Home / Romansa / ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU / Bab 3 Luka Yang Tak Pernah Sembuh

Share

Bab 3 Luka Yang Tak Pernah Sembuh

Author: Kiamood
last update Last Updated: 2025-07-23 16:46:54

Bab 3

Keesokan harinya, ketika rumah mulai sepi, aku masuk ke kamar Alya. Kunci kamarnya tergelincir dari saku Ibu saat kami duduk berdampingan pagi tadi—dan entah dorongan dari mana, aku merasa harus tahu sesuatu.

Kamar itu tak berubah. Wangi, rapi, seperti tempat yang ditinggalkan dengan penuh rencana.

Aku membuka laci meja rias. Tangan gemetar. Ada sebuah amplop kecil, warnanya krem pudar, dengan tulisan tangan yang sangat kukenal.

“Untuk Alia – jika aku tak kembali.”

Jantungku hampir berhenti.

Tanganku gemetar saat membukanya. Isinya hanya satu kalimat.

"Jangan percaya pada siapapun… bahkan pada Reyhan."

Aku terduduk.

Dunia terasa runtuh dalam hening.

Dan di saat itulah aku sadar...

Aku tidak mengenal siapapun dalam rumah ini. Bahkan suamiku.

Dan mungkin… aku sedang menggantikan peran dalam cerita yang jauh lebih berbahaya dari yang kubayangkan.

Aku tidak tidur semalaman.

Amplop itu... tulisan tangan Alya... dan pesan terakhirnya sebelum menghilang—semuanya seperti arang panas yang terus membakar benakku.

"Jangan percaya pada siapa pun... bahkan pada Reyhan."

Aku membaca ulang kalimat itu berkali-kali dalam benakku, berharap maknanya berubah. Tapi tidak. Kata-kata itu tetap sama. Tegas. Mengancam. Menyesakkan.

Kenapa Alya memperingatkanku? Apa yang dia tahu? Dan kenapa dia tak pernah memberikannya padaku, adiknya sendiri?

Aku menatap ke arah Reyhan yang sedang tidur di sofa, tubuhnya tegap, nafasnya teratur, tapi ekspresinya tetap dingin bahkan dalam tidur. Pria ini… yang kini secara sah menjadi suamiku… terasa seperti teka-teki yang mustahil dipecahkan. Ada sesuatu yang disembunyikannya, dan entah kenapa, aku mulai percaya bahwa peringatan Alya bukan sekadar kekhawatiran biasa.

**

Pagi itu, aku masih duduk di depan cermin saat pintu kamar terbuka begitu saja—tanpa ketukan. Seolah privasiku sudah bukan milikku lagi sejak hari pernikahan itu.

Reyhan masuk dengan wajah tegas, membawa map kerja dan laptopnya. “Aku akan bekerja dari rumah hari ini,” ucapnya singkat.

Aku hanya mengangguk. Kami tak seperti pasangan yang baru menikah. Tidak ada pelukan. Tidak ada sarapan bersama. Tidak ada ciuman di kening.

Yang ada hanya… keheningan.

Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Mata ini terlihat kosong. Aku bahkan nyaris tak mengenali diriku sendiri. Alia yang dulu suka tertawa, kini tak lebih dari bayangan suram dari dirinya sendiri. Dan mungkin, itulah alasan Alya selalu bilang, “Jangan terlalu percaya pada wajah. Karena luka paling dalam tak selalu terlihat.”

Siang menjelang. Aku menyeduh teh dan membawanya ke ruang kerja. Tak ada orang lain di rumah. Rumah ini terlalu besar untuk dihuni berdua, apalagi jika dua orang itu saling menyembunyikan banyak hal.

Saat aku masuk, Reyhan masih duduk di kursinya. Tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda. Bahunya agak membungkuk, nafasnya terdengar berat.

“Reyhan?” sapaku pelan.

Dia buru-buru menutup laptop, lalu mengusap wajahnya. “Ya?”

“Aku hanya… membawakan teh.”

Tangannya gemetar sedikit saat menerima cangkir itu. Matanya… merah. Bukan karena marah. Tapi karena lelah. Atau... mungkin menahan sesuatu?

“Kau sakit?” tanyaku, tanpa sadar.

Reyhan terdiam sejenak. Lalu menggeleng. “Migraine. Sudah lama. Biasanya muncul kalau aku terlalu lama begadang.”

Aku ragu sejenak. “Aku bisa buatkan kompres... kalau kau mau.”

Dia tampak terkejut, tapi kemudian mengangguk. “Terima kasih.”

Suaranya... tidak seperti biasanya. Lembut. Bukan nada datar dan ketus seperti saat kami pertama kali tinggal bersama.

Saat aku kembali membawa kompres dingin, dia masih duduk diam. Aku menempelkannya pelan ke dahinya. Dia tidak menolak. Hanya menutup mata dan menghela nafas panjang.

“Dulu,” katanya tiba-tiba, “Alya juga sering melakukannya.”

Aku menegang. Jantungku berdetak tak karuan.

“Tapi beberapa bulan terakhir, dia berubah. Lebih diam, lebih… tertutup. Seolah menyembunyikan sesuatu dariku.”

“Apakah… kalian dekat?” tanyaku pelan.

Reyhan membuka matanya, menatapku. “Kami tidak pacaran, kalau itu maksudmu. Tapi cukup dekat… hingga aku tahu Alya menyimpan luka yang dalam. Luka yang tak pernah dia biarkan sembuh.”

Aku menunduk, hatiku ngilu mendengar kata-kata itu.

“Dan kau juga,” lanjutnya. “Aku bisa melihatnya, Alia. Dari caramu memendam semuanya. Kau juga penuh luka.”

Aku nyaris menangis saat itu. Tapi kutahan.

“Kau tidak tahu apa-apa tentangku,” bisikku.

Dia berdiri, berjalan pelan ke jendela. “Mungkin. Tapi aku tahu rasanya dikhianati oleh orang yang paling kau percaya.”

Kalimat itu... terasa seperti tusukan.

suasana di antara kami mulai berubah. Sedikit. Reyhan mulai menyapaku lebih dulu di pagi hari, meski hanya sekadar “Pagi.” Dia juga tak lagi menghindar saat makan malam.

Hingga suatu malam, aku melihat pintu ruang bacanya terbuka. Aku masuk pelan, karena cahaya lampunya menyala.

Di dalamnya, Reyhan tertidur di sofa. Di meja kecil di sampingnya, ada kotak kayu terbuka. Rasa penasaran menarikku mendekat.

Di dalam kotak itu, ada tumpukan foto. Reyhan kecil… bersama seorang anak laki-laki yang sangat mirip dengannya.

Tiba-tiba, Reyhan membuka mata.

“Apa yang kau lakukan disini?” suaranya rendah, tapi tajam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 17 – Kamar di Lantai Atas

    Langkah kaki itu berhenti. Di atas sana, entah siapa yang sedang berdiri di ujung tangga. Aku tak bisa melihatnya jelas dari bawah. Tapi suara langkahnya… pelan, berat, seperti ragu. Tapi cukup keras untuk terdengar di malam yang nyaris senyap ini. Aku dan Reyhan saling pandang. “Siapa di atas?” tanyaku pelan. Reyhan langsung melangkah ke arah tangga, tapi aku menahan lengannya. “Jangan. Kalau itu… sesuatu yang kita belum siap hadapi…” “Kalau kita terus diam, justru bahayanya makin besar,” katanya tenang, tapi aku tahu dia juga tegang. Matanya menatap tajam ke atas, lalu dengan pelan, ia mulai menaiki anak tangga satu per satu. Aku mengikuti di belakangnya. Setiap kayu di bawah kaki kami berderit. Rumah ini sudah lama, dan setiap sudutnya seperti menyimpan rahasia yang sengaja dikunci rapat. Sampai akhirnya kami tiba di lantai atas. Tidak ada siapa-siapa. Lorong itu gelap. Hanya ada satu cahaya redup dari lampu kamar tamu yang dibiarkan menyala. Pintu-pintunya tertutup semu

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 16 – Jejak yang Tak Pernah Hilang

    Pagi itu, aku dan Reyhan berjalan menyusuri sisi belakang rumah tua yang sudah lama tak dihuni. Tanahnya becek, dipenuhi ranting dan daun gugur. Tapi yang membuatku berhenti melangkah adalah jejak sepatu yang belum lama tercetak di tanah. “Ini bukan jejak kita,” gumamku pelan, sambil jongkok dan menyentuh bekas tapaknya. “Masih baru.” Reyhan ikut menunduk, wajahnya berubah serius. “Ada yang datang sebelum kita…” Kami saling pandang. Tidak ada yang bicara, tapi pikiran kami sama: kami diawasi. Tak jauh dari situ, di balik pagar kayu yang hampir roboh, aku menemukan sisa bungkus permen dan puntung rokok. Masih hangat saat disentuh. “Reyhan… kayaknya kita gak sendirian dari tadi,” kataku sambil melirik ke arah jendela dapur rumah tua itu. “Apa mungkin… ada yang ngikutin kita?” Reyhan mengangguk, rahangnya mengeras. “Aku curiga udah dari kemarin. Tapi ini bukti pertama.” Aku menggenggam lengannya. “Kalau gitu… sekarang kita harus cari tahu siapa.” Kami masuk kembali ke rumah, men

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 15 – Luka yang Tak Bisa Sembuh

    Pagi itu aku duduk di meja makan sendirian. Teh di cangkirku sudah dingin, tapi belum juga kusentuh. Pikiran masih berputar pada kalimat Reyhan semalam. “Orang yang nggak boleh tahu kalau kalian berdua masih hidup…” Siapa yang dia maksud? Dan kenapa harus disembunyikan? Langkah kaki Reyhan terdengar dari arah dapur. Dia datang dengan wajah lelah, matanya sembab seperti baru begadang semalaman. “Alia,” ucapnya sambil duduk di seberangku. “Hari ini kita harus ke rumah lama Nadira.” Aku mengerutkan dahi. “Kenapa?” “Aku nemu sesuatu tadi malam. Dari Alya. Aku rasa… udah saatnya kamu tahu semua.” Aku terdiam. Banyak hal yang ingin kutanya, tapi aku tahan. Aku tahu, kalau aku desak, Reyhan bisa saja kembali menutup diri. “Rumahnya di mana?” tanyaku akhirnya. “Di pinggiran kota. Dulu mereka tinggal bareng di sana sebelum… semua ini mulai kacau.” *** Rumah itu sepi dan tua. Lokasinya agak tersembunyi, dikelilingi semak dan pohon yang sudah tak terurus. Reyhan berhenti di depan pag

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   Bab 14 : Antara Aku ,Dia dan Luka Lama

    Suara langkah kaki itu—lembut, pelan, tapi pasti—membuat napasku tercekat. Dada ini sesak oleh ketegangan yang tak bisa kujelaskan. Aku belum siap. Tapi kapan aku pernah benar-benar siap menghadapi kenyataan? Pintu dapur terbuka perlahan. Dan di sana… Seorang perempuan berdiri. Rambut panjangnya tergerai kusut, wajahnya pucat namun cantik. Tatapannya seperti milikku—lelah, penuh tanya, tapi tetap berdiri dengan kepala tegak. Alya. Tubuhku seperti membeku. Kakakku… tunangan Reyhan yang dulu dikabarkan kabur di hari pertunangan. Dia, yang selama ini menjadi bayang-bayang gelap dalam pernikahanku yang aneh ini. “Kau…” suaraku tercekat. Alya menatapku. Lama. Seolah ingin memastikan aku nyata. “Kau mirip Ibu,” katanya pelan. Lalu bibirnya melengkung, bukan senyum, lebih seperti perih yang dipaksakan menjadi ramah. “Tapi kau juga mirip aku.” Reyhan berdiri di tengah kami. Terjebak di antara dua kenyataan yang tak bisa ia hindari. “Alya, ini bukan—” “Bukan waktunya?” potongku cepa

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 13 : Pintu yang tak pernah di buka

    Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-putar di benakku. Senyumannya. Tatapan matanya. Cara ia bicara—lembut, namun tegas. Kakakku yang sempurna. Kakakku… yang kini menjadi teka-teki hidupku sendiri. Reyhan belum tidur. Aku bisa mendengar langkah kakinya mondar-mandir di ruang kerja, sesekali terdengar suara gelas diletakkan, atau pintu lemari terbuka dan tertutup. Ia bilang besok akan menjelaskan semuanya. Tentang Nadira. Tentang Alya. Tentang pernikahan yang gagal dan tentang masa lalu yang selalu mengendap di antara kami. Tapi aku mulai sadar… mungkin aku tak bisa hanya duduk dan menunggu penjelasan orang lain. Ada sesuatu dalam diriku yang mulai mendorong untuk mencari tahu sendiri. Bukan sebagai Alia si adik yang penurut, tapi sebagai seseorang yang selama ini dijadikan pion dalam permainan yang bahkan tidak kupahami aturannya. Besok, Reyhan akan membawaku ke t

  • ISTRI KONTRAK UNTUK TUNANGAN KAKAKKU   bab 12 : Di ambang Pertemuan

    "Alya menghubungimu?" tanyaku lirih, mataku terpaku pada layar ponsel Reyhan yang masih menampilkan nama itu—nama yang terus menghantuiku sejak hari pertama aku menginjak rumah ini. Reyhan tidak langsung menjawab. Ia menatapku sejenak, seolah menimbang apakah sudah waktunya aku tahu. Lalu ia mengangguk pelan. “Iya. Dan itu bukan pertama kalinya.” Aku tercekat. “Maksudmu… dia pernah menghubungimu sebelumnya?” Reyhan menurunkan ponselnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya bersandar di dinding, wajahnya penuh ketegangan. “Alya tidak benar-benar kabur, Alia. Dia… memilih pergi. Dan selama ini, dia memang menghindari semua orang—termasuk aku. Tapi beberapa minggu terakhir, dia mulai mengirim pesan.” Kakiku terasa lemas. Aku menjatuhkan diri di sofa, mencoba mencerna semuanya. “Kenapa kau tidak bilang sejak awal?” Pertanyaan itu menusuk pikiranku seperti jarum-jarum kecil yang menembus pelan tapi pasti. Semakin aku memejamkan mata, semakin jelas wajah Alya berputar-p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status