Home / Rumah Tangga / ISTRI LUPA DIRI / Bab 3: Pernikahan Tanpa Cinta

Share

Bab 3: Pernikahan Tanpa Cinta

Author: Rae Jasmine
last update Last Updated: 2025-03-07 10:47:13

Seminggu berlalu dengan cepat. Rachel bahkan tidak punya banyak waktu untuk memikirkan ulang keputusannya. Sejak menerima lamaran Martin, hidupnya berubah drastis.

Hari ini, ia berdiri di depan cermin dengan gaun pengantin berwarna putih gading yang begitu indah, sesuatu yang tak pernah ia bayangkan bisa ia kenakan. Namun, meskipun penampilannya sempurna, hatinya terasa kosong.

Ia akan menikah dengan pria yang hampir tidak ia kenal, tanpa cinta, tanpa harapan untuk sebuah kebahagiaan seperti yang ia impikan sejak kecil.

Upacara pernikahan berlangsung megah di sebuah hotel mewah. Tidak ada keluarga dari pihak Rachel yang hadir dan bukan karena ia tidak mau mengundang mereka, tetapi karena Martin sendiri yang melarang.

“Tidak ada yang boleh tahu tentang latar belakangmu. Kamu adalah istri Martin Hartono, dan itu saja yang dunia perlu tahu.”

Kata-kata pria itu terngiang di kepalanya.

Rachel mengangguk pada dirinya sendiri di depan cermin. Hari ini bukan tentang cinta. Ini hanya sebuah perjanjian.

Ia menarik napas panjang sebelum berjalan menuju altar.

Martin berdiri dengan jas hitam yang sempurna, tatapannya dingin seperti biasanya. Tak ada kehangatan di matanya saat melihat Rachel mendekat.

Para tamu undangan yang terdiri dari pebisnis, sosialita, dan orang-orang berpengaruh menyaksikan mereka dengan senyum penuh arti. Bagi dunia luar, ini adalah pernikahan antara dua insan yang saling mencintai. Tapi bagi mereka berdua, ini hanyalah sebuah kesepakatan bisnis.

Martin mengulurkan tangan, dan Rachel meraihnya dengan ragu. Jari-jarinya terasa dingin di telapak tangan pria itu, seperti seseorang yang tak memiliki perasaan.

Pendeta mulai berbicara, mengucapkan janji suci yang harus mereka ikuti.

“Apakah Anda, Martin Hartono, bersedia menerima Rachel sebagai istri Anda, dalam suka maupun duka, sampai maut memisahkan?”

Martin menatap Rachel sejenak, lalu berkata dengan nada datar, “Ya, saya bersedia.”

Rachel menggigit bibir. Ia tahu kata-kata itu tak memiliki makna bagi pria itu.

Pendeta lalu menoleh padanya. “Apakah Anda, Rachel, bersedia menerima Martin sebagai suami Anda, dalam suka maupun duka, sampai maut memisahkan?”

Rachel terdiam sejenak. Dadanya terasa sesak, seolah-olah ia baru saja menjual dirinya kepada iblis.

Namun, ia mengingat ibunya yang sakit, mengingat hutang yang membelit, mengingat bagaimana hidupnya bisa berubah dengan kesepakatan ini.

Akhirnya, dengan suara hampir berbisik, ia berkata, “Ya, saya bersedia.”

Martin menyematkan cincin berlian di jarinya, dan ia melakukan hal yang sama pada pria itu.

“Dengan ini, saya nyatakan kalian sebagai suami dan istri.”

Tepuk tangan menggema di ruangan, dan para tamu bersorak. Tapi Rachel merasa seperti jiwanya baru saja direnggut.

Martin menatapnya dengan datar sebelum berkata pelan, “Sekarang ciuman pengantin.”

Rachel tercekat. Ia belum siap untuk ini.

Namun, sebelum ia sempat mundur, Martin menarik pinggangnya dan mengecup bibirnya singkat tanpa perasaan dan tanpa kelembutan. Itu hanya sebuah formalitas, sesuatu yang harus mereka lakukan agar pernikahan ini terlihat nyata.

Saat Martin melepasnya, Rachel tahu satu hal: hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Malam itu, mereka tiba di rumah baru Rachel sebuah vila mewah di atas bukit dengan pemandangan kota yang menakjubkan.

Rachel menatap sekeliling dengan kagum. Ia bahkan tak bisa membayangkan harga rumah ini.

“Tuan M—maksud saya, Martin…” Rachel menoleh pada suaminya yang baru, merasa canggung. “Terima kasih untuk semuanya.”

Martin hanya meliriknya sekilas. “Jangan salah paham. Aku tidak melakukan ini untukmu, tapi untuk kesepakatan kita.”

Rachel menggigit bibirnya. Ia tidak tahu kenapa, tapi mendengar kata-kata itu tetap membuat hatinya nyeri.

Martin melepas jasnya dan berjalan menuju tangga. “Kamar kita ada di lantai dua. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan menyentuhmu. Ini hanya pernikahan di atas kertas.”

Rachel mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya ada perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan.

Namun, sebelum ia sempat mengatakan apa pun lagi, ponsel Martin bergetar.

Pria itu mengernyit sebelum menjawab panggilan tersebut.

“Apa?” Martin terdengar tegang.

Rachel melihat ekspresi pria itu berubah. Mata dinginnya kini dipenuhi sesuatu yang berbeda—kekhawatiran.

“Aku akan segera ke sana,” kata Martin sebelum menutup telepon.

Rachel menatapnya bingung. “Ada apa?”

Martin berbalik, wajahnya terlihat lebih serius dari sebelumnya.

“Kakekku sekarat.”

Rachel membelalakkan mata.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Martin bergegas keluar, meninggalkan Rachel sendiri di rumah besar yang terasa semakin asing dan menakutkan.

Dan untuk pertama kalinya, Rachel menyadari bahwa pernikahan ini bukan hanya tentang dirinya saja tapi juga tentang rahasia besar yang belum ia ketahui.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 207: Titik Akhir

    Langit sore di kota itu tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana hati Rachel. Di balkon rumahnya yang menghadap taman kecil, ia berdiri sendiri. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa harum bunga melati yang ditanam almarhum ibunya dulu. Rachel menatap jauh ke depan, ke arah jalanan tempat Martin baru saja pergi untuk mengurus sisa perkara keluarga yang nyaris merenggut segalanya dari mereka.Rachel menarik napas dalam. Seluruh perjalanan panjang ini terasa begitu berat di pundaknya. Dari seorang perempuan sederhana yang hanya ingin hidup damai bersama suaminya, kini ia menjadi perempuan yang memanggul beban nama besar keluarga, konflik, warisan, dan luka yang menganga akibat pengkhianatan orang-orang yang ia percayai.Tapi sore ini, Rachel tahu: semuanya akan berakhir. Bukan karena dunia sudah berubah sepenuhnya, tapi karena ia sendiri yang berubah.Ketukan pelan di pintu balkon menyadarkannya. Clara berdiri di sana dengan mata yang berkaca-kaca. “Rachel… kamu baik-baik saja?”Ra

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 206: Langkah Terakhir

    Senja itu, Rachel berdiri di depan cermin besar di kamar tidur mereka. Wajahnya tampak lelah, tetapi sorot matanya jauh lebih tenang dibanding sebelumnya. Seolah semua badai yang telah dilewatinya mulai mereda. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya masih berputar—tentang sidang yang baru saja berlangsung, tentang Tante Renata yang tak mau menyerah, tentang keluarga besar yang kini memandangnya dengan iri sekaligus takut.Martin masuk ke kamar, melepaskan dasi, lalu mendekat. Tangannya menyentuh bahu Rachel lembut. “Semua akan segera selesai, sayang. Percayalah.”Rachel mengangguk pelan. “Aku percaya, Martin. Tapi aku juga tahu… ini bukan sekadar soal sidang atau warisan. Ini soal menutup semua luka masa lalu. Luka kita, luka keluargamu, luka keluarga kita.”Martin tersenyum pahit. “Dan kamu sudah melakukannya lebih baik dari siapa pun.”Rachel berbalik memandang Martin. “Besok aku ingin mengadakan syukuran di butik. Bukan untuk merayakan menang atau kalah. Tapi untuk mengakhiri s

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 205: Pertemuan Keluarga

    Langit Lembang mendung, awan kelabu menggantung rendah seolah menambah berat di dada Rachel. Vila tua keluarga besar Anshari berdiri kokoh, menjadi saksi bisu betapa rapuhnya tali persaudaraan yang sebentar lagi diuji. Rachel menatap bangunan itu dari balik jendela mobil. Di sampingnya, Martin menggenggam tangannya, berusaha menyalurkan kekuatan.“Kamu yakin mau hadapi ini, Rachel?” tanya Martin lirih.Rachel mengangguk. “Kalau aku lari, selamanya mereka akan menganggap aku pengecut. Dan aku nggak akan biarkan kebenaran dikubur begitu saja.”Martin mengangguk, meski hatinya tak kalah gelisah. Mereka turun dari mobil bersamaan dengan datangnya mobil-mobil lain. Dari mobil hitam mengilap, keluar Tante Renata dengan gaun mahal dan tatapan menusuk. Di belakangnya, para paman, bibi, sepupu, dan anggota keluarga besar lain yang jarang ditemui Rachel. Semua berkumpul karena satu alasan: mempertanyakan warisan Malik Anshari.Saat semua masuk ke dalam vila, Rachel berdiri di depan mereka. Meja

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 204: Jejak-jejak yang Terungkap

    Pagi itu, Rachel bangun lebih awal dari biasanya. Udara segar pagi menyambutnya di balkon kamar, namun pikirannya sudah penuh dengan rencana hari ini. Hari pertama audit menyeluruh Anshari Properti dimulai, dan Rachel tahu langkah ini akan mengguncang banyak pihak.Martin muncul membawa secangkir kopi. “Kamu belum tidur cukup, ya?”Rachel tersenyum lelah. “Tidak apa-apa. Ini bukan soal lelah. Aku harus memastikan tidak ada celah lagi untuk mereka mencuri hak orang banyak.”Martin duduk di sampingnya. “Aku bangga padamu.”Rachel menatap suaminya, lalu menggenggam tangannya erat. “Aku juga bangga padamu, karena selalu berdiri di sampingku.”Di kantor pusat, suasana lebih tegang dari kemarin. Rachel, Martin, dan Reza sudah berada di ruang audit, bersama tim independen yang mereka tunjuk. Layar besar menampilkan aliran dana perusahaan selama lima tahun terakhir.“Ini laporan pertama,” ujar Reza sambil menunjuk grafik. “Kita temukan ada dana masuk yang tidak pernah tercatat dalam laporan r

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 203: Ketika Awal Badai Baru

    Pagi di rumah Rachel disambut matahari yang hangat, namun suasana hatinya tetap penuh waspada. Kemenangan di pengadilan dua hari lalu ternyata belum benar-benar memberi kelegaan. Di meja ruang makan, koran-koran dengan berita utama terpampang: “Rachel Ayuningtyas Sah Miliki 40% Saham Anshari Properti”, “Keluarga Besar Anshari Pecah Karena Warisan”, “Rachel: Wanita Biasa, Pewaris Luar Biasa”. Rachel menatap tajuk-tajuk itu dengan campuran rasa lega dan gelisah. Martin datang membawa secangkir teh hangat, meletakkannya di depan istrinya. “Koran hari ini penuh tentang kamu lagi,” ucapnya pelan. Rachel mengangguk. “Dan mungkin akan begitu untuk beberapa waktu. Aku tidak ingin dikenal hanya karena saham ini, Martin.” Martin duduk di hadapannya. “Kamu akan dikenal karena caramu menjaga amanah ini, Rachel. Bukan karena angka 40% itu.” Rachel menarik napas panjang. “Aku ingin mulai bekerja hari ini. Kita harus pastikan perusahaan ini benar-benar dikelola dengan jujur. Tak boleh ada cel

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 202: Janji Seorang Istri

    Dua hari terakhir ini menjadi dua hari terberat dalam hidup Rachel. Setiap malam terasa panjang, setiap detik penuh cemas. Sejak sidang ditunda untuk musyawarah hakim, pikirannya terus dihantui kemungkinan terburuk. Tak jarang ia terjaga hingga fajar, menatap langit gelap dari jendela kamar, bertanya-tanya: Apakah aku kuat menghadapi semua ini?Pagi ini, matahari baru saja muncul dari ufuk timur ketika Rachel berdiri di depan cermin. Ia menatap pantulan dirinya. Mata itu, yang dulu selalu dipenuhi keraguan, kini memancarkan keteguhan. Bibirnya mengatup erat, menahan kegugupan. Gaun abu-abu sederhana membalut tubuhnya, rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan. Ia tak mengenakan perhiasan mewah, hanya cincin kawin di jari manisnya—satu-satunya simbol bahwa ia punya sandaran yang selalu setia.Martin masuk membawa secangkir kopi hangat. Tanpa berkata-kata, ia meletakkannya di meja dan berdiri di belakang Rachel, memandang istrinya dari pantulan cermin. Tangan Martin terulur, memegang p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status