Home / Romansa / ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU / Bab 5 Rahasia Yang Ingin Dibungkam

Share

Bab 5 Rahasia Yang Ingin Dibungkam

Author: Kiamood
last update Last Updated: 2025-07-23 16:50:56

Aku buru-buru menutup buku itu. “Aku hanya menulis… untuk menenangkan pikiran.”

Dia berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, menatap lantai.

“Aku benci dibohongi,” gumamnya.

Aku menelan ludah.

“Dari kecil aku dikelilingi kebohongan. Ayahku membangun kerajaan bisnis ini dari rahasia kotor. Ibuku berpura-pura buta. Dan aku harus belajar menahan diri.”

Suara Reyhan terdengar jujur. Tapi entah kenapa, aku justru merasa makin curiga.

“Lalu kenapa kau menikahi Alya?” tanyaku pelan.

Dia tertawa hambar. “Karena itu perintah ayahku. Menyatukan pengaruh dua keluarga. Tapi… setelah kenal Alya, aku sempat berpikir semuanya akan baik-baik saja.”

Dia menatapku.

“Sampai dia kabur. Dan kau… muncul.”

“Aku tidak pernah minta menjadi penggantinya,” suaraku nyaris berbisik.

“Tapi sekarang, aku tidak tahu siapa yang sedang aku hadapi. Alya? Diriku sendiri? Atau kau?”

Aku terpaku. “Kenapa aku?”

“Karena kau terlalu tenang. Seolah-olah kau tahu lebih dari yang seharusnya. Tentang kami. Tentang Alya. Tentang… Vienta.”

Aku terdiam. Darahku terasa membeku.

Apakah dia mulai tahu?

Malam itu aku mengunci pintu rapat-rapat. Buku jurnal kutelusuri lagi, dan di halaman terakhir kutemukan tulisan Alya yang belum pernah kulihat sebelumnya. Tulisannya tergesa dan tak rapi:

 “Jika kamu membaca ini… berarti aku gagal melindungimu.”

Tanganku bergetar.

Aku? Atau dirinya sendiri?

Sebelum aku sempat berpikir lebih jauh, lampu kamar tiba-tiba padam.

Dan dari balik jendela…

Seseorang berdiri diam di luar kaca.

Mengawasi.

Bayangan itu tidak bergerak.

Ia berdiri diam di luar jendela kamarku—hanya beberapa meter dariku, terhalang kaca dan tirai tipis yang berkibar pelan tertiup angin malam.

Tubuhku membeku. Jantungku berdegup kencang, seolah ingin melubangi dadaku sendiri.

Siapa dia? Dan—kenapa dia ada di sana? Kenapa... malam ini?

Aku melompat ke arah saklar dan menyalakan lampu. Cahaya langsung menyiram ruangan.

Namun saat aku kembali menoleh ke jendela, sosok itu... telah lenyap.

Tak ada bayangan. Tak ada suara langkah pergi. Tak ada satupun jejak yang tertinggal. Hanya denting pelan jarum jam yang menggema, menusuk-nusuk kesunyian.

Aku mendekat perlahan, membuka jendela, menjulurkan kepala. Angin malam menerpa wajahku. Gelap. Sepi. Kosong.

Tapi firasatku… tidak bisa dibohongi.

Seseorang… memang berdiri di sana tadi. Dan yang lebih menakutkan: dia tidak datang untuk mencuri. Dia datang untuk mengawasi. Mungkin memperingatkan. Atau… mengancam?

***

Pagi harinya, aku tahu aku tak bisa diam lagi. Pesan Alya tentang "Vienta" belum terpecahkan, dan bagian diriku terus berbisik bahwa kebenaran tidak akan datang jika aku menunggu.

Kesempatan datang saat Reyhan pergi ke kantor cabang untuk rapat mendadak. Aneh, biasanya dia sangat teliti membawa laptopnya. Tapi pagi ini… dia lupa.

Atau sengaja?

Aku tak peduli. Aku menyusup masuk ke ruang kerjanya, jantungku berdebar seperti pelari maraton. Laptopnya masih menyala dalam mode sleep. Dengan tangan gemetar, aku menyentuh touchpad. Layar menyala.

Tanpa password.

Keberuntungan… atau perangkap?

Aku mencari folder dokumen. Mataku menelusuri cepat daftar file yang tersimpan, sampai kutemukan satu nama mencolok:

“Project-Vienta-Rev.docx”

Tanganku gemetar saat membukanya. Dan begitu isinya muncul... rasanya seperti tersedot ke dalam jurang.

Puluhan halaman berisi dokumen internal tentang proyek rahasia bernama Vienta—sistem pengawasan berbasis kecerdasan buatan yang dipasang diam-diam di instansi pemerintah, rumah sakit, hingga lembaga hukum.

Tanpa izin. Tanpa etik. Tanpa kontrol.

Dan di halaman akhir, ada daftar nama ‘pengguna uji lapangan’. Salah satunya…

Alya Islami.

Darahku seolah berhenti mengalir.

Nama kakakku tercantum—bukan sebagai teknisi, bukan analis, bukan staf pelaksana.

Tapi… sebagai whistleblower.

Tanganku menutupi mulut. Ruangan terasa berguncang. Pandanganku berkunang.

Alya... terlibat. Dia tahu. Bahkan mungkin dia melaporkan sesuatu ke media atau LSM. Apakah itu alasan dia menghilang?

Dan yang lebih mengerikan…

Apakah Reyhan tahu?

Saat aku baru hendak menyalin file ke flashdisk, pintu ruang kerja terbuka perlahan.

Aku menoleh cepat. Nafasku tertahan.

Reyhan berdiri di sana.

“Sedang apa kau di sini?” suaranya datar. Sangat tenang, tapi justru karena itu... aku menggigil.

“Aku… cuma cari buku. Yang biasa kamu baca di sini.”

Dia menatapku lama. Sorot matanya tidak seperti suami yang khawatir. Tapi seperti… penjaga penjara mengawasi tahanan.

“Buku?” tanyanya pelan.

Aku mengangguk cepat. “Yang tentang arsitektur…”

Dia masuk. Mengambil buku tebal dari rak. Memberikannya padaku.

“Ini?”

“Ya…” jawabku, meski aku bahkan tidak melihat judulnya.

Reyhan tidak bicara lagi. Tapi sebelum dia keluar, dia menoleh sebentar. “Jangan terlalu lama di ruang ini kalau aku tidak ada. Banyak dokumen rahasia perusahaan.”

Aku hanya mengangguk. Tapi dalam hati… aku tahu, mulai saat ini dia mengawasi setiap gerak-gerikku.

Malam itu aku tidak bisa tidur.

Kata-kata dalam dokumen itu menggaung di kepalaku, berpadu dengan rekaman bayangan yang berdiri di luar jendela semalam. Apa semua ini kebetulan?

Atau… aku sedang dijebak?

Semakin kupikir, semakin yakin aku bahwa Reyhan bukan sekadar bagian dari proyek itu. Dia mungkin salah satu tokoh kuncinya. Dan yang lebih buruk lagi… dia tahu aku menyamar sebagai Alya.

Tapi dia belum tahu… aku menyimpan sesuatu.

aku menyelinap ke kamar Alya. Tak ada lagi waktu untuk ragu. Aku membongkar laci, membuka bagian bawah kasur, menggeser meja, bahkan memeriksa celah-celah ranjang.

Dan akhirnya… kutemukan.

Sebuah flashdisk kecil terselip di antara papan kayu ranjang.

Kembali ke kamarku, aku mencolokkannya ke laptop. Hanya ada satu file video berdurasi 17 menit. Aku klik ‘putar’.

Wajah Alya muncul di layar. Pucat. Matanya sembab, penuh kecemasan.

"Kalau kalian menonton ini, berarti aku tidak sempat kembali."

Suaranya bergetar. Tanganku ikut gemetar.

“Vienta… bukan cuma sistem pengawasan. Itu alat kendali. Mereka menyusup ke pemerintahan, rumah sakit, lembaga hukum. Tujuannya? Menekan. Mengontrol. Mematikan suara-suara yang tidak mereka sukai.”

Alya menunduk sejenak, lalu kembali menatap kamera.

“Awalnya aku pikir Reyhan tidak tahu. Tapi aku salah. Dia tahu. Dan lebih buruk lagi… dia bagian dari semua ini.”

Aku menahan napas. Pandanganku kabur oleh air mata.

“Alia… kalau kamu menemukan ini, aku mohon… jangan terlalu dekat dengannya. Reyhan bukan suami idaman. Dia… dia menyimpan sisi gelap yang tidak bisa dikendalikan. Kalau sisi itu muncul… kamu tak akan sempat melarikan diri.”

Tiba-tiba, suara ketukan keras membuyarkan semuanya.

Tok. Tok. Tok.

“Alia! Buka pintunya!”

Aku terlonjak. Jantungku nyaris copot.

Reyhan.

Dengan panik, aku hentikan video, cabut flashdisk, lalu menyelipkannya di bawah kasur.

Aku tarik nafas dalam. Lalu buka pintu.

Dia berdiri disana, menatapku dengan mata yang nyaris tak bisa kubaca.

“Seseorang menghubungiku pagi ini,” katanya pelan. “Mengaku tahu keberadaan Alya.”

Aku menahan ekspresi. “Siapa?”

“Entahlah. Tapi… dia menyebut namamu.”

Aku berusaha tetap tenang. “Apa maksudnya?”

Reyhan mendekat. Sangat dekat. Napasnya nyaris menyentuh wajahku.

“Dia bilang… kamu bukan hanya pengganti.”

Mataku membelalak.

“Kamu adalah kunci.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 11 : Jejak yang tertinggal

    Aku membuka lemari itu perlahan. Bukan karena takut, tapi karena tanganku gemetar. Di dalamnya tak ada yang aneh—hanya tumpukan pakaian, beberapa kotak kecil, dan sebuah album foto tua yang ditutupi debu. Album itu seperti memanggilku. Aku mengangkatnya, lalu duduk di lantai, menyandarkan tubuhku ke sisi lemari. Kertas-kertas foto itu sudah menguning, menandakan usia mereka yang lebih dari satu dekade. Tanganku menyentuh satu per satu halaman, mencoba menafsirkan kisah di balik setiap senyum yang tertangkap lensa. Hingga aku sampai di halaman tengah. Di sana… ada foto Alya. Kakakku. Wajahnya tersenyum, dikelilingi orang-orang yang aku kenal—termasuk Reyhan. Tapi bukan itu yang membuatku terdiam. Di foto itu, Alya mengenakan gaun yang sangat mirip dengan gaun lamaran… yang kupakai beberapa minggu lalu. Aku menahan napas. Jantungku berdebar pelan namun pasti. Kupelototi keterangan kecil di bawah foto, ditulis tangan dengan tinta pudar: “Lamaran Alya & Reyhan – 18 Maret” Lamar

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 10 – Petunjuk Baru Tentang Kakakku

    Pesta usai dengan cara yang tak terduga. Semua orang pulang dalam bisik-bisik. Skandal video itu menyisakan tatapan tajam dan ribuan pertanyaan. Dan di tengah semuanya, aku hanya bisa diam. Aku tahu Reyhan sedang mencoba mengendalikan situasi, tapi keheningannya justru membuat pikiranku semakin gaduh. Malam itu, kami tidak banyak bicara. Aku masuk kamar lebih dulu, memeluk diri sendiri di balik selimut meski udara tidak dingin. Tapi bukan tubuhku yang menggigil—melainkan pikiranku. Pesan dari nomor tak dikenal itu kembali terputar di kepala: “Dia sudah mulai membuka kartu. Tapi dia belum tahu… siapa yang sebenarnya kau gantikan.” Aku memejamkan mata. Tapi bayangan Alya—kakakku—justru datang semakin jelas. Tatapan matanya, senyum misteriusnya, dan cara dia dulu bicara padaku seperti sedang menyimpan banyak hal. Tengah malam, aku bangun. Entah kenapa, aku merasa butuh melihat kotak penyimpanan barang-barang lama Alya yang masih kusimpan sejak kepindahanku ke rumah ini. Kot

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 9. Sandiwara

    Dia menoleh sedikit. Senyum tipis tergurat di sudut bibirnya, tapi bukan senyum yang menenangkan. “Ke tempat semuanya dimulai. Dan berakhir.” Aku menelan ludah. Tanpa sadar, ponselku di saku bergetar pelan. Satu pesan masuk. Aku mengintip sekilas. Dari: Nomor Tidak Dikenal. "Jangan percaya Reyhan. Jika kamu ikut dengannya sekarang… kamu tidak akan kembali." Tanganku refleks meremas ponsel. Pesan itu masih terpampang di layar, membuat detak jantungku tak beraturan. Jangan percaya Reyhan. Jika kamu ikut dengannya sekarang… kamu tidak akan kembali. Siapa yang mengirim ini? Aku mengangkat kepala, menatap punggung Reyhan yang berjalan beberapa langkah di depan. Bahunya tegap, langkahnya mantap. Seolah tidak ada yang bisa menggoyahkan keyakinannya. Tapi pesan itu… menanam benih ketakutan dalam benakku. “Ayo,” katanya tanpa menoleh, suaranya tenang, tapi entah kenapa membuat bulu kudukku berdiri. Aku ingin bertanya. Ingin menuntut penjelasan. Tapi suara dalam kepalaku berb

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 8 : Map Merah Tua

    Keesokan paginya, aku pura-pura tidur ketika Reyhan berangkat lebih pagi. Begitu suara mobilnya menjauh dan ketenangan rumah menyelimuti, aku langsung bangkit dari tempat tidur. Jantungku berdetak cepat saat langkahku menuju ruang kerjanya. Kali ini, aku tahu persis apa yang kucari. Lemari tengah. Tumpukan dokumen. Dan… sebuah map berwarna merah tua yang nyaris tersembunyi di dasar laci. Tanganku gemetar saat menariknya keluar. Map itu tampak usang, ada bekas sidik jari yang samar di permukaannya. Aku membuka penutupnya dengan perlahan, seakan takut isinya akan meledak kapan saja. Beberapa lembar dokumen pertama hanyalah surat-surat properti… sampai akhirnya aku menemukan selembar foto lama. Mataku membelalak. Itu foto Reyhan. Lebih muda. Mengenakan jas hitam, berdiri di samping seorang perempuan—bukan aku, jelas bukan aku. Perempuan itu mengenakan gaun putih sederhana, dengan senyum yang tampak seperti menyimpan sesuatu. Ada nama di belakang foto itu, ditulis tangan: "R & N –

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 7 : Kebenaran di Balik Foto itu

    Tapi siapa yang paling berbahaya? Aku belum tahu. Suara langkah Reyhan semakin dekat. Ketegangan di antara kami seolah mengental, menyesakkan dada. Raka tak mundur selangkah pun, bahkan menatap Reyhan dengan tatapan menantang, seolah tak takut pada sosok yang selama ini mendominasi segalanya. "Apa yang kau lakukan di sini?" suara Reyhan tajam, hampir seperti geraman. Raka tersenyum tipis. “Taman ini umum, bukan milikmu, Reyhan.” “Kalau begitu caramu menyapa istri orang di taman umum,” Reyhan bergerak lebih dekat, “aku sarankan kau pilih tempat lain untuk bernostalgia.” Aku menggigit bibir. Kata “istri” terdengar seperti penegasan yang disengaja, seolah ia ingin memastikan posisi dan kekuasaannya. Tapi entah mengapa, nada suaranya tak terdengar hanya soal status. Ada sesuatu yang lain. Luka? Cemburu? “Aku hanya ingin bicara dengan Alia,” jawab Raka pelan tapi jelas. “Itu salah?” "Ya, jika kau menyentuh masa lalunya yang ingin dia kubantu lupakan." Aku terkejut mendeng

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 6 : Luka Lama Yang Belum Sembuh

    " Pertemuan yang seharusnya tak terjadi, membawa kembali semua luka yang seharusnya telah mati." Aku tak pernah menyangka bahwa hanya dengan satu tatapan… semuanya akan runtuh. Keseimbangan rapuh antara aku dan Reyhan. Ketenangan palsu yang selama ini kupelihara. Dan… rasa yang selama ini berusaha kulenyapkan dari hatiku. Hari itu, aku datang ke galeri seni atas undangan ibu Reyhan. Sebuah acara sosial untuk menggalang dana, katanya. Tapi aku tahu, ini lebih kepada “ajang pamer” keluarga mereka. Membuktikan bahwa menantu baru keluarga Dirgantara bisa tampil dengan anggun di tengah keramaian. Aku sudah mengenakan gaun panjang berwarna gading, rambut disanggul rapi, dan senyum palsu yang kuasah semalaman di depan cermin. Reyhan menggandeng tanganku erat. Seolah kami pasangan yang serasi. Padahal aku masih mengingat dinginnya sikapnya semalam. Ketika dia pulang larut, tidak bicara sepatah kata pun, dan langsung masuk ke kamar sebelah. Rumah itu makin terasa seperti museum—penuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status