser selimutnya pelan dan menurunkan kaki ke lantai. Dengan hati-hati, ia berdiri, lalu berjalan perlahan ke arah kamar mandi.Hans yang sedang membereskan tas langsung menghentikan gerakannya. โMau ke mana?โ tanyanya cepat.โMau ke kamar mandi,โ jawab Ashley tanpa menoleh.โBiar aku antar,โ ucap Hans, sudah melangkah mendekat.Ashley menoleh sebentar. โNggak usah, Ko. Aku bisa sendiri.โHa
Lampu kamar menyala temaram. Dari balik tirai jendela besar, langit malam tampak gelap tanpa bintang. Ruangan sunyi, hanya suara hembusan pelan AC yang terdengar.Hans kembali duduk di kursi, sementara Ashley masih bersandar lemah di ranjang. Mereka terus mengobrol, seolah tidak ingin malam cepat berlalu.โTadi kamu bilang darahku banyak sekali?โ tanya Ashley sambil memutar tubuhnya sedikit ke arah Hans.Hans mengangguk. โIya, aku bener-bener panik. Rasanya mau teriak minta tolong ke seluruh dunia.โAshley tertawa kecil, tapi langsung meringis karena kepalanya masih nyut-nyutan. โJangan lebay, Ko.โโAku serius,โ ucap Hans cepat. โSaat kamu nggak sadarkan diri, aku sangat khawatir. Aku nggak tahu apa yang harus kulakukan jika kamu sampai ....โAshley menyentuh tangan Hans, menggenggamnya erat. โAku masih di sini.โHans mengangguk, menatap mata istrinya lama.Beberapa menit mereka terdiam. Lalu Ashley menguap
Suara pintu yang berderit pelan memecah keheningan kamar rumah sakit. Hans melangkah masuk, perlahan menutup pintu di belakangnya. Di ranjang, Ashley terbaring dengan wajah pucat. Matanya tertutup, nafasnya pelan tapi teratur. Perban membalut dahinya, dan selang infus menancap di tangannya.Perlahan, Hans mendekat dan duduk di kursi di samping ranjang. Ia menggenggam tangan Ashley, menatap wajah pucat itu dalam diam sejenak, lalu menunduk, mengecup jemari istrinya.โAsh โฆ,โ bisiknya pelan. โBangun, ya. Aku di sini.โBeberapa detik berlalu. Lalu, pelan-pelan, mata Ashley terbuka. Pandangannya masih kabur, bola matanya bergerak ke kanan dan kiri sebelum akhirnya menangkap sosok Hans yang duduk di sisinya.โโฆ Ko?โ suara Ashley serak, nyaris tidak terdengar.Hans mengangkat kepala, bibirnya membentuk senyum lega. โYa, aku di sini, Sayang.โAshley memutar pandangannya, mencoba mengenali tempat itu. โAku โฆ di mana?โ
Naomi datang dengan napas sedikit terengah, wajahnya penuh kecemasan saat melihat Winda membuka pintu.โGimana? Sudah ada kabar?โ tanya Naomi cepat begitu masuk, matanya langsung menatap ke arah Haneul yang ada dalam pelukan Winda.Winda menggeleng pelan. โBelum, Bu. Pak Hans belum hubungi saya lagi. Saya juga udah coba nelpon, tapi belum diangkat.โNaomi mengangguk sambil menarik napas panjang, lalu mengulurkan tangannya. โSini, saya gendong Haneul.โWinda menyerahkan bayi itu dengan hati-hati. โDia masih sesekali menangis, Bu. Tapi sudah nggak sekencang tadi. Namun masih gelisah.โNaomi langsung memeluk tubuh mungil itu erat-erat. Ia duduk di sofa, mengayun perlahan sambil mengelus punggung Haneul. โHaneul โฆโ ucapnya lembut. โKamu kenapa, Nak? Kamu tahu ya Mama kamu lagi sakit?โHaneul masih sesenggukan kecil di pelukan Naomi. Kepalanya menyandar di bahu sang nenek, matanya setengah terpejam.โMama kamu orang