Home / Rumah Tangga / ISTRI LUPA DIRI / Bab 4: Rahasia Keluarga Hartono

Share

Bab 4: Rahasia Keluarga Hartono

Author: Rae Jasmine
last update Last Updated: 2025-03-07 10:51:17

Rachel berdiri terpaku di ruang tamu vila megah itu, masih memproses apa yang baru saja terjadi. Kakeknya sekarat?

Ia memang tidak tahu banyak tentang keluarga suaminya, selain fakta bahwa mereka adalah salah satu keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negeri ini. Namun, melihat ekspresi Martin yang begitu tegang barusan, Rachel yakin ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar berita duka.

Perasaan tidak nyaman menyelimutinya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Malam itu, Rachel tidak bisa tidur.

Ia berjalan mondar-mandir di kamar yang terasa terlalu luas dan sunyi. Bayangan wajah Martin sebelum pergi tadi terus terlintas di pikirannya. Dia terlihat… takut.

Martin bukan pria yang mudah menunjukkan emosi. Sejak pertama kali bertemu dengannya, Rachel selalu melihat pria itu sebagai seseorang yang dingin, keras, dan sulit ditebak. Namun, malam ini… ada sesuatu yang berbeda.

Rasa penasaran menguasainya. Rachel akhirnya mengambil ponselnya dan mencoba mencari informasi tentang keluarga Hartono.

Ia mengetik nama kakek Martin di kolom pencarian.

Tuan Gunawan Hartono – Pendiri Hartono Group, Konglomerat Terkaya di Asia Tenggara

Rachel menelusuri beberapa artikel tentang pria itu. Semua yang ia baca menunjukkan betapa besar pengaruh keluarga ini dalam dunia bisnis. Tapi yang membuatnya terkejut adalah sebuah artikel lama yang hampir tidak pernah dibahas lagi di media.

“Kasus Misterius di Keluarga Hartono: Kematian Putra Mahkota yang Janggal”

Dahinya berkerut.

Ia mengklik artikel itu dan membaca dengan saksama.

Sepuluh tahun lalu, anak sulung Tuan Gunawan—kakak dari ayah Martin—meninggal dalam keadaan yang mencurigakan. Kematian itu disebut-sebut sebagai kecelakaan, tetapi banyak spekulasi yang mengatakan ada permainan kotor di dalam keluarga mereka.

Bahkan, beberapa sumber anonim menyebut bahwa pewaris sebenarnya dari Hartono Group bukanlah Martin, melainkan seseorang yang ‘disembunyikan’.

Rachel menelan ludah. Apa maksudnya?

Ketukan keras di pintu membuyarkan pikirannya.

“Rachel.”

Suaranya berat dan dalam. Martin sudah kembali.

Rachel buru-buru menutup ponselnya dan berlari ke pintu. Saat membukanya, ia terkejut melihat wajah Martin yang tampak lebih lelah dan kacau dari sebelumnya.

“Ada apa?” tanyanya hati-hati.

Martin menghela napas panjang sebelum masuk dan menutup pintu. “Kakekku… dia ingin bertemu denganmu.”

Rachel membelalakkan mata. “Apa? Kenapa?”

Martin menatapnya tajam. “Aku juga ingin tahu.”

Keesokan harinya, mereka berangkat ke rumah sakit tempat Tuan Gunawan dirawat.

Rachel merasa gugup saat memasuki ruangan VIP yang luas dan dikelilingi oleh penjaga keamanan. Pria tua itu terbaring di ranjang dengan alat medis di sekelilingnya, wajahnya pucat namun matanya masih tajam.

Saat melihat Rachel, ia tersenyum lemah. “Jadi, ini istrimu, Martin?”

Martin hanya mengangguk, tidak banyak bicara.

Rachel melangkah maju, sedikit ragu. “Senang bertemu dengan Anda, Tuan Hartono.”

Pria tua itu mengamatinya sejenak sebelum berkata dengan suara pelan namun tegas, “Aku ingin bicara empat mata dengan menantuku.”

Martin terlihat terkejut. “Kakek, dia tidak tahu apa-apa.”

“Aku tahu,” jawab Tuan Gunawan. “Tapi dia harus tahu. Sebelum semuanya terlambat.”

Rachel semakin bingung. Ia menatap Martin, berharap suaminya itu akan membantah permintaan sang kakek. Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Martin menghela napas, lalu berbalik dan keluar ruangan.

Kini, hanya ada Rachel dan pria tua itu di ruangan.

“Duduklah,” kata Tuan Gunawan.

Rachel menurut. Jantungnya berdegup kencang.

“Apa yang akan Anda katakan pada saya?” tanyanya hati-hati.

Pria tua itu tersenyum tipis. “Kamu tahu, Rachel… keluarga ini memiliki banyak rahasia.”

Rachel mengangguk pelan, tidak tahu harus berkata apa.

“Kamu mungkin mengira pernikahanmu dengan Martin adalah kebetulan,” lanjutnya. “Tapi kenyataannya, aku sudah lama mengawasi kalian berdua.”

Rachel tersentak. “Apa maksud Anda?”

Tuan Gunawan terbatuk lemah sebelum melanjutkan. “Martin adalah pewaris tunggal yang tersisa dalam keluarga ini. Tapi dia bukan satu-satunya yang seharusnya berada di posisi itu.”

Rachel ingat artikel yang ia baca tadi malam. Tentang pewaris yang ‘disembunyikan’.

“Apa ini ada hubungannya dengan kematian putra mahkota keluarga Anda?” tanyanya spontan.

Tuan Gunawan menatapnya dalam. “Jadi, kamu sudah membaca tentang itu.”

Rachel merasa darahnya membeku.

“Katakan saja,” desaknya. “Saya ingin tahu kebenarannya.”

Pria tua itu menutup matanya sejenak, seolah sedang mengumpulkan kekuatan. Lalu, dengan suara pelan, ia berkata,

“Anak itu… masih hidup.”

Rachel tersentak. “Apa?”

“Kematian putraku direkayasa,” lanjutnya. “Dan Martin tahu tentang ini. Itu sebabnya dia selalu terlihat terbebani, karena dia tahu ada seseorang di luar sana yang seharusnya berada di posisinya sekarang.”

Rachel tidak bisa berkata-kata.

“Dan yang lebih parahnya,” Tuan Gunawan melanjutkan dengan nada lebih serius, “orang itu mungkin akan kembali… dan mengklaim semuanya.”

Rachel menggigit bibirnya. “Apakah Martin dalam bahaya?”

Pria tua itu tidak menjawab langsung. “Itu sebabnya aku menyuruhnya menikah denganmu.”

Rachel mengernyit. “Kenapa?”

“Karena kamu adalah satu-satunya yang bisa mengendalikan Martin.”

Rachel terdiam.

“Aku melihat bagaimana dia melindungimu,” lanjut pria tua itu. “Dia mungkin tidak menyadarinya, tapi dia membutuhkanmu. Dan saat semuanya berubah nanti… hanya kamu yang bisa menyelamatkannya.”

Rachel merasa kepalanya berputar.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka.

Seorang pria berjas hitam masuk dengan ekspresi dingin. “Maaf, Tuan. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda.”

Tuan Gunawan mengangguk lemah.

Rachel menoleh ke arah pintu dan merasakan bulu kuduknya berdiri.

Di ambang pintu, berdiri seorang pria dengan senyum penuh arti. Matanya tajam, dan auranya begitu kuat hingga membuat Rachel merinding.

Tuan Gunawan tampak terkejut, begitu pula Martin yang baru saja tiba di belakang pria itu.

Pria itu menatap langsung ke arah Rachel, lalu tersenyum.

“Akhirnya kita bertemu.”

Rachel tidak mengenalnya.

Tapi entah kenapa, ia merasa pria ini membawa bahaya besar bagi keluarganya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 207: Titik Akhir

    Langit sore di kota itu tampak kelabu, seolah menyatu dengan suasana hati Rachel. Di balkon rumahnya yang menghadap taman kecil, ia berdiri sendiri. Angin lembut menerpa wajahnya, membawa harum bunga melati yang ditanam almarhum ibunya dulu. Rachel menatap jauh ke depan, ke arah jalanan tempat Martin baru saja pergi untuk mengurus sisa perkara keluarga yang nyaris merenggut segalanya dari mereka.Rachel menarik napas dalam. Seluruh perjalanan panjang ini terasa begitu berat di pundaknya. Dari seorang perempuan sederhana yang hanya ingin hidup damai bersama suaminya, kini ia menjadi perempuan yang memanggul beban nama besar keluarga, konflik, warisan, dan luka yang menganga akibat pengkhianatan orang-orang yang ia percayai.Tapi sore ini, Rachel tahu: semuanya akan berakhir. Bukan karena dunia sudah berubah sepenuhnya, tapi karena ia sendiri yang berubah.Ketukan pelan di pintu balkon menyadarkannya. Clara berdiri di sana dengan mata yang berkaca-kaca. “Rachel… kamu baik-baik saja?”Ra

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 206: Langkah Terakhir

    Senja itu, Rachel berdiri di depan cermin besar di kamar tidur mereka. Wajahnya tampak lelah, tetapi sorot matanya jauh lebih tenang dibanding sebelumnya. Seolah semua badai yang telah dilewatinya mulai mereda. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya masih berputar—tentang sidang yang baru saja berlangsung, tentang Tante Renata yang tak mau menyerah, tentang keluarga besar yang kini memandangnya dengan iri sekaligus takut.Martin masuk ke kamar, melepaskan dasi, lalu mendekat. Tangannya menyentuh bahu Rachel lembut. “Semua akan segera selesai, sayang. Percayalah.”Rachel mengangguk pelan. “Aku percaya, Martin. Tapi aku juga tahu… ini bukan sekadar soal sidang atau warisan. Ini soal menutup semua luka masa lalu. Luka kita, luka keluargamu, luka keluarga kita.”Martin tersenyum pahit. “Dan kamu sudah melakukannya lebih baik dari siapa pun.”Rachel berbalik memandang Martin. “Besok aku ingin mengadakan syukuran di butik. Bukan untuk merayakan menang atau kalah. Tapi untuk mengakhiri s

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 205: Pertemuan Keluarga

    Langit Lembang mendung, awan kelabu menggantung rendah seolah menambah berat di dada Rachel. Vila tua keluarga besar Anshari berdiri kokoh, menjadi saksi bisu betapa rapuhnya tali persaudaraan yang sebentar lagi diuji. Rachel menatap bangunan itu dari balik jendela mobil. Di sampingnya, Martin menggenggam tangannya, berusaha menyalurkan kekuatan.“Kamu yakin mau hadapi ini, Rachel?” tanya Martin lirih.Rachel mengangguk. “Kalau aku lari, selamanya mereka akan menganggap aku pengecut. Dan aku nggak akan biarkan kebenaran dikubur begitu saja.”Martin mengangguk, meski hatinya tak kalah gelisah. Mereka turun dari mobil bersamaan dengan datangnya mobil-mobil lain. Dari mobil hitam mengilap, keluar Tante Renata dengan gaun mahal dan tatapan menusuk. Di belakangnya, para paman, bibi, sepupu, dan anggota keluarga besar lain yang jarang ditemui Rachel. Semua berkumpul karena satu alasan: mempertanyakan warisan Malik Anshari.Saat semua masuk ke dalam vila, Rachel berdiri di depan mereka. Meja

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 204: Jejak-jejak yang Terungkap

    Pagi itu, Rachel bangun lebih awal dari biasanya. Udara segar pagi menyambutnya di balkon kamar, namun pikirannya sudah penuh dengan rencana hari ini. Hari pertama audit menyeluruh Anshari Properti dimulai, dan Rachel tahu langkah ini akan mengguncang banyak pihak.Martin muncul membawa secangkir kopi. “Kamu belum tidur cukup, ya?”Rachel tersenyum lelah. “Tidak apa-apa. Ini bukan soal lelah. Aku harus memastikan tidak ada celah lagi untuk mereka mencuri hak orang banyak.”Martin duduk di sampingnya. “Aku bangga padamu.”Rachel menatap suaminya, lalu menggenggam tangannya erat. “Aku juga bangga padamu, karena selalu berdiri di sampingku.”Di kantor pusat, suasana lebih tegang dari kemarin. Rachel, Martin, dan Reza sudah berada di ruang audit, bersama tim independen yang mereka tunjuk. Layar besar menampilkan aliran dana perusahaan selama lima tahun terakhir.“Ini laporan pertama,” ujar Reza sambil menunjuk grafik. “Kita temukan ada dana masuk yang tidak pernah tercatat dalam laporan r

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 203: Ketika Awal Badai Baru

    Pagi di rumah Rachel disambut matahari yang hangat, namun suasana hatinya tetap penuh waspada. Kemenangan di pengadilan dua hari lalu ternyata belum benar-benar memberi kelegaan. Di meja ruang makan, koran-koran dengan berita utama terpampang: “Rachel Ayuningtyas Sah Miliki 40% Saham Anshari Properti”, “Keluarga Besar Anshari Pecah Karena Warisan”, “Rachel: Wanita Biasa, Pewaris Luar Biasa”. Rachel menatap tajuk-tajuk itu dengan campuran rasa lega dan gelisah. Martin datang membawa secangkir teh hangat, meletakkannya di depan istrinya. “Koran hari ini penuh tentang kamu lagi,” ucapnya pelan. Rachel mengangguk. “Dan mungkin akan begitu untuk beberapa waktu. Aku tidak ingin dikenal hanya karena saham ini, Martin.” Martin duduk di hadapannya. “Kamu akan dikenal karena caramu menjaga amanah ini, Rachel. Bukan karena angka 40% itu.” Rachel menarik napas panjang. “Aku ingin mulai bekerja hari ini. Kita harus pastikan perusahaan ini benar-benar dikelola dengan jujur. Tak boleh ada cel

  • ISTRI LUPA DIRI   Bab 202: Janji Seorang Istri

    Dua hari terakhir ini menjadi dua hari terberat dalam hidup Rachel. Setiap malam terasa panjang, setiap detik penuh cemas. Sejak sidang ditunda untuk musyawarah hakim, pikirannya terus dihantui kemungkinan terburuk. Tak jarang ia terjaga hingga fajar, menatap langit gelap dari jendela kamar, bertanya-tanya: Apakah aku kuat menghadapi semua ini?Pagi ini, matahari baru saja muncul dari ufuk timur ketika Rachel berdiri di depan cermin. Ia menatap pantulan dirinya. Mata itu, yang dulu selalu dipenuhi keraguan, kini memancarkan keteguhan. Bibirnya mengatup erat, menahan kegugupan. Gaun abu-abu sederhana membalut tubuhnya, rambutnya dibiarkan tergerai tanpa hiasan. Ia tak mengenakan perhiasan mewah, hanya cincin kawin di jari manisnya—satu-satunya simbol bahwa ia punya sandaran yang selalu setia.Martin masuk membawa secangkir kopi hangat. Tanpa berkata-kata, ia meletakkannya di meja dan berdiri di belakang Rachel, memandang istrinya dari pantulan cermin. Tangan Martin terulur, memegang p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status