"Udah-udah, biarin aja dia pergi ngerusak moments saja. Lebih baik sekarang kita makan diluar," ajak Alkana, Mona hanya menganggukan kepala sambil tersenyum dengan tangannya bergelayut manja dilengan Alka.
"Ayo kita berangkat sekarang,""Mau kemana kalian?" Tanya Oma yang baru saja keluar dari kamar bersama Arum.Mona berdecih kesal mendengar pertanyaan Oma."Mau pergi keluar sebentar Oma" jawab Alkana sambil tersenyum ramah."Semenjak kamu kenal sama wanita ini, waktumu habis hanya untuk mengurusi dia." Sindir Oma pada cucu semata wayangnya."Apa maksud Oma?" Tanya Mona dengan suara memelas, Arum yang melihatnya menaikan bahu tak suka."Oma, Alkana cinta sama Mona," Alkana berusaha membela diri."Kamu memang cinta sama dia, tapi wanita itu cuma cinta sama hartamu!" Sentak Oma.Arum hanya terdiam mendengar perselisihan yang terjadi di antara mereka."Oma!" Sentak Alkana. Oma hanya memalingkan wajahnya."Ayo Arum, antar aku ke dapur," pinta Oma. Arum hanya mampu menurutinya.*Lampu rumah sudah mulai samar, semua pelayan nampak sedang beristirahat. Arum dapat melihat hanya ada dua orang pelayan yang menginap dirumah ini. Hanya dirinya dan satu asisten pribadi nyonya Lidia yang selalu mengikuti kemanapun nyonya Lidia pergi.Dan ada lima satpam yang berjaga diluar, maklum saja rumah ini besar dan pasti akan menjadi sasaran empuk para penjahat diluaran sana.Kamera pengawas juga ada disetiap sudut rumah ini, untung saja kamar Arum bebas dari kamera pengawas itu."Kamu pergilah istirahat, sudah malam." Ucap Oma."Baik Oma, selamat malam." Pamit Arum, Oma hanya menganggukan kepala.Arum mendudukan badanya diatas ranjang miliknya, ternyata tidak terlalu lelah menjaga Oma. Hanya menemaninya berjalan-jalan, menonton tv, dan membantu Oma mengerjakan hal yang lain."Sepi sekali, biasanya kalau dirumah jam segini masih ngobrol sama bapak dan ibu," Arum menatap langit-langit kamarnya, air matanya menetes dia merasakan rindu didalam hatinya. Ingin sekali menelfon kedua orang tuanya, tapi hari sudah larut. Rasanya akan tidak pantas, apalagi mengingat kedua orang tuanya tidak mempunyai ponsel dan harus pinjam ke tetangga.Arum menarik nafas panjang, lalu mengeluarkannya pelan.Dia mencoba untuk menutup matanya, walau rasa mengantuk belum bersarang penuh pada dirinya."Buka pintunya!"Arum tersentak mendengar suara Alkana yang berteriak keras, Arum berusaha untuk tidak peduli dan menutupi telinganya dengan bantal."Buka! Apa kalian tidak punya telinga!" Alkana kembali berteriak, bahkan kali ini sambil menggedor pintu rumah.Kamar Arum memang jaraknya tidak terlalu jauh dari pintu utama. Kamarnya terletak dilantai bawah, karena kamar Oma juga ada dilantai bawah. Sengaja mungkin agar memudahkan Oma beraktivitas setiap harinya."Brisik banget sih tu cowo!" Gerutu Arum, dia kembali menutup matanya."Bukaaa!" Teriak Alkana.Arum mulai risih dan beranjak duduk dengan paksa."Lagian kemana sih para satpam? Pelayan yang lain juga pada kemana sih!" Geram Arum."Aduh lupa! Disini kan cuma ada aku sama asisten nyonya Lidia. Dia pasti ga denger karena tidur dilantai dua." Gumam Arum.Dengan paksa dia harus membuka pintu untuk Alkana."Gak punya telinga yah kamu!" Sentak Alkana saat melihat Arum membuka pintu rumah.Arum mendengus kesal, "Masih mending dibukain!" Ketus Arum."Minggir!" Alkana mendorong Arum, tapi baru saja masuk kedalam rumah tubuh pria itu limbung. Arum dengan sigap langsung membantunya berdiri.Keadaan ini membuat wajah Arum dan Alkana saling berdekatan."Ganteng," gumam Arum lirih, tapi Alkana dapat mendengarnya.Alkana langsung menoyor kepala Arum ke belakang, Arum menyesali ucapanya barusan."Ngapain Lo pegang-pengang!" Sentak Alkana, Arum menatap nyalang pria didepannya itu."Kalo ada orang lain disini, ga bakalan Sudi aku nolong kamu!" Ucap Arum kasar."Brisik Lo!" Alkana kembali berteriak, Arum langsung menutup hidungnya. Dia dapat merasakan aroma minuman keras dari Alkana."Kamu mabuk yah?" Tanya Arum menelisik. Ada perasaan lega saat tau Alkana mabuk, karna mungkin dia tidak akan menganggap serius pujian Arum tadi tentang dirinya."Bukan urusan Lo!" Sentak Alkana."Apa-apaan kalian!" Teriak nyonya Lidia sambil menuruni tangga, mungkin wanita ini mendengar suara gaduh dilantai bawah.Arum yang terkejut langsung melepaskan tubuh Alkana, membuat pria itu terjatuh lumayan keras ke lantai."Aduhh, gila kamu yah!" Sentak Alkana."Arum! Cepat bantu Alka!" Perintah Lidia, Arum hanya menurutinya dan membantu Alkana berdiri."Kamu mabuk lagi, ha?" Tanya Lidia."Bukan urusan mamih," jawab Alkana lirih sambil tersenyum sinis."Ini semua karena didikan ayahmu yang kurang ajar itu!" Teriak Lidia.Alkana hanya tersenyum sinis."Arum, bawa Alkana ke lantai atas. Bawa dia ke kamarnya, dan ingat! Jangan sampai Oma tau hal ini," ucap Nyonya Lidia penuh penekanan.Arum menganggukan kepalanya, Lidia jalan didepan Arum. Arum mengikuti dibelakangnya sambil mamapah tubuh Alkana yang lebih besar dari dirinya."Berat banget," keluh Arum lirih, dia terus memapah Alkana sambil menaiki tangga.Arum sesekali melihat ke atas, menghitung berapa anak tangga lagi yang harus dia pijak."Tidurkan dia disana," perintah Lidia.Setelah menidurkan Alkana, Arum pamit kepada Lidia."Keluarga ini benar-benar aneh!" Kesal Arum, dia sesekali memijat tangannya yang mulai terasa sakit karna membantu Alkana tadi."Arum kangen banget sama Bapak sama ibu," gumam Arum sambil memejamkan matanya saat sampai didalam kamar.Pagi hari keluarga ini melakukan aktivitas makan pagi bersama, walau tidak diiringi canda tawa. Sangat berbeda dengan apa yang Arum rasakan di rumahnya, kehangatan dalam keluarga disini sama sekali tidak dia dapatkan.Arum pun tersadar, kalau nyonya Lidia ini sepertinya janda. Buktinya sejak awal dia kesini dia tidak melihat ada suami dari nyonya Lidia, bahkan dia tidak mendapati foto nyonya Lidia bersama suaminya dirumah ini. Hanya ada foto majikanya, Oma dan Alkana si pria menyebalkan itu."Kalau jadi janda kaya Raya gini sih aku juga mau," gumam Arum."Ternyata seperti ini sisi buruk keluarga ini, pantas saja Oma merasa kesepian." Sambung Arum dalam hati.Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu, Arum ikut duduk disamping oma karena nyonya Lidia yang menyuruhnya, Arum ditugaskan untuk membantu Oma saat makan. Karena tangan Oma masih lemas jika digerakan.Oma menderita lumpuh sebagian, di bagian tubuh kirinya dari atas kepala hingga kaki. Tapi karena sering berobat diru
"Sadar diri Lo?" Sindir Alka."Apaan sih," ketus Arum"Beliin aja Alka, pakai uang oma aja" pungkas Oma.Ntah mengapa ada perasaan haru dalam benak Arum, padahal baru hitungan hari Oma dan dirinya saling kenal. Tapi Oma sudah perhatian seperti ini pada dirinya."Ga usah Oma, ngrepotin. Arum kan baru dua hari kerja," tolak Arum perlahan."Memangnya kenapa? Ga harus nunggu kerja lama." Paksa Oma, Arum hanya bisa pasrah."Udah deh nurut aja, bersyukur aja Lo dibeliin sama Oma," sinis Alkana."Makasih Oma," ujar Arum sambil tersenyum manis kepada Oma, Oma hanya menganggukan kepalanya.Alkana langsung membayar kalung dan gelang itu untuk Oma dan Arum. Setelah itu Alka langsung memakaikan kalung liontin indah itu di leher Oma."Cantik," puji Alka pada Oma."Alka!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang tidak asing ditelinga mereka bertiga.Kompak mereka menoleh, dan melihat Mona sedang berlari kecil kearah mereka."Mona? Kamu ngapain disini?" Tanya Alkana terkejut."Harusnya aku yang tanya
"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai
Arum membeli dua botol Air mineral, dan empat bungkus roti untuk mengganjal perut.Dia ingin membeli nasi, tapi Arum yakin Alkana tidak akan mau memakannya."Tuan, minum dulu. Sama makan rotinya," tawar Arum sambil menyodorkan satu botol air mineral dan roti pada Alka.Alkana hanya terdiam, tatapanya kosong."Tuan?" Panggil Arum sekali lagi."Brisik Lo! Ga usah so perhatian. Gue masih inget banget kesalahan Lo waktu di restoran!" Sentak Alkana.Arum mendesis pelan, apakah harus sekali membahas hal seperti itu saat sedang dirumah sakit, dan saat ada didalam situasi seperti ini?"Bukan begitu tuan, saya hanya khawatir kalau nanti tuan Alkana ikut sakit. Siapa yang akan merawat Oma dan nyonya Lidia, masa saya? Saya kan hanya seorang pelayan," jawab Arum dengan suara datarnya.Alaka menatap sekilas botol minum dan roti yang masih berada ditangan Arum, tanpa memandang wajah Arum. Alkana langsung menyambar botol dan roti itu.Arum terkekeh pelan melihat tingkah Alkana, "Bilang aja laper!" T
"Brisik kamu, kamu hanya seorang pelayan!" Sentak Mona.Arum menyerit kaget mendapatkan bentakan dari Mona, ingin rasanya dia mendorong tubuh Mona kuat-kuat. Tapi kembali lagi dia sadar posisinya Disini hanya sebagai pelayan."Arum, kamu siapkan baju mamih. Sama sekalian bersihkan diri kamu!" Titah Alkana dengan tegas, Arum hanya acuh lalu masuk ke dalam rumah."Pokoknya aku ga mau tau, kita harus cepet-cepet nikah! Biar aku bisa terus pantau kamu kemanapun kamu pergi!" Seloroh Mona.Mata Alka membulat mendengar penuturan dari kekasihnya itu, menikah? Jangankan memikirkan untuk menikah. Memikirkan masalah yang ada di keluarganya saja bikin kepalanya sudah hampir mau meledak."Astaga Mona, ya ga bisa gitu dong! Kamu tau kan, kita belum dapat restu dari Oma" bujuk Alka.Mona hanya mencebik kesal, "Itu hanya alasan kamu, pokoknya aku mau kita cepat menikah! Kalau tidak aku mau bunuh diri!" Ancam Mona. Alkana langsung memeluk tubuh Mona erat."Jangan gitu dong, iya-iya. Aku usahain deh, a
"Ya emang mau masuk!" Jawab Mona, dia langsung menyelonong masuk kedalam rumah Alkana. Susah tidak ada lagi kecanggungan yang Mona rasakan, mungkin karena hubungan antara Mona dan Alkana sudah lama.Mona langsung duduk di sofa dengan gayanya yang so cantik, Arum bahkan bergidik melihat wanita itu."Cepat panggilkan Alkan!" Perintah Mona, Arum hanya mencebik kesal lalu naik ke lantai dua menuju kamar Alkana.Nyonya Lidia sudah berangkat ke kantor seperti biasanya, hanya saja kemarin dia akan pulang lebih cepat untuk memantau keadaan Oma, ntah kenapa Alkana masih dirumah dan belum berangkat ke kantor. Dan tidak penting juga bagi Arum untuk mengetahui hal itu.Arum sudah berdiri didepan pintu kamar Alkana, wanita itu mengetuk pintu dengan pelan sambil memanggil anak majikanya itu."Tuan Alkana! Ada nona Mona!" Arum sedikit berteriak."Tuan!" Panggil Arum sekali lagi, melihat tidak ada sahutan dari balik pintu Arum berniat akan membuka pintu kamar Alkana, tangan kanannya sudah siap di kno
"Arum, buka pintunya!" Teriak Alkana dari balik pintu. "Buka saja Arum," Arum menganggukan kepala mendengar penuturan Oma.Setelah membuka pintu kamar Arum melihat Alkana sedang menggandeng mesra tangan Mona.Arum dapat melihat dengan jelas tatapan Oma yang tidak suka, apalagi saat melihat kedua pasangan itu masuk kedalam kamar Oma."Mau apa?" Tanya Oma datar."O-oma, aku sama Mona mau minta restu. Sebentar lagi kami akan menikah," tutur Alka.Arum seketika membelakakan kedua netranya kaget, bagaimana bisa seorang Alkana secara serius akan memilih Mona untuk dijadikan seorang isteri, seorang Mona? Sungguh tidak habis pikir.Sedangkan Oma wanita itu menggelengkan kepalanya."Maaf tuan, apa tuan lupa saat ini kondisi Oma harus tetap stabil. Dan tidak boleh tertekan, sepertinya saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan hal penting itu. Mengingat kesehatan Oma yang jauh lebih penting," Arum berkata panjang lebar.Arum sangat peduli dengan kesehatan Oma, bukan karena dia cembu