Share

ISTRI KESAYANGAN OM BARA
ISTRI KESAYANGAN OM BARA
Penulis: Lavinka

Bab 1. Pemaksaan

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-11 05:35:00

“Pokoknya, aku nggak mau tahu, kamu harus menerima pinangan dari keluarga Sanjaya!”

Bagaikan disambar petir di siang hari bolong. Tisa berharap jika apa yang baru saja dikatakan oleh Pamannya–Galuh Wararui– itu hanyalah sekedar gertakan saja, bukan keharusan yang membuatnya harus kehilangan masa depan.

Dia baru berusia 19 tahun, lulus SMA saja belum lama, dan kini harus menikah di usia muda? Tidak pernah terlintas dalam benak Tisa Ratu Ayu untuk menjadi seorang istri di usia belasan tahun.

Gadis itu menatap pamannya dengan pandangan memohon. “Paman, tolong batalkan rencana ini! Tisa gak mau. Tisa masih pengin nyari duit sendiri.” Tisa menangkup kedua tangan, lalu saling digosokkan.

“Tisa, kamu itu bukanlah anak kecil lagi. Kamu sudah dewasa. Kamu harus tahu apa itu balas budi. Kalau kamu lupa, semua yang sudah Paman berikan ke kamu tidaklah sedikit, banyak, dan mahal,” sahut si Paman perhitungan.

Tisa semakin menunduk, meremas ujung dress bunga yang dipakainya. Surai panjangnya yang terurai jatuh menutupi wajah. “Tapi, Tisa gak mau nikah, Paman,” rintihnya menangis.

”Arghh!” teriak Galuh. Jari telunjuknya mengacung tepat di depan muka si keponakan, sedangkan wajah si paman sudah memerah menahan amarah. “Kalau bukan karena anakku yang kabur, aku juga gak bakalan nyuruh kamu, Bodoh! Keluarga Sanjaya itu adalah keluarga terpandang, tentunya aku bakalan kecipratan harta mereka. Tapi, gara-gara si Ratna, aku harus kehilangan semuanya!”

“Ja-di, Tisa hanya sebuah alat yang digunakan Paman sebagai pengganti Ratna?” gumamnya tak percaya. Tisa memberanikan diri untuk menatap Galuh. “Jadi, yang seharusnya menikah adalah Ratna, Paman? Bukan aku?”

Galuh mendengkus, berdiri dengan wajah tidak peduli. “Sudahlah! Kamu gak usah banyak tanya. Pokoknya, kamu harus pergi mandi sekarang juga! Terus, bersiap dan kenakan pakaian terbaikmu. Satu jam lagi, Paman akan menjemputmu!” ujarnya final.

“Tapi, Tisa nggak mau, Paman!” Ia menangis tergugu sambil berlutut di depan pamannya.

“Jika sekali lagi kamu mencoba mengulur-ulur waktu, Paman gak segan menjualmu ke rumah bordil!” Ancaman itu terdengar begitu menakutkan.

Tisa menggeleng panik. “Jangan, Paman! Tolong jangan lakukan itu!” pinta Tisa dengan air mata berlinang.

Bagi Tisa, rumah bordil bukanlah pilihan. Mungkin, menjadi istri dari salah satu anak Sanjaya jauh lebih baik daripada harus menjajakan tubuhnya di tempat seperti itu.

***

Kini, Tisa akhirnya sampai di depan sebuah gerbang tinggi di mana di dalamnya adalah milik keluarga Sanjaya, calon mertuanya. Melihat rumah bak istana di depannya, membuat gadis itu insecure. Apalagi, ketika pandangan pertama yang menyambut mereka adalah ruang tamu layaknya istana.

Tisa meremas tangannya sendiri. Semuanya bernuansa emas. Dari cat dinding, pilar-pilar tinggi, dan semua perabotan lainnya. Untuk bagian sudut kanan dan kiri diisi dengan banyak guci-guci besar yang harganya pasti mahal.

“Ekhem!”

Ketika mata gadis itu sibuk menjelajah ruangan, suara deheman dan langkah kaki dari depan membuat Tisa tersentak.

Matanya membelalak, melihat kedatangan dua orang lelaki tampan bak pangeran kerajaan. Mereka seolah baru saja keluar dari pintu ajaib yang berasal dari salah satu koridor istana. Mereka adalah Bara Langit Sanjaya, 35 tahun, dan adiknya Danandra Langit Sanjaya.

Sebelum berangkat ke sini, ia sempat browsing dan mencari tahu siapa-siapa saja keluarga Sanjaya. Lalu, pria yang berpenampilan kurang rapi, bahkan terkesan berantakan itulah yang dimaksud oleh pamannya.

Dua kancing kemeja terbuka, lalu lengan kemeja digulung asal hingga siku, rambut berantakan, itulah gaya khas seorang Bara. Pria matang yang pastinya digilai banyak wanita di luar sana.

Bodohnya, rona merah serta-merta langsung mewarnai pipi Tisa saat mata Bara tertuju padanya. Dia langsung menunduk malu karena ketahuan sedang meneliti paras rupawan calon suaminya.

“Membungkuk, Tisa!” Pamannya segera menepuk bahu sang keponakan.

“O-oh!” Saking gugupnya, Tisa justru menyenggol salah satu vas bunga yang berada tepat di sampingnya.

Pyarrrrr.

Suara itu begitu keras dan menggema sehingga membuat mata Tisa membelalak. “Matilah aku sekarang!” gumamnya ketakutan.

“Kau!”

Tisa bisa merasakan tatapan Galuh begitu tajam terarah padanya. Namun, sebisa mungkin dia mengabaikannya dan terus menunduk bersalah. “M-maaf, T-tuan! S-saya ak–” Sebelum dia sempat melanjutkan, suara kekehan hingga dengkusan dari arah depan segera menyambutnya.

“Dasar ceroboh!”

Tisa menahan diri untuk tidak melihat wajah orang yang menyindirnya. Bibirnya mengerucut lucu, apalagi saat mengetahui Baralah yang menyindirnya.

Sanjaya tersenyum kecil melihat ekspresi cemas Tisa, dia melirik ke arah anak pertamanya–Bara–, kemudian berkata, “Bar, ajak calon istrimu untuk berkeliling rumah ini!”

“Baik, Pah.” Bara lantas berjalan menuju Tisa–calon istrinya– yang kini semakin merunduk, takut. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. “Mari!” Tangannya terangkat ke udara, tepat di depan calon istrinya.

Tisa menelan kasar, melirik takut-takut akan keberadaan Bara yang begitu dekat dengannya. Dia bahkan bisa mencium aroma wangi yang menguar dari tubuh pria tersebut. Namun, gadis itu langsung mundur hingga beringsut ke belakang tubuh pamannya.

“Tisa, apa yang kamu lakukan?” Galuh segera tersenyum canggung dan langsung menarik–hampir menyeret– lengan Tisa agar tidak bersembunyi di belakang tubuhnya. “Ikutlah dengan calon suamimu!”

“Apa aku semenyeramkan itu?” Bara sedikit tersinggung. Jelas, selama ini sudah banyak wanita yang rela antri, bahkan bertekuk lutut agar mendapatkan perhatiannya. Namun, ada apa dengan gadis di depannya? Apa dia tidak normal?

“Tapi, Paman….” Tisa langsung bungkam saat dirinya terus didorong oleh Galuh untuk mendekati calon suaminya.

“Ayo!” Bara masih berusaha untuk tetap sabar, walau dalam hati sudah meledak-ledak. Awalnya, dia ingin menolak perjodohan itu. Akan tetapi, ayah mengancam akan menendangnya dari kartu keluarga. Sial sekali bukan nasibnya.

Bara mulai muak dengan sikap calon istrinya. Dia sedikit mendekatkan tubuhnya dan berbisik, “Aku gak akan menjualmu jika itu yang kamu takutkan!”

Tisa mendongak kaget, apalagi jarak wajah mereka yang cukup dekat. Dia sedikit mundur, kemudian mengangguk takut-takut.

Bibir Bara tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. Kini, dia mengambil tangan Tisa yang mungil. Keningnya heran saat merasakan tautan tangan mereka yang begitu pas dalam genggaman. Ada kehangatan di sana yang selama ini tak pernah pria dewasa itu temukan.

“Apa kamu begitu takut padaku? Tanganmu berkeringat,” celetuk Bara. Dia sedikit menahan senyum saat menyadari jika calon istrinya gugup. Kini, mereka baru saja berbelok menuju lorong luas yang di setiap dindingnya memiliki lukisan, atau beberapa potret keluarga Sanjaya.

Tisa mendongak untuk melihat wajah tanpa ekspresi di sampingnya. Bara terlalu tinggi untuk dirinya yang berpostur kecil. Jika tadi dia hanya melihat sekilas wajah calon suaminya, kini setelah mengamati dari samping dia bisa menyimpulkan, kalau Bara memang tampan, bahkan terlalu tampan untuk menjadi suaminya.

“Iya, aku tahu, kalau aku tampan. Kamu pasti merasa insecure, ‘kan, nikah sama aku?”

“Eh, kok, Om tahu?”

“What? Om!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 47. Kembali

    “Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 46. Terungkap

    “Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 45. Penyesalan

    “Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 44. Mengantar Nyawa

    “Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 43. Kabur

    Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi

  • ISTRI KESAYANGAN OM BARA    Bab 42. Keributan

    “Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status