Beranda / Rumah Tangga / ISTRI KEDUA KU / Mengunjungi Panti

Share

Mengunjungi Panti

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-23 12:25:18

Hari Minggu pagi. Aku dan Fidelya akan pergi ke panti. Fidelya masih berkemas, aku menunggunya ditemani secangkir kopi latte yang hangat. Menyesap wangi kopi tersebut lalu menyeruputnya seketika. Nikmat sekali.

Bi Marni lalu menghampiriku, sesaat setelah tadi menghidangkan kopi, aku memintanya segera kembali. Aku kemudian menaruh cangkir kopi di atas meja.

"Bi, kubur ini pada saat menjelang magrib nanti dekat pagar! Saya dan Fidelya kemungkinan akan menginap di panti!" Aku memberikan bungkusan berwarna putih pada Bi Marni.

"I—ni apa, Den?" tanya Bi Marni ingin tahu.

"Sudah, Bibi gak perlu tahu! Pokoknya, saat menjelang magrib nanti, kubur saja itu. Kalau tidak, nanti Anjani bisa pindah tidurnya ke kamar Bibi!" jelasku.

Bi Marni terlonjak. "Ja—jangan, Den! Bibi takut."

"Nggak perlu takut, Bi! Makanya nanti Bibi kubur saja bungkusan itu, biar semua aman!" titahku. Bi Marni hanya mengangguk.

"Bibi juga harus pastikan, Anjani tidak kelaparan, Bi!"

"Iya, Den!"

Aku mengangguk puas dengan jawaban dari Bi Marni. Aku pun sudah berpesan pada penjaga, agar tidak menerima tamu selama aku tidak ada di rumah.

Fidelya keluar dari dalam kamar dengan dua koper di tangannya. Satu koper kecil dan satu koper besar. Fidelya selalu antusias jika akan pergi ke panti seperti sekarang ini.

Aku dan Fidelya lantas keluar dari rumah menuju mobil. Aku memasukkan koper tadi ke dalam bagasi kemudian duduk di kursi kemudi.

"Bi, kami pergi ya," pamit Fidelya pada Bi Marni.

"Iya, Nyonya. Hati-hati!" balas Bi Marni.

Aku melajukan mobil keluar dari halaman rumah. Rumahku berada di kawasan perumahan elite. Rumah yang sudah aku tinggali selama lima tahun bersama Fidelya. Meski hanya satu lantai, tapi rumahku sangat luas begitu pula dengan halaman depan dan sampingnya yang ditumbuhi banyak pohon dan tumbuhan.

Warga sekitar perumahan tempatku tinggal termasuk cuek. Tidak begitu peduli terhadap sesama. Lima tahun aku dan Fidelya tinggal di perumahan elite ini, aku tidak begitu mengenal siapa saja tetangga rumahku.

Jarak rumah menuju panti cukup jauh. Butuh lima jam perjalanan untuk sampai ke panti. Itulah sebabnya saat ke rumahku, Lukman terpaksa kuizinkan menginap karena hari sudah beranjak malam. Tidak mungkin aku membiarkannya pulang malam hari dengan menempuh perjalanan selama lima jam.

***

Akhirnya aku dan Fidelya sampai di panti. Aku memarkirkan mobil di halaman panti yang luas. Di teras luar, anak-anak tengah bermain.

Aku dan Fidelya lalu turun dari mobil. Aku mengeluarkan dua koper dari bagasi lalu melangkah masuk ke dalam panti.

Fidelya mengucap salam. Ternyata di dalam, Ibu sedang bersama Nabila, istri Lukman. 

Aku bersimpuh di kaki Ibu yang sekarang duduk di kursi roda dan memeluknya begitu juga Fidelya.

Ibu membingkai wajahku. "Nuka? Fidelya? Kalian baik-baik saja, Nak?" tanya Ibu tidak percaya.

Aku mengangguk. "Aku baik, Bu!" ucapku seraya menciumi punggung tangan Ibu.

"Fidelya juga baik, Bu! Maaf kami baru bisa kemari, ya, Bu!" ujar Fidelya.

Ibu mengangguk. Matanya berkaca-kaca. "Ibu senang kalian datang. Ibu rindu sekali dengan kalian."

Aku kembali memeluk Ibu. Meski hanya Ibu panti, tapi kasih sayang Ibu selalu tulus untuk semua anak-anaknya.

 

***

Aku duduk di teras loteng. Dari sini, aku bisa melihat anak-anak panti tengah bermain di bawah sana. Anak laki-laki dan perempuan, berbaur menjadi satu. Mereka tampak begitu riang. Didampingi dua orang pengawas panti. Fidelya pun ikut bergabung sembari memberikan hadiah yang sudah disiapkannya.

Sementara Ibu, harus beristirahat jika siang hari seperti sekarang. Kesehatannya yang semakin menurun, membuatnya tak bisa lagi leluasa bergerak seperti dulu.

Melihat anak-anak panti, membuat ingatanku ikut terlempar pada saat dulu tumbuh dan besar di panti ini.

Panti yang selalu menerapkan hidup disiplin, membuatku menjadi orang yang menghargai waktu. Membentuk pribadiku, menjadi orang yang selalu bersungguh-sungguh saat mengerjakan sesuatu.

Sampai akhirnya aku bisa seperti sekarang, menjadi owner dari sebuah pabrik. Aku yang tidak pernah main-main dalam meraih sesuatu, membuatku berhasil memiliki pabrik seperti sekarang.

Pabrik yang memproduksi sandal dan sepatu berbahan kulit asli. Mulai dari bagian sol hingga aksesorisnya, aku selalu memakai bahan dengan kualitas terbaik.

Pabrik yang sudah berjalan lima tahun, berhasil aku pertahankan. Meski sekarang, aku menggunakan bantuan Anjani dalam menjalankannya. Itu bukan masalah bagiku. Asalkan pabrik dapat bertahan, apapun pasti aku lakukan.

Setahun ke belakang, pendapatan pabrik merosot tajam. Dua mobil dan satu rumah bahkan rela aku jual agar pabrik tetap bisa beroperasi. Bukan balik modal, barang justru macet dikeluarkan. Jangankan untung, pendapatan pabrik justru semakin tidak jelas.

Ketika itu, aku berada di titik paling putus asa. Sempat terbersit untuk menutup pabrik jika begitu terus. Hardi pun pernah memberi usul, agar pabrik menurunkan standar produksi. Membuat sandal dan sepatu yang dapat dijangkau kaum menengah ke bawah.

Namun tidak aku gubris. Itu bukan target pasarku. Target pasarku adalah kaum elite menengah ke atas yang memiliki standar penampilan yang tinggi.

Hingga akhirnya aku yang ketika itu mencari ketenangan di kafe, tidak sengaja mendengar obrolan orang asing yang duduk di kursi belakangku. Obrolan tentang pernikahan dengan makhluk halus yang dapat memberikan kekayaan dengan cepat.

Obrolan itu menyita perhatianku. Sehingga Hardi kupaksa untuk mencari tahu kebenaran hal tersebut. Akhirnya, Hardi berhasil. Dia membawaku ke kaki gunung yang ada di kampung halaman istrinya di daerah paling timur. Tempat yang jauh dari rumah penduduk lain. Dan terjadilah pernikahanku dengan Anjani, setelah sebelumnya aku melakukan ritual mandi kembang tujuh rupa. Pernikahan yang dilakukan tepat di saat bulan purnama tengah bersinar terang.

Seperti sekarang inilah hasilnya. Pabrik mulai stabil. Orderan masuk kembali banyak. Bahkan mulai dilirik pasar luar. Benar-benar menakjubkan.

Kemungkinan aku menginap dua hari di panti ini. Selama aku tidak di rumah, Anjani pasti akan berubah setiap malam. Maka dari itu, Bi Marni kuperintahkan mengubur bungkusan yang isinya gulungan rambut kusut milik Anjani. Dengan begitu, Anjani tidak dapat keluar dari area rumahku selama aku tidak ada di rumah.

Fidelya tidak pernah tahu Anjani sebenarnya. Fidelya hanya tahu kalau Anjani merupakan anak dari partner bisnisku yang ditinggal pergi oleh tunangannya saat pernikahan sudah mendekati hari-H. Aku diminta menggantikan mempelai pria yang kabur untuk menutupi malu keluarga Anjani. Aku bilang saja, kalau Ayah Anjani sampai meninggal karena pernikahan Anjani yang sampai batal. Sebagai imbalannya, aku diberikan warisan peninggalan Ayah Anjani.

Aku pun mengatakan kalau pabrik memang sedang benar-benar membutuhkan modal yang besar agar tidak sampai gulung tikar. Fidelya percaya, sehingga pernikahan beda alam antara aku dan Anjani pun terlaksana.

Entah bagaimana reaksi Fidelya andai dia tahu siapa Anjani itu sebenarnya. Tapi, aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi. Fidelya tidak akan pernah mengetahui siapa Anjani sebenarnya. 

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KEDUA KU   Kabar Baik Dari Fidelya (ENDING)

    POV Author*Enam bulan berlalu …•••••Enam bulan sudah Nuka dan Fidelya tinggal di desa. Mereka mampu beradaptasi, baik dengan lingkungan maupun warga sekitar dengan sangat baik.Setelah enam bulan, Nuka Dan Fidelya sudah mengenal dan mulai berbaur dengan warga lain yang menjadi tetangganya. Berbeda sekali dengan kehidupan saat di kota.Tinggal di komplek perumahan elite, yang rata-rata penghuninya jarang sekali ada di rumah. Membuat Nuka dan Fidelya tidak begitu mengenali tetangganya dulu.Hari ini, akan diadakan acara di masjid besar desa mereka. Para wanita bersama-sama memasak di dapur umum. Memasak makanan yang akan di makan secara bersama-sama nanti malam. Sedangkan para pria, bertugas menyiapkan bahan yang akan dimasak oleh para wanita dan sebagian lagi membuat dodol di halaman depan masjid."Neng Fifi, kamu sakit? Kelihatannya pucat begitu?" tanya Teh Lilis kepada Fidelya.Teh Lilis yang yang tengah mengiris-iris bawang merah, merasa bahwa Fidelya sepertinya sedang tidak se

  • ISTRI KEDUA KU   Pindah Ke Desa

    POV Author.*************Nuka dan Fidelya turun di terminal bus. Setelah lima jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di terminal bus terakhir menjelang sore hari. Mereka turun dari bus hanya membawa tas berisi pakaian yang dijinjing oleh Nuka. Setelah turun dari bus, Nuka beserta Fidelya berjalan menjauh dari area terminal.Mereka menyebrang jalan, kurang lebih dua puluh menit mereka tiba di pangkalan ojek. Kemudian menaiki ojek agar sampai di desa yang akan menjadi tempat baru bagi mereka. Desa yang belum padat penduduk. Sesuai dengan arahan A Azmi.Ibarat kata, Nuka saat ini sudah belangsak. Sudah benar-benar miskin. Tidak punya apa-apa lagi. Harta dan jabatan yang dulu begitu dia bangga-banggakan, untuk sekarang, semua itu tidak bisa menolongnya. Semuanya lenyap. Semuanya hanya semu. Nuka telah tertipu rayuan dan hasutan ibl*s terkut*k.Beruntung, Fidelya ada membersamai Nuka. Dalam kondisi seburuk apapun. Di situasi tersulit sekalipun. Fidelya akan selalu pasang badan untuk suami

  • ISTRI KEDUA KU   Ketulusan Fidelya

    POV NUKA***********Saat aku memasrahkan hatiku menerima semuanya. Rasa panas yang sedari tadi menjalar, perlahan sirna. Berganti menjadi rasa perih. Seperti goresan luka yang sengaja ditabur garam. Perih tak terkira.Tubuhku menjadi lemas dan rasanya aku pun tidak sanggup menahan tubuhku sendiri. Aku terkulai. Tidak kuat menahan berat badanku. Tubuhku terasa merosot dengan sendirinya. Aku bisa merasakan tubuhku luruh perlahan ke dalam sungai dan terbaring. Namun, anehnya. Aku tidak merasakan air sungai yang tadi begitu dingin, pada kulitku saat ini. Aku justru merasakan perih di seluruh kulitku.Ah entahlah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi. Aku serahkan semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Apa pun yang terjadi, aku siap menerimanya. Pun dengan Fidelya yang akan tetap menerimaku.Aku merasakan bahuku ditarik untuk bangkit. Kubuka mata. Benar saja, tubuhku kini sudah terduduk di dasar sungai. A Azmi berada di samping, memegangi bahuku. Serta Lukman berada di ujung kakiku. Pakaian m

  • ISTRI KEDUA KU   Dia Bukan Istrimu!

    POV NUKA*************"FIDELYAAAA!" Aku berlari. Tubuhku membeku seraya menatap aliran air yang deras di bawah sana."Apa yang kamu lakukan, Fi?" teriakku pada suara gemuruh air yang mengalir.Tanpa berpikir lagi. Aku bersiap untuk menyusul Fidelya di bawah sana."NUKAAA!" Teriakan seseorang menghentikan gerakanku yang sudas siap untuk terjun.Dari arah padepokan, nampak A Azmi berlari mendekat ke arahku. "Mau apa kamu?!!" sentaknya, serta merta menarik tanganku. Hingga aku menjauh dari tepian jembatan gantung."Istriku, A! Istriku. Fidelya menceburkan diri ke bawah sana. Aku mau menolongnya, A! Aku harus cepat sebelum Fidelya terbawa aliran sungai lebih jauh!" jawabku panik.Raut wajah A Azmi seperti kebingungan. "Fidelya menceburkan diri? Fidelya tinggal di padepokan perempuan, di belakang sana, Nuka!"Aku menggeleng. "Tapi aku melihatnya sendiri, A! Aku melihatnya dengan jelas, Fidelya melompat ke bawah sana!" ucapku dengan meninggikan suara.PLAKK!Aku memegangi pipi yang ditampa

  • ISTRI KEDUA KU   Banyak Godaan

    POV NUKA***********Aku berdiri di atas sajadah. Memulai salat taubatku.Baru selesai takbiratul ihram. Angin kencang menerpa tubuhku. Angin yang masuk melalui jendela rumah ini begitu kencang hingga menggoyahkan kedua kakiku.Aku merasa tidak kuat. Dengan terpaan angin yang seperti badai ini. Rasanya, aku akan menghentikan saja salatku ini.BRUKKKH!Darah segar muncrat dari dalam mulutku. Bersamaan dengan terpentalnya tubuhku membentur pintu kayu rumah ini. Dadaku terasa didorong begitu kuat saat tengah salat tadi."MAS!" pekik Fidelya, berlari mendekat padaku. Begitu juga Lukman dan A Azmi yang panik. Lukman membersihkan darah yang mengotori alas rumah ini yang dari papan kayu."Mas kamu baik-baik saja 'kan, Mas?" Fidelya bertanya khawatir. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku tak mampu menjawab. Kupegangi kuat-kuat dada yang terasa sesak. "Bagaimana ini A?" Fidelya bertanya pada A Azmi. Nada suaranya terdengar begitu cemas. Namun tangannya kini sibuk membersihkan sisa

  • ISTRI KEDUA KU   Menuju Taubat

    POV NUKA**********"Kenapa, Mas?" Fidelya bertanya heran."Apa Ibu tahu perbuatanku, Fi?"Fidelya menghela nafasnya lalu menggeleng. "Nggak, Mas. Tapi kata Mas Lukman, Ibu ingin sekali bertemu kamu. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu. Bahkan Mas Lukman sampai harus berbohong pada Ibu tentang kita."Fidelya menggamit lenganku. "Ayo, Mas. Kita segera pergi."Aku hanya mengangguk. Fidelya lalu menyetop angkutan umum. Baru kali ini lagi, aku menaiki angkutan umum. Rasanya tidak nyaman. Panas dan sesak. Karena penuh dengan penumpang.Entah ke mana Fidelya akan membawaku. Aku mengikut saja. Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya hari ini di hadapanku. Aku juga masih tidak menyangka, bahwa Fidelya menggagalkan perjanjianku atas bantuan Lukman serta Nabila. Aku pikir, mereka tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang Fidelya katakan tadi.Setelah setengah jam. Fidelya meminta turun di terminal bus. Lalu Fidelya mengajakku menaiki bus antar kota.***Badanku terasa diguncang-guncang.

  • ISTRI KEDUA KU   Fidelya Masih Peduli

    "Fidelya?" Aku berucap lirih.Seakan tidak percaya. Bahwa di hadapanku saat ini adalah Fidelya. Bagaimana bisa? Tiga bulan aku sudah mengabaikannya. Aku tidak memiliki keberanian untuk mencari apalagi bertemu dengannya setelah miskin seperti sekarang.Namun, nyatanya. Saat ini Fidelya ada di sini bersamaku. Nyatanya, Fidelya yang menarik tubuhku. Serta menggagalkan rencanaku mengakhiri hidup.Aku pikir. Fidelya tidak akan pernah kembali padaku lagi.Aku kira, Fidelya sudah tidak peduli lagi. Karena marah dan kecewa atas semua yang sudah kujalani.Tapi hari ini. Fidelya yang berada di hadapanku. Fidelya membantuku untuk bangkit. Lalu memapahku menuju bangku warung kopi tadi."Mas, mau bunuh diri? Orang lain mah berdoa biar panjang umur. Ini malah pengen mati. Nggak punya otak tah, Mas?" cerca ibu pemilik warkop di dalam sana."Iya, Mas! Kalau punya masalah itu, diselesaikan. Dipikir mati bisa menyelesaikan masalah?" sambung pria lain, yang juga duduk di bangku warkop ini."Iya! Dipikir

  • ISTRI KEDUA KU   Putus Asa

    Sesuatu yang mendesak meminta dikeluarkan. Membuatku harus terbangun dari tidur. Secepatnya aku bangun dan ke kamar mandi. Selesai dengan urusan yang mendesak. Aku hendak mandi. Namun, luka di kakiku masih terasa sakit. Serta jahitan di kepalaku entah aman atau tidak jika terkena air. Mengingat ini jahitan yang dilakukan di sebuah puskesmas pelosok desa. Aku meragukan kualitasnya.Dengan malas, akhirnya aku hanya membasuh muka saja. Lantas aku keluar dari kamar mandi. Hari sudah siang rupanya. Cahaya sudah menerobos melalui jendela kamar ini.Aku berjalan menuju meja nakas. Menyalakan ponsel yang mati sejak kemarin. Setelah ponsel menyala dan kuperiksa ternyata banyak sekali pesan yang masuk.Namun, tidak ada satu pun pesan dari Fidelya. Aku menghela nafas. Apa Fidelya benar-benar tidak mau bersamaku jika aku masih berusaha meneruskan perjanjianku ini?Kenapa Fidelya tidak mau mengerti. Kalau semua ini, aku lakukan untuknya.Lalu kucoba menghubungi nomor Fidelya. Tersambung tapi tidak

  • ISTRI KEDUA KU   Di Desa Terpencil

    Aku mengerjap. Setelah mataku terbuka sempurna. Aku mendapati langit-langit bercat putih serta lampu yang menerangi.Entah dimana aku saat ini. Aku melirik ke kanan dan kiri dengan ekor mata, hanya terdapat tirai berwarna hijau. Sepertinya aku tengah berbaring di brankar pasien.Kepalaku terasa ngilu. Begitu juga dengan kaki sebelah kananku. Perlahan aku coba mengingat apa yang sudah terjadi padaku.Belum sempat aku mengingatnya. Seorang wanita berpakaian layaknya dokter datang menghampiri."Sudah sadar Pak?" tanyanya seraya tersenyum ramah.Sadar? Apa aku pingsan? Aku tak menjawab pertanyaannya."Dicek dulu ya, Pak," ujarnya lagi. Lalu memeriksa keadaanku layaknya aku orang sakit yang tengah berobat."Ini dimana?" Aku bertanya ketika wanita itu sudah selesai memeriksa."Ini di puskesmas desa, Pak," jawabnya.Keningku melipat. Puskesmas desa? Aku semakin tidak paham."Bapak dibawa kemari dengan luka parah di kepala, menyebabkan 20 jahitan. Bapak ditemukan tidak sadarkan diri di dalam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status