Semalaman Mas Bara mempertahankan aku untuk tetap berada di dalam dekapannya.
Setelah momen percintaan kami yang begitu penuh hasrat sekarang kami hanya saling memandang dalam diam.
Beberapa kali suamiku mengusap rambutku dan merapikannya ke belakang saat beberapa helai rambutku jatuh menutupi wajah.
Aku masih terdiam dengan pikiran yang terus mengembara. Banyak pertanyaan berkelindan di dalam hati. Akankah momen manis seperti ini dapat selalu kami rasakan. Namun setelah apa yang terjadi sebelumnya hatiku malah di landa rasa pesimis.
Statusku yang masih seorang istri siri juga segala hal yang masih sulit aku cerna tentang apa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini, membuatku berkesimpulan jika suamiku masih menyimpan banyak rahasia, yang malah membersitkan rasa takut.
“Apa yang kamu pikirkan?”
Mas Bara melontarkan tanya ketika aku hanya diam den
Aku sangat bahagia melihat tingkah polos dari anak-anak jalanan yang sedang aku ajar sekarang. Walau begitu mereka terlihat sangat antusias saat menerima pengajaran dariku.Mereka menirukan dengan semangat saat aku menyebut satu persatu nama huruf hijaiyah yang sebelumnya sudah aku tulis di papan tulis.Meski sudah hampir satu jam belajar mereka masih saja tak kehilangan minat untuk belajar. Hingga akhirnya waktu kami untuk belajar dan mengajar telah usai yang membuat aku mengakhiri sesi pertemuan kami hari ini.“Ya sudah adik-adik, untuk hari ini kakak rasa sudah cukup besok kita akan belajar mengaji lagi terus disambung pelajaran berhitung ya.”“Baik Kak!” seru mereka berbarengan sembari diselingi gurau dan tawa yang terlihat sangat gembira.Aku mengulas senyuman bahagia saat melihat keceriaan mereka.Tak lama kemudian ketika aku mas
“Meminta apa ya Pak?”Pak Ragil bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.Lelaki yang tampak bersahaja itu kemudian tersenyum simpul.“Kalian tetap bisa aktif dengan kegiatan sosial di daerah itu, teruskan program kalian mengajar di sana berkesinambungan walau aku tahu sebenarnya apa yang kalian lakukan di sana adalah sebenarnya untuk menjalankan kegiatan kampus.”Pria berusia paruh baya itu kemudian melirik ke arah Pak Ragil.“Tapi aku yakin kalau Mas Ragil ini selalu memiliki komitmen untuk melakukan kegiatan yang bernilai sosial tinggi seperti ini. Karena aku tahu bagaimana sepak terjang Mas Ragil sejak dulu, terlebih sekarang Mas Ragil sudah mempunyai pasangan yang juga memiliki concern yang sama dengan visi Mas Ragil.”Aku tergeragap saat Pak Dahlan mulai mengalihkan perhatiannya padaku.
{“Assalamualaikum Mas,”} sapaku cepat ketika aku mulai menerima panggilan dari Mas Bara.Mas Bara menjawab salamku dengan nadanya yang terdengar dingin.Hatiku menjadi sesak dibekap gelisah. Aku benar-benar takut kalau Mas Bara akan marah dan mulai menginterogerasiku.{“Kamu baru pulang?”}{“I-ya Mas,”} jawabku agak terbata.{“Apa ada kegiatan di kampus?”}{“Iya tapi sebenarnya kegiatannya bukan dilaksanakan di kampus tapi di sebuah pemukiman kumuh yang dekat jembatan layang. Sebelumnya aku sudah memberitahu Mas Bara soal kegiatan UKMku ini, kok.”}{“Apa kamu besok juga akan pulang malam?”}{“Kemungkinan tidak Mas, soalnya tadi kami melakukan pembicaraan dengan seorang donatur yang akan membantu untuk pembangunan masjid yang kami rencanakan
Aku tak bisa menolak keinginan Giska yang mendadak mengajak berbicara empat mata setelah sekian lama dia mengabaikan aku, tanpa aku tahu sebab pastinya.“Kamu mau ngomong apa Gis?” tanyaku ingin tahu.Sekarang kami duduk berhadapan di kantin, sementara wajah Giska terlihat begitu serius.“Aku mau ngasih penawaran menarik buat kamu Rin.”“Penawaran apa Gis?”Aku menjadi kian penasaran.“Sebelumnya lihat dulu ini, apa kamu suka dengan tas ini Rin?”Aku memandang tas mewah yang dipakai Giska saat ini. Sebuah tas jinjing yang aku rasa sangata kurang tepat untuk dipakai ke kampus terlebih desain tas itu terlalu mewah untuk ukuran seorang mahasiswa seperti Giska.“Tas itu bagus,” jawabku singkat. Padahal aku sendiri juga sudah memiliki tas semacam itu
Aku hanya bisa pasrah ketika Mas Bara memandangiku dengan sangat tajam ketika kami sudah berada di dalam kamar.Tatapannya yang menelisik benar-benar menyurutkan nyali. Bahkan saat ia mulai mendekat dan mulai membelai wajahku sebelum kemudian Mas Bara malah mencengkeram daguku dengan kuat yang membuatku langsung mengernyit tanpa keberanian.Aku memejamkan mata kuat-kuat, tak pernah sanggup menentang tatapan suamiku, yang saat ini sedang dikuasai amarah.Tapi setelah itu tak pernah aku sangka Mas Bara melucuti seluruh pakaianku dengan penuh pemaksaan dan aku benar-benar tak bisa melawan.Kali ini dia tak menghadirkan kelembutan sama sekali saat menyentuhku.“Kamu harus tahu kalau wajah cantik kamu ini hanya punyaku,” tegas Mas Bara terlalu posesif sembari dia mulai mencumbu setiap detail parasku, tanpa memberikan aku kesempatan untuk menampiknya.B
Tanpa sadar mulutku ternganga saat melihat keindahan cincin berlian di tanganku.Mas Bara bahkan sudah memakaikan cincin itu pada jari manisku di sebelah kanan, karena sebelumnya Mas Bara juga sudah memakaikan cincin yang lain pada jariku sebelah kiri.Lagi-lagi suamiku menghujaniku dengan kemewahan.Cincin bermata biru ini terlihat sangat berkilauan, menjadi terlihat sangat istimewa karena batunya yang terlihat terasah dengan sempurna hingga mengeluarkan semburat kilau yang sangat menawan.Walau aku tak bisa menaksir nilainya, tapi aku terlalu yakin kalau perhiasan ini berharga sangat mahal.Karena sejak awal aku tahu Mas Bara hanya memberikan yang terbaik untukku.“Kamu suka cincin itu sayang?”Aku mengangguk cepat dengan sepasang mata yang terasa menghangat. Keharuanku menjadi semakin tak tertahan.Saat
Aku langsung memusatkan perhatian pada Pak Ragil yang sekarang sudah mendekat.“Ada apa ya Pak?” tanyaku sedikit penasaran karena melihat ekspresi dosenku yang terlihat agak ganjil itu.Tapi ketika melihat tatapan mataku yang menyiratkan tanya pria muda berkacamata itu malah mengulas senyumnya tipis.“Aku hanya ingin mengatakan kalau Pak Dahlan ingin berbicara dengan kita semua dan beliau sepertinya ingin bertanya pada kita tentang kendala apa saja yang kita hadapi di lapangan untuk kegiatan sosial ini.”“Baik Pak, mari kita temui beliau sekarang.”Tapi sebelum aku sampai di ambang pintu mendadak Pak Ragil menjejeri langkahku.“Aku pikir tidak ada salahnya kamu menawarkan pada kekasih kamu yang kaya itu untuk ikut andil dalam kegiatan sosial kampus kita ini.”Ketika mendengar ucapan Pak Ragi
“Kamu kenapa Neng?” tanyaku penuh rasa ingin tahu.Sahabatku yang selama setahun ini selalu membersamaiku dan sering memberiku perhatian serta kebaikan padaku itu sekarang hanya bisa memandangku luruh.Keraguannya kini mulai mencemaskan aku.“Neng, kamu ngomong dong.”Aku mulai mendesak sembari memendam rasa khawatir saat mendapati sikapnya yang terlihat sangat gamang untuk mengungkapkan masalahnya padaku.“Udahlah Rin, aku akan baik-baik saja, lagipula aku nggak mau merepotkan teman-temanku.”“Kamu kok ngomong gitu sih Neng, kita sudah berteman sangat baik selama ini, bahkan aku sering nebeng makan di tempat kos kamu ini.”Aku mulai mengungkit apa yang pernah kami lalui bersama, tentang Neneng yang begitu dermawan membagikan makanannya pada kami teman-temannya di saat kami mampir ke tempat