Gala menatap tajam ke arah foto di lembaran terakhir. Beberapa kali ia memperjelas penglihatannya. Untuk meyakinkan bahwa apa yang dilihatnya tidak salah.Gala menoleh ke arah Nabila dengan tatapan penuh tanda tanya, sama halnya seperti reaksi bi Nining kemarin.“I-ini … kenapa kamu memiliki foto ini?” tunjuk Gala ke arah foto tersebut.“Kenapa, Mas? Apakah kamu mengenal foto anak kecil itu?” tanya Nabila.Gala merubah posisi duduknya menghadap ke arah Nabila. Foto itu membuatnya cukup terkejut.“Katakan, ada hubungan apa kamu sama anak kecil di dalam foto itu, Nabila? Kenapa kamu bisa memiliki foto itu?” tanya Gala balik.Nabila mengambil album foto itu dari tangan Gala. Ia mengusap gambar pada foto itu dengan senyuman kecilnya.“Anak kecil di dalam foto ini, dia adalah kakakku. Kakakku yang telah tiada karena tenggelam di danau. Waktu di pantai, aku pernah cerita sama kamu tentang kakakku, kak Naima. Inilah kakakku, dia cantik kan, Mas?” sahut Nabila.Gala semakin syok mendengar pen
Nabila membekap mulutnya sendiri, dan menggelengkan kepalanya pelan. Rasanya ia begitu syok mendengar informasi dari bu Irna, yang mengatakan bahwa Gala sedang berada di rumah sakit.“Ya Tuhan, Bu Irna serius? Apakah suami saya sakit atau bagaimana, coba jelaskan?” tanya Nabila, ia merebut ponsel itu dari tangan bu Sani.“Bukan, Bu. Ibu tenang dulu jangan salah paham dulu. Pak Gala berada di rumah sakit katanya nggak sengaja mobilnya menyenggol pengendara motor saat mau pulang. Pak Gala tidak apa-apa jangan khawatir,” jawab bu Irna.Nabila kini bisa bernapas lega. Ternyata kecemasannya terbukti salah.“Ah iya, Bu Irna. Terima kasih atas informasinya,” ucap Nabila, lalu mengembalikan ponsel itu kepada bu Sani.Bu Sani segera menutup telepon itu. Mengusap bahu Nabila sambil tersenyum kecil.“Kamu terlihat sangat cemas. Terlihat sekali kamu sangat mencintai pak Gala. Saya yakin, di tangan kamu, pak Gala akan menjadi suami yang sangat beruntung,” ujar bu Sani.Nabila mengusap wajahnya pel
Saat malam tiba, jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Namun, Gala belum kunjung pulang. Beberapa kali Nabila menghubunginya. Akan tetapi panggilan telepon Nabila tidak tersambung. Membuat Nabila mulai merasa cemas.“Mas Gala kenapa belum pulang juga? Tidak seperti biasanya, kalau pulang telat tidak sampai jam segini,” gumam Nabila.Nabila tidak sabar ingin menceritakan mengenai foto Naima dan juga Delima. Rasa penasaran itu kian membuncah dalam diri Nabila. Apakah ada kemungkinan, jika Delima adalah Naima, kakak kandung Nabila? Semua masih menjadi misteri.Nabila berjalan mondar mandir di depan pintu. Sesekali ia menggigit ujung kukunya, untuk mengurangi rasa gelisah yang mendera di hati.“Mas, kamu kenapa, sih, belum pulang juga? Cepetan pulang dong, Mas. Aku ingin kamu dengar langsung cerita bi Nining,” gumam Nabila.Nabila kembali mencoba menghubungi nomor suaminya itu. Terus menerus ia ulang menghubungi Gala. Namun, masih tetap sama, nomor Gala masih tidak dapat dihubungi. Menyes
“Kenapa, Bi? Kok lihatin akunya kayak gitu? Apa ada yang salah dengan penampilanku?” tanya Nabila, ia memeriksa baju yang sedang dikenakannya. Tidak peka atas reaksi yang bi Nining tunjukkan.“Bukan, bukan itu. Tapi ini!” jawab bi Nining.Bi Nining menggelengkan kepalanya pelan. Lantas ia melihat benda berupa album foto itu dan menunjuknya..Nabila pun baru paham, ternyata bi Nining memperhatikan album foto miliknya.“Itu album foto keluargaku,” ujar Nabila.Nabila pun mendekati bi Nining, kemudian mengambil album itu dari tangan bi Nining. Nabila menatap foto yang ada di dalam album tersebut.“Em … Mbak Nabila. Maaf jika saya lancang. Saya mau tanya, siapa anak kecil yang ada di foto itu?” tunjuk bi Nining ke salah satu foto.Nabila menatap foto anak kecil yang ditunjuk bi Nining barusan. Ia pun tersenyum getir saat melihat potret kecil mendiang kakaknya. Seketika rasa sedih itu kembali muncul.“Itu kakakku, Bi. Dia kak Naima, tapi dia sudah lama sekali meninggal, sejak umurnya masih
Keesokan paginya, Gala tengah bersiap hendak pergi ke kantor. Nabila pun membantu memasangkan dasi serta merapikan kerah kemejanya.Saat Nabila lengah, tiba-tiba Gala mengecup kening Nabila. Membuat wanita itu tersenyum dan tersipu malu.“Terima kasih, Sayang. Oh iya, sepertinya aku bakalan pulang telat. Jangan tunggu aku kalau mau makan malam,” ucap Gala.“Iya, Mas, semoga lancar kerjaannya,” sahut Nabila.Setelah selesai bersiap dan juga sarapan pagi, Gala pun menaiki mobilnya lalu berangkat. Nabila melambaikan tangannya saat Gala memasuki mobil.“Papanya sudah berangkat, Sayang. Kita masuk lagi, yuk! Kita duduk di taman belakang saja, sambil berjemur. Asyik … Sandi jadi makin sehat, dong!” seru Nabila, mengajak ngobrol Sandi.Nabila berjalan melewati dapur, di sana terlihat mbok Min dan juga bi Nining tengah sibuk mengupas bawang dan memotong sayuran. Sesekali mereka berdua mengobrol dan tertawa.Melihat pemandangan itu, Nabila tersenyum. Ikut merasakan kebahagiaan di antara mereka
“Mas!” teriak Nabila yang terbangun karena terkejut.“Maaf, Sayang aku mengagetkanmu! Aku baru saja hampir menabrak orang,” ucap Gala.Di depan mobil itu, seorang wanita terduduk dengan kedua tangan memegangi telinga dan mata tertutup dengan kepala menunduk. Tampak sekali, wanita itu ketakutan saat mobil Gala hampir saja menyentuh tubuhnya.“Apakah dia baik-baik saja?” tanya Nabila.“Aku tidak tahu, aku harus pastikan apakah dia baik-baik saja,” ujar Gala, ia keluar dengan membawa payung.Nabila menunggu di dalam mobil, sambil memperhatikan Gala yang menghampiri wanita itu.Gala yang telah mendekat, ia pun menepuk bahu wanita itu.“Mbak tidak apa-apa?” tanya Gala.Wanita itu mengurai tangannya dan melepaskannya dari kedua telinga. Membuka mata lalu mengangkat wajahnya menatap Gala.“Bi Nining!” Gala terhenyak, ternyata wanita yang hampir saja ia tabrak adalah bi Nining, ART di rumah Mona.“Mas Gala!”Bi Nining pun sama terkejutnya seperti Gala. Tidak menyangka jika ia akan bertemu den
“Sudah siap?”“Sudah, dong!”Gala dan Nabila telah bersiap hendak pergi jalan-jalan. Tujuan mereka sebelum jalan-jalan, terlebih dulu mereka berniat untuk datang ke makam Amira.Nabila merasa rindu terhadap anak perempuannya itu. Gala yang mengerti dengan perasaan Nabila, ia menyetujui keinginan Nabila untuk pergi ke sana.“Kita ke makamnya saudara kamu ya, Sayang. Andai Amira masih ada, pasti kamu akan senang. Kalian akan tumbuh bersama,” ujar Nabila sambil memangku Sandi.Gala mengusap bahu Nabila. Berusaha menenangkan hati wanitanya itu.“Kamu yang sabar, ya! Tuhan lebih sayang sama Amira. Mungkin di sana, Amira bahagia dan sedang melihat kita. Jadi, kamu jangan bersedih, ya!” seru Gala.Nabila menganggukkan kepalanya pelan. Walau pun sedih, ia telah mengikhlaskan kepergian Amira.Mobil Gala pun telah sampai di depan gerbang pemakaman umum. Segera Gala memarkirkan mobilnya.Sebelum masuk, mereka membeli buket bunga serta bunga mawar untuk taburan di atas makam.“Amira ….lihat Ibu b
Di kediaman Gala, Ello telah menyetujui untuk mengantar Faisal dan juga Erina untuk kembali ke rumah mereka.Sesuai keinginan Erina, ia ingin tinggal berdua di rumahnya bersama Faisal. Menghabiskan masa tua mereka dengan tentram.“Mami, kalau butuh apa-apa jangan sungkan hubungi aku, ya. Aku dan Mas Gala pasti akan merindukan Mami dan Papi. Kami juga pasti akan sering-sering main ke rumah kalian,” ujar Nabila, ia tengah membantu Erina memakai baju.“Iya, Nabila. Mami akan sangat senang jika kalian sering-sering main ke rumah kami. Rumah kami akan selalu terbuka untuk kalian, anak-anak Mami,” sahut Erina, ia mengusap lengan Nabila.Setelah selesai memakaikan baju Erina. Nabila pergi ke dapur, untuk membawa bekal untuk Erina di jalan, yang telah ia siapkan sedari tadi.Nabila melangkah masuk ke dapur. Namun, langkahnya terhenti saat ia melihat Ello yang juga sedang berada di dapur, dengan posisi membelakanginya.Nabila ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya. Hingga ia terdiam mematung d
“Ish! Mama apaan, sih? Memangnya ada yang salah dengan cara aku jalan? Perasaan aku jalan biasa saja,” sahut Nadin.Mona mendekati Nadin, lantas berdiri di hadapan anaknya itu. Tatapannya seakan mengintimidasi.“Tapi … yang Mama lihat, jalan kamu memang beda. Kayak yang habis-”“Ck, Ma … apa Mama nuduh aku yang macam-macam? Mama nggak percaya sama aku?” potong Nadin, mulai emosi dengan ucapan Mona yang mengarah pada tuduhan negatif.Mona menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia mengangkat sebelah tangannya ke udara, membantah pertanyaan Nadin.“Tidak, mungkin Mama yang salah lihat. Ya sudah kamu masuk saja ke dalam. Mama mau lanjut nyiram tanaman bunga kesayangan Mama dulu,” jawab Mona.Nadin pun kembali membalikkan badan. Melenggang pergi masuk ke dalam rumah. Namun, mata Mona tidak bisa lepas dari gerak-gerik langkah kaki Nadin yang begitu berbeda itu.“Kok perasaan aku jadi nggak enak. Kenapa, ya?” Mona mengusap dadanya pelan.Mona pun kembali menyiram tanaman bunga, seperti yang tadi