Aku masih ingat dinginnya pagi itu—bukan karena udara, tapi karena keputusan yang tak pernah kuminta. “Kamu harus jadi Alia,” kata Ibu, matanya tajam menembus hatiku. “Kakakmu kabur.” Aku membeku. Kata-katanya menggema di kepalaku seperti petir yang menyambar di siang bolong. Tidak, ini pasti salah paham. Ini hanya mimpi buruk. Tapi gaun putih di atas ranjang membantah semua harapanku. Itu nyata. Ini nyata. "Bu, ini gila..." suaraku lirih, nyaris tak keluar dari tenggorokan. “Gila atau tidak, keluarga kita dipertaruhkan!” bentak Ibu. “Kalau pernikahan ini batal, semua hancur. Harga diri kita, kehormatan keluarga, nama baik ayahmu—semuanya!” Aku menatap Ayah yang duduk diam di sudut ruangan, wajahnya tertunduk dalam. Tak ada suara. Tak ada pembelaan. Seolah dia sudah menyerah pada badai sebelum benar-benar mencoba melawan. Tanganku gemetar. “Tapi... aku bukan Alya.” “Tak ada yang perlu tahu,” ucap Ibu cepat, seolah kalimat itu bisa menghapus semua identitas. “Wajah kalian miri
Last Updated : 2025-07-23 Read more