Home / Romansa / ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU / Bab 4 Pria Yang Tak Sepenuhnya Jujur

Share

Bab 4 Pria Yang Tak Sepenuhnya Jujur

Author: Kiamood
last update Last Updated: 2025-07-23 16:48:47

“Aku… melihat pintunya terbuka…”

Dia langsung menutup kotak itu. “Itu adikku,” katanya, suaranya melembut.

Aku menatapnya. “Apa yang terjadi padanya?”

Dia tidak menjawab. Hanya berkata, “Jangan sentuh kotak itu lagi.”

**

Malam harinya, aku terbangun oleh suara di luar jendela balkon. Aku berdiri perlahan, menepi ke tirai, lalu mengintip.

Reyhan. Di kebun belakang. Sedang menelepon seseorang.

Suara pelan, tapi nadanya penuh tekanan.

“Kita harus segera menemukannya. Alya tidak boleh muncul sebelum semuanya selesai.”

Jantungku seakan berhenti berdetak.

Dia mencari Alya? Tapi… kenapa? Dan apa maksud ‘tidak boleh muncul sebelum semuanya selesai’?

Keringat dingin membasahi punggungku. Tanganku menggenggam tirai erat-erat.

Apakah Reyhan tahu di mana Alya? Apakah… dia menyembunyikan sesuatu lebih besar dari yang bisa kubayangkan?

Tapi sebelum aku bisa berpikir lebih jauh… Reyhan menoleh.

Ke arah balkon.

Ke arah tempatku berdiri diam seperti patung.

Dan untuk pertama kalinya, aku melihat sesuatu di matanya. Bukan hanya rahasia…

Tapi ancaman.

Aku terperangah.

Kupikir aku hanya sedang menjalani hidup sebagai pengganti. Kupikir satu-satunya yang kusembunyikan hanyalah identitasku. Tapi malam itu… semua keyakinan itu hancur hanya karena satu kalimat dari mulut Reyhan.

Dari balik tirai yang hanya sedikit terbuka, aku mendengarnya berbicara di telepon—nada suaranya dingin, penuh tekanan, dan terdengar… berbahaya.

 "Alya tidak boleh muncul sebelum semuanya selesai."

Kata-kata itu menancap seperti duri di dadaku. Alya? Tidak boleh muncul? Selesai? Apa yang sedang disembunyikan? Bukankah dia—seperti yang selalu kutebak—hanya pria yang ikut terseret dalam kekacauan keluarga?

Tapi malam itu aku mulai bertanya-tanya…

Siapa sebenarnya Reyhan Altan?

Keesokan paginya, dia bersikap seperti biasa. Seolah malam yang penuh misteri itu tidak pernah ada. Dia mengetuk pintu kamarku dengan santai dan berkata dengan nada ringan, “Temani aku makan siang, ya?”

Aku mengangguk, mencoba bersikap biasa. Tapi pikiranku penuh dengan pertanyaan yang tidak bisa kuhentikan. Senyum Reyhan terlihat hangat, tapi di matanya—ada sesuatu yang tidak bisa kuartikan. Dingin? Atau pura-pura?

***

Di dalam mobil hitam yang melaju dengan kecepatan stabil, hanya ada suara radio instrumental klasik yang menemani. Seolah semua ini hanyalah adegan normal antara sepasang suami istri.

“Besok kita akan menghadiri acara keluarga besar,” katanya tanpa menoleh.

“Acara apa?” tanyaku, berusaha menjaga nada suaraku tetap datar.

“Ulang tahun kakekku. Semua keluarga akan hadir, termasuk paman-paman yang… menyebalkan,” ujarnya sambil menyeringai kecil. “Dan kita harus tampil meyakinkan.”

Aku menarik nafas pelan. Lagi-lagi ‘meyakinkan’. Kata itu terdengar seperti mantra di pernikahan palsu ini.

Restoran yang kami datangi terletak di lantai atas sebuah gedung dengan pemandangan kota. Interiornya elegan dan sepi, membuat percakapan sekecil apa pun terasa menggema.

Reyhan menarik kursi untukku, sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya darinya. Sikap sopan yang justru membuatku semakin gelisah.

Setelah memesan makanan, dia menatapku tanpa suara. Lama. Hingga aku merasa tak nyaman.

“Ada yang ingin kau tanyakan?” suaranya tenang, tapi penuh tekanan.

Aku menggeleng cepat. “Tidak.”

“Kau yakin?” Dia menyilangkan tangan. “Karena aku merasa… kau mulai menghindari mataku.”

Jantungku berdegup. Dia memperhatikan.

“Aku hanya lelah,” jawabku cepat.

Dia tersenyum tipis. “Kita semua lelah, Alia. Kau bukan satu-satunya yang sedang berpura-pura.”

Setelah makan siang, kami berjalan di taman belakang restoran. Udara sore cukup sejuk, tapi dalam diriku badai tengah berkecamuk. Aku merasa seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Reyhan menggenggam jemariku. Untuk pertama kalinya. Genggamannya hangat… tapi ada ketegangan yang sulit dijelaskan.

“Sampai kapan kau akan membenciku?” bisiknya pelan.

Aku menatap matanya. “Aku tidak membencimu.”

“Tapi kau tidak percaya padaku.”

Aku terdiam. Karena dia benar.

“Percaya itu butuh waktu,” kataku akhirnya.

Dia mengangguk pelan, tapi ada kilat gelap di matanya. “Waktu bisa jadi sekutu… atau musuh paling berbahaya.”

Dan tiba-tiba, aku merasa seperti sedang berdiri di samping orang asing.

***

Malamnya, aku kembali membuka kotak rahasia Alya. Di dalamnya, ada potongan foto, kertas-kertas catatan, dan secarik tulisan tangan kakakku.

 “Jika sesuatu terjadi padaku, cari tahu tentang proyek Vienta.”

Vienta? Apa itu nama perusahaan? Proyek penelitian? Atau hanya kode?

Besoknya, dengan dalih butuh ‘ketenangan’, aku pergi ke perpustakaan kota. Mencari informasi soal Vienta. Tak ada hasil konkret. Tapi satu blog pribadi menarik perhatianku.

 “Vienta bukan perusahaan. Itu sandi untuk proyek rahasia keluarga Altan. Proyek yang tak pernah disebut secara publik.”

Altan. Keluarga Reyhan.

Tanganku gemetar saat menyalin informasi itu ke dalam buku jurnal. Tapi sebelum sempat menutupnya…

Pintu kamar terbuka.

Reyhan berdiri di ambang pintu. Menatapku tajam.

“Apa yang kau sembunyikan, Alia?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 17 – Kamar di Lantai Atas

    Langkah kaki itu berhenti. Di atas sana, entah siapa yang sedang berdiri di ujung tangga. Aku tak bisa melihatnya jelas dari bawah. Tapi suara langkahnya… pelan, berat, seperti ragu. Tapi cukup keras untuk terdengar di malam yang nyaris senyap ini. Aku dan Reyhan saling pandang. “Siapa di atas?” tanyaku pelan. Reyhan langsung melangkah ke arah tangga, tapi aku menahan lengannya. “Jangan. Kalau itu… sesuatu yang kita belum siap hadapi…” “Kalau kita terus diam, justru bahayanya makin besar,” katanya tenang, tapi aku tahu dia juga tegang. Matanya menatap tajam ke atas, lalu dengan pelan, ia mulai menaiki anak tangga satu per satu. Aku mengikuti di belakangnya. Setiap kayu di bawah kaki kami berderit. Rumah ini sudah lama, dan setiap sudutnya seperti menyimpan rahasia yang sengaja dikunci rapat. Sampai akhirnya kami tiba di lantai atas. Tidak ada siapa-siapa. Lorong itu gelap. Hanya ada satu cahaya redup dari lampu kamar tamu yang dibiarkan menyala. Pintu-pintunya tertutup semu

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 16 – Jejak yang Tak Pernah Hilang

    Pagi itu, aku dan Reyhan berjalan menyusuri sisi belakang rumah tua yang sudah lama tak dihuni. Tanahnya becek, dipenuhi ranting dan daun gugur. Tapi yang membuatku berhenti melangkah adalah jejak sepatu yang belum lama tercetak di tanah. “Ini bukan jejak kita,” gumamku pelan, sambil jongkok dan menyentuh bekas tapaknya. “Masih baru.” Reyhan ikut menunduk, wajahnya berubah serius. “Ada yang datang sebelum kita…” Kami saling pandang. Tidak ada yang bicara, tapi pikiran kami sama: kami diawasi. Tak jauh dari situ, di balik pagar kayu yang hampir roboh, aku menemukan sisa bungkus permen dan puntung rokok. Masih hangat saat disentuh. “Reyhan… kayaknya kita gak sendirian dari tadi,” kataku sambil melirik ke arah jendela dapur rumah tua itu. “Apa mungkin… ada yang ngikutin kita?” Reyhan mengangguk, rahangnya mengeras. “Aku curiga udah dari kemarin. Tapi ini bukti pertama.” Aku menggenggam lengannya. “Kalau gitu… sekarang kita harus cari tahu siapa.” Kami masuk kembali ke rumah, men

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 15 – Luka yang Tak Bisa Sembuh

    Pagi itu aku duduk di meja makan sendirian. Teh di cangkirku sudah dingin, tapi belum juga kusentuh. Pikiran masih berputar pada kalimat Reyhan semalam. “Orang yang nggak boleh tahu kalau kalian berdua masih hidup…” Siapa yang dia maksud? Dan kenapa harus disembunyikan? Langkah kaki Reyhan terdengar dari arah dapur. Dia datang dengan wajah lelah, matanya sembab seperti baru begadang semalaman. “Alia,” ucapnya sambil duduk di seberangku. “Hari ini kita harus ke rumah lama Nadira.” Aku mengerutkan dahi. “Kenapa?” “Aku nemu sesuatu tadi malam. Dari Alya. Aku rasa… udah saatnya kamu tahu semua.” Aku terdiam. Banyak hal yang ingin kutanya, tapi aku tahan. Aku tahu, kalau aku desak, Reyhan bisa saja kembali menutup diri. “Rumahnya di mana?” tanyaku akhirnya. “Di pinggiran kota. Dulu mereka tinggal bareng di sana sebelum… semua ini mulai kacau.” *** Rumah itu sepi dan tua. Lokasinya agak tersembunyi, dikelilingi semak dan pohon yang sudah tak terurus. Reyhan berhenti di depan pag

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 14 : Antara Aku ,Dia dan Luka Lama

    Suara langkah kaki itu—lembut, pelan, tapi pasti—membuat napasku tercekat. Dada ini sesak oleh ketegangan yang tak bisa kujelaskan. Aku belum siap. Tapi kapan aku pernah benar-benar siap menghadapi kenyataan? Pintu dapur terbuka perlahan. Dan di sana… Seorang perempuan berdiri. Rambut panjangnya tergerai kusut, wajahnya pucat namun cantik. Tatapannya seperti milikku—lelah, penuh tanya, tapi tetap berdiri dengan kepala tegak. Alya. Tubuhku seperti membeku. Kakakku… tunangan Reyhan yang dulu dikabarkan kabur di hari pertunangan. Dia, yang selama ini menjadi bayang-bayang gelap dalam pernikahanku yang aneh ini. “Kau…” suaraku tercekat. Alya menatapku. Lama. Seolah ingin memastikan aku nyata. “Kau mirip Ibu,” katanya pelan. Lalu bibirnya melengkung, bukan senyum, lebih seperti perih yang dipaksakan menjadi ramah. “Tapi kau juga mirip aku.” Reyhan berdiri di tengah kami. Terjebak di antara dua kenyataan yang tak bisa ia hindari. “Alya, ini bukan—” “Bukan waktunya?” potongku cepa

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 13 : Pintu yang tak pernah di buka

    Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-putar di benakku. Senyumannya. Tatapan matanya. Cara ia bicara—lembut, namun tegas. Kakakku yang sempurna. Kakakku… yang kini menjadi teka-teki hidupku sendiri. Reyhan belum tidur. Aku bisa mendengar langkah kakinya mondar-mandir di ruang kerja, sesekali terdengar suara gelas diletakkan, atau pintu lemari terbuka dan tertutup. Ia bilang besok akan menjelaskan semuanya. Tentang Nadira. Tentang Alya. Tentang pernikahan yang gagal dan tentang masa lalu yang selalu mengendap di antara kami. Tapi aku mulai sadar… mungkin aku tak bisa hanya duduk dan menunggu penjelasan orang lain. Ada sesuatu dalam diriku yang mulai mendorong untuk mencari tahu sendiri. Bukan sebagai Alia si adik yang penurut, tapi sebagai seseorang yang selama ini dijadikan pion dalam permainan yang bahkan tidak kupahami aturannya. Besok, Reyhan akan membawaku ke t

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 12 : Di ambang Pertemuan

    "Alya menghubungimu?" tanyaku lirih, mataku terpaku pada layar ponsel Reyhan yang masih menampilkan nama itu—nama yang terus menghantuiku sejak hari pertama aku menginjak rumah ini. Reyhan tidak langsung menjawab. Ia menatapku sejenak, seolah menimbang apakah sudah waktunya aku tahu. Lalu ia mengangguk pelan. “Iya. Dan itu bukan pertama kalinya.” Aku tercekat. “Maksudmu… dia pernah menghubungimu sebelumnya?” Reyhan menurunkan ponselnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersandar di dinding, wajahnya penuh ketegangan. “Alya tidak benar-benar kabur, Alia. Dia… memilih pergi. Dan selama ini, dia memang menghindari semua orang—termasuk aku. Tapi beberapa minggu terakhir, dia mulai mengirim pesan.” Kakiku terasa lemas. Aku menjatuhkan diri di sofa, mencoba mencerna semuanya. “Kenapa kau tidak bilang sejak awal?” Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status