Arum membawa Oma jalan-jalan ditaman depan rumah nyonya Lidia.
"Rumahnya besar yah Oma?" Arum mencoba memecah keheningan diantara dirinya dan Oma."Besar dan indah, tapi tidak dengan kehidupan didalamnya," ujar Oma lirih, tapi Arum masih bisa mendengar ucapan Oma.Gadis itu terpaku menatap Oma, ada gurat sedih tampak jelas disudut wajah tuanya."Oma mau makan buah?" Tanya Arum, Oma menggelengkan kepala."Sepertinya kamu orang baik," Oma memuji Arum, padahal baru pertama kali dirinya mengenal gadis ini. Tapi dilihat dari sifat dan tingkah laku sudah bisa ditebak kalau Arum adalah gadis baik-baik.Arum hanya tersenyum mendengar ucapan Oma."Aku ingi masuk ke dalam," titah Oma, Arum menurutinya.Saat sudah berada didepan pintu, Arum melihat ada wanita seusianya sedang duduk memainkan ponsel mahal di sofa ruang tamu."Mau apa lagi dia kesini," ketus Oma, Arum ingin sekali bertanya pada Oma tapi urung karena mungkin akan tidak sopan jika dirinya yang bukan siapa-siapa ingin tau dengan kehidupan didalam rumah mewah ini."Ayo cepat, antarkan aku ke dalam kamar," Desak Oma, Arum mempercepat mendorong kursi roda Oma.Baru beberapa langkah memasuki rumah, Wanita yang tadi duduk disofa itu berdiri dan menatap Arum."Eh kamu, ayo cepat ambilkan aku segelas jus jeruk!" Teriaknya tidak sopan."Maaf tapi saya sedang mengurus Oma," tolak Arum."Saya ini tamu! Jadi cepat ambilkan saya jus!" Sentak wanita itu lagi."Kamu tidak berhak menyuruh asisten saya Mona!" Jawab Oma tegas."Ternyata wanita angkuh itu namanya Mona, nama doang yang cantik kelakuan buruk," gerutu Arum dalam hati."Mona itu tamu Disini Oma!" Teriak Mona kembali."Kamu bisa menyuruh pelayan yang lain! Ayo Arum biarkan saja dia, cepat antar aku ke kamar" perintah Oma, Arum langsung menganggukan kepala dan mengantar Oma ke kamar."Dasar tidak sopan kamu pelayan!" Murka Mona pada Arum, karena perintah darinya sudah diabaikan."Tutup pintunya, kalau perlu kunci sekalian!"Arum bergegas melakukan perintah Oma, setelah itu dia membantu Oma turun dari kursi roda dan mendudukanya di ranjang."Ma-maaf Oma, kalau boleh tau wanita itu siapa?" Tanya Arum ragu, dia sudah tidak bisa membendung rasa ingin tahu dalam dirinya.Oma menatap Arum sinis, "Perlu aku jawab?"Arum hanya tersenyum kecut mendengar jawaban Oma."Dia pacar cucuku, tapi aku tidak setuju karena perilaku buruknya selama ini padaku. Tapi percuma saja, omonganku tidak pernah didengar oleh Lidia. Dia selalu saja mendukung cucuku berhubungan dengan wanita kurang ajar itu," Jawab Oma terus terang.Sebenarnya Oma bukanlah tipe wanita yang banyak bicara, tapi ntah kenapa saat pertama kali bertemu Arum. Dia sudah merasa nyaman, dan mungkin Arum bisa dijadikan sebagai tempat untuk menampung ceritanya.Arum hanya mengangguk takdzim mendengar jawaban Oma."Keluarlah, aku ingin tidur. Lebih baik kau makan saja dulu, Rum""Baik Oma, nanti kalau Oma butuh sesuatu. Oma bisa panggil Arum," Oma menganggukan kepalanya dan membiarkan Arum pergi."Sayang, Oma kamu kenapa sih ko kaya benci banget sama aku?" Baru saja keluar dari kamar Oma, suara Mona terdengar ditelinga Arum. Suara yang dibuat begitu mendayu, bahkan Arum bergidik ngeri mendengarnya."Ga papa, ga usah dimasukin hati. Kamu kan tau Oma gimana," jawab Pria didepan Mona.Arum menyerit mendengar suara itu, suaranya tidak asing ditelinga Arum."Aku kangen sama kamu," ujar Mona manja tangannya bergelayut dilengan pria itu."Dih, dasar muka dua," gerutu Arum dalam hati. Wanita itu langsung menuju dapur untuk mengambil makan.Untung saja ada jalan lain menuju dapur, sehingga dia tidak perlu berpapasan dengan Mona dan cucu Oma yang sedang di mabuk kasmaran itu."Eh pelayan baru yah?" Tanya wanita paruh baya seusia ibunya.Arum yang sedang mengambil makan terkejut, seperti sedang mencuri lalu ketahuan saja."I-iya Bu, saya ditugaskan nyonya Lidia untuk mengurus Oma," jawab Arum canggung."Perkenalkan nama saya Tuti, panggil saja Bi Tuti. Tugas saya masak disini," jawab Bi Tuti ramah.Arum menghela nafas sambil bersyukur dalam hati, ternyata didalam rumah ini masih ada orang yang ramah pada dirinya."Em, bi Tuti udah lama kerja disini?" Tanya Arum sambil mendudukan tubuhnya dikursi yang sudah disediakan oleh nyonya Lidia untuk para pelayan."Sudah enak tahunan," jawab Tuti. Arum tersentak kaget bahkan tersedak."Enam tahun? Dirumah ini, ko bisa kuat yah? Padahal nyonya Lidia galak banget," gumam Arum dalam hati."Hayo mikirin apa? Pasti bertanya-tanya kenapa saya betah disini. Iyakan?" Bi Tuti mencoba menebak pikiran Arum.Arum hanya tersenyum canggung mendengar jawaban bi Tuti."Orang disini sebenarnya baik, tapi tegas. Cuma wanita itu tuh yang jahat," Bi Tuti berbisik pada Arum sambil menunjuk kearah Mona."Maksud bibi Mona?" Tanya Arum, bi Tuti menganggukan kepala."Jahat gimana bi?""Nanti lambat lain juga kamu tau, yaudah bibi tinggal yah. Tugas bibi sudah selesai. Sekarang waktunya bibi pulang," pamit Tuti pada Arum.Arum pikir bi Tuti menginap juga dirumah besar ini, ternyata tidak. Mungkin karena tugasnya hanya memasak."Mba tolong ambilkan nus jeruk buat pacar saya," Arum tersentak saat mencuci piring bekas makanya."Ba-baik tuan,"jawab Arum, sedetik kemudian dia langsung terkejut saat menoleh kebelakang, karena mendapati pria ini adalah Alkana."Ya tuhan! Kenapa dunia ini sempit sekali sih!" Alkana mendesis kesal.Arum hanya terdiam mengepalkan tangannya kuat."Kamu kerja disini?" Tanya Alka, Arum hanya terdiam masih kaget dengan kejadian ini."Hei punya telinga tidak!" Sentak Alka,"I-iya, aku kerja disini. Menjadi asisten Oma," jujur Arum.Pria itu mengangguk-anggukan kepalanya."Oke baiklah, cepat buatkan aku jus untuk Mona pacarku! Tidak pakai lama. Kalau lama aku pecat kamu!" Perintah Alkana penuh penegasan.Arum dengan sigap langsung membuatkan jus jeruk itu."Permisi, ini jus nya tuan" ujar Arum sambil menyerahkan nampan berisi jus jeruk itu kepada Mona.Mona langsung mengambilnya dan meminumnya."Alkana! Apa-apaan ini! Kenapa asam seperti ini," teriak Mona sambil berlari menuju wastafel memuntahkan jus yang ada dimulutnya.Mendengar itu Alkana menatap Arum tajam,"Kamu itu sebenarnya bisa kerja gak sih! Ngerjain apa-apa gak bisa!" Sentak Alkana,"Pecat saja dia sayang," Sindir Mona."Jus jeruk memang asam kan? Lagi pula tadi tuan Alkana tidak berpesan kalau harus ditambah gula," jawab Arum dengan penuh percaya diri, Mona melongo mendengar jawaban Arum.Karena baru kali ini, ada seorang pelayan yang berani membela diri di depan Alkana. Karena selama ini setiap pelayan hanya patuh, dan kalau berbuat salah pun mereka hanya bisa meminta maaf tanpa membela diri walau benar sekalipun."Berani banget kamu dasar pelayan!" Sentak Mona."Maaf sepertinya Oma memanggil saya, permisi!" Pamit Arum ketus, lalu meninggalkan Alkana dan pacarnya yang masih salam keadaan kesal."Awas saja kamu, akan aku adukan sama mamih!""Udah-udah biarin aja dia pergi, ngerusak moments saja. Lebih baik kita makan diluar," ajak Alkana. Mona hanya menganggukan kepala lalu bergelayut manja dilengan Alka."Udah-udah, biarin aja dia pergi ngerusak moments saja. Lebih baik sekarang kita makan diluar," ajak Alkana, Mona hanya menganggukan kepala sambil tersenyum dengan tangannya bergelayut manja dilengan Alka."Ayo kita berangkat sekarang," "Mau kemana kalian?" Tanya Oma yang baru saja keluar dari kamar bersama Arum.Mona berdecih kesal mendengar pertanyaan Oma."Mau pergi keluar sebentar Oma" jawab Alkana sambil tersenyum ramah."Semenjak kamu kenal sama wanita ini, waktumu habis hanya untuk mengurusi dia." Sindir Oma pada cucu semata wayangnya."Apa maksud Oma?" Tanya Mona dengan suara memelas, Arum yang melihatnya menaikan bahu tak suka."Oma, Alkana cinta sama Mona," Alkana berusaha membela diri."Kamu memang cinta sama dia, tapi wanita itu cuma cinta sama hartamu!" Sentak Oma.Arum hanya terdiam mendengar perselisihan yang terjadi di antara mereka."Oma!" Sentak Alkana. Oma hanya memalingkan wajahnya."Ayo Arum, antar aku ke dapur," pinta Oma. Arum hanya mampu menurutinya.*Lampu ru
Pagi hari keluarga ini melakukan aktivitas makan pagi bersama, walau tidak diiringi canda tawa. Sangat berbeda dengan apa yang Arum rasakan di rumahnya, kehangatan dalam keluarga disini sama sekali tidak dia dapatkan.Arum pun tersadar, kalau nyonya Lidia ini sepertinya janda. Buktinya sejak awal dia kesini dia tidak melihat ada suami dari nyonya Lidia, bahkan dia tidak mendapati foto nyonya Lidia bersama suaminya dirumah ini. Hanya ada foto majikanya, Oma dan Alkana si pria menyebalkan itu."Kalau jadi janda kaya Raya gini sih aku juga mau," gumam Arum."Ternyata seperti ini sisi buruk keluarga ini, pantas saja Oma merasa kesepian." Sambung Arum dalam hati.Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu, Arum ikut duduk disamping oma karena nyonya Lidia yang menyuruhnya, Arum ditugaskan untuk membantu Oma saat makan. Karena tangan Oma masih lemas jika digerakan.Oma menderita lumpuh sebagian, di bagian tubuh kirinya dari atas kepala hingga kaki. Tapi karena sering berobat diru
"Sadar diri Lo?" Sindir Alka."Apaan sih," ketus Arum"Beliin aja Alka, pakai uang oma aja" pungkas Oma.Ntah mengapa ada perasaan haru dalam benak Arum, padahal baru hitungan hari Oma dan dirinya saling kenal. Tapi Oma sudah perhatian seperti ini pada dirinya."Ga usah Oma, ngrepotin. Arum kan baru dua hari kerja," tolak Arum perlahan."Memangnya kenapa? Ga harus nunggu kerja lama." Paksa Oma, Arum hanya bisa pasrah."Udah deh nurut aja, bersyukur aja Lo dibeliin sama Oma," sinis Alkana."Makasih Oma," ujar Arum sambil tersenyum manis kepada Oma, Oma hanya menganggukan kepalanya.Alkana langsung membayar kalung dan gelang itu untuk Oma dan Arum. Setelah itu Alka langsung memakaikan kalung liontin indah itu di leher Oma."Cantik," puji Alka pada Oma."Alka!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang tidak asing ditelinga mereka bertiga.Kompak mereka menoleh, dan melihat Mona sedang berlari kecil kearah mereka."Mona? Kamu ngapain disini?" Tanya Alkana terkejut."Harusnya aku yang tanya
"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai
Arum membeli dua botol Air mineral, dan empat bungkus roti untuk mengganjal perut.Dia ingin membeli nasi, tapi Arum yakin Alkana tidak akan mau memakannya."Tuan, minum dulu. Sama makan rotinya," tawar Arum sambil menyodorkan satu botol air mineral dan roti pada Alka.Alkana hanya terdiam, tatapanya kosong."Tuan?" Panggil Arum sekali lagi."Brisik Lo! Ga usah so perhatian. Gue masih inget banget kesalahan Lo waktu di restoran!" Sentak Alkana.Arum mendesis pelan, apakah harus sekali membahas hal seperti itu saat sedang dirumah sakit, dan saat ada didalam situasi seperti ini?"Bukan begitu tuan, saya hanya khawatir kalau nanti tuan Alkana ikut sakit. Siapa yang akan merawat Oma dan nyonya Lidia, masa saya? Saya kan hanya seorang pelayan," jawab Arum dengan suara datarnya.Alaka menatap sekilas botol minum dan roti yang masih berada ditangan Arum, tanpa memandang wajah Arum. Alkana langsung menyambar botol dan roti itu.Arum terkekeh pelan melihat tingkah Alkana, "Bilang aja laper!" T
"Brisik kamu, kamu hanya seorang pelayan!" Sentak Mona.Arum menyerit kaget mendapatkan bentakan dari Mona, ingin rasanya dia mendorong tubuh Mona kuat-kuat. Tapi kembali lagi dia sadar posisinya Disini hanya sebagai pelayan."Arum, kamu siapkan baju mamih. Sama sekalian bersihkan diri kamu!" Titah Alkana dengan tegas, Arum hanya acuh lalu masuk ke dalam rumah."Pokoknya aku ga mau tau, kita harus cepet-cepet nikah! Biar aku bisa terus pantau kamu kemanapun kamu pergi!" Seloroh Mona.Mata Alka membulat mendengar penuturan dari kekasihnya itu, menikah? Jangankan memikirkan untuk menikah. Memikirkan masalah yang ada di keluarganya saja bikin kepalanya sudah hampir mau meledak."Astaga Mona, ya ga bisa gitu dong! Kamu tau kan, kita belum dapat restu dari Oma" bujuk Alka.Mona hanya mencebik kesal, "Itu hanya alasan kamu, pokoknya aku mau kita cepat menikah! Kalau tidak aku mau bunuh diri!" Ancam Mona. Alkana langsung memeluk tubuh Mona erat."Jangan gitu dong, iya-iya. Aku usahain deh, a
"Ya emang mau masuk!" Jawab Mona, dia langsung menyelonong masuk kedalam rumah Alkana. Susah tidak ada lagi kecanggungan yang Mona rasakan, mungkin karena hubungan antara Mona dan Alkana sudah lama.Mona langsung duduk di sofa dengan gayanya yang so cantik, Arum bahkan bergidik melihat wanita itu."Cepat panggilkan Alkan!" Perintah Mona, Arum hanya mencebik kesal lalu naik ke lantai dua menuju kamar Alkana.Nyonya Lidia sudah berangkat ke kantor seperti biasanya, hanya saja kemarin dia akan pulang lebih cepat untuk memantau keadaan Oma, ntah kenapa Alkana masih dirumah dan belum berangkat ke kantor. Dan tidak penting juga bagi Arum untuk mengetahui hal itu.Arum sudah berdiri didepan pintu kamar Alkana, wanita itu mengetuk pintu dengan pelan sambil memanggil anak majikanya itu."Tuan Alkana! Ada nona Mona!" Arum sedikit berteriak."Tuan!" Panggil Arum sekali lagi, melihat tidak ada sahutan dari balik pintu Arum berniat akan membuka pintu kamar Alkana, tangan kanannya sudah siap di kno