Alea bukan hanya mendadak menikah di usia yang masih sangat muda, dia juga telah menikah dengan pria yang masih benar-benar asing baginya. Jadi sebenarnya bukan hanya kesenjangan usia yang menjadi masalah Alea sekarang, karena banyak pria yang jauh lebih tua pun sebenarnya juga belum tentu bisa bersikap dewasa. Kesenjangan usia tiba-tiba bisa jadi hal sepele jika dihadapkan pada pria seperti tuan Anmar.
"Ke marilah Alea," panggil tuan Anmar ketika menoleh pada Alea.
Alea benar-benar belum merasa nyaman ketika tiba-tiba harus begitu dekat dengan seorang pria. Tapi bagaimana Alea bisa menolak ajakan seperti ini dari pria yang sudah menikahinya.
"Kemari lah, jangan malu dan takut padaku."
Tuan Anmar masih menunggu tapi kaki Alea justru serasa lemas di atas ranjang. Meski baru saja mereka telah bersetubuh, tapi tengkuk Alea tetap merinding ketika diminta untuk mendekat.&nb
Bonus buat yang......
Alea duduk memperhatikan tampilan dirinya di depan cermin, entah apa yang telah berubah dari dirinya sekarang. Sudah satu minggu dia menjadi seorang istri. Diam-diam Alea menyentuh bibirnya sendiri, bibir yang sama tapi rasanya sudah tidak seperti dulu lagi setelah berulang kali dijamah oleh seorang pria. Alea berusaha membiasakan diri dengan suaminya, membiasakan diri dengan sentuhan tangannya, membiasakan diri dengan kehangatan kulitnya, bibirnya, napasnya, dan membiasakan bangun di sampingnya setiap pagi. Sepertinya Alea memang harus membiasakan diri untuk bisa menerima semua ini. Satu minggu memang bukan waktu yang cukup untuk membiasakan begitu banyak hal sekaligus, tapi paling tidak Alea sudah tidak merasa terlalu terganggu lagi dengan kedekatan fisik mereka. Alea hanya baru tahu jika manusia memiliki kebutuhan seintim itu untuk saling dipenuhi.
Seperti janjinya waktu itu, tuan Anmar akan memberikan rumah untuk Alea serta ibunya, menanggung semua kehidupan mereka dan memberikan semua hak Alea sebagai seorang istri. Tuan Anmar hanya tidak bisa membawa Alea pulang ke rumahnya sendiri karena pernikahan mereka masih harus dirahasiakan seperti kesepakatan mereka sejak awal. Bahkan tuan Anmar juga belum memberitahu putranya jika dia sudah menikah lagi. Seluruh keluarga besarnya juga belum ada yang tahu mengenai pernikahannya ini. Menikahi gadis yang puluhan tahun lebih muda sepertinya juga akan menciptakan kehebohan karena itu dia juga sepakat dengan keinginan Alea untuk merahasiakannya. "Sepertinya rumah ini terlalu besar jika hanya untuk kutinggali berdua dengan ibu." Alea masih takjub dengan rumah tiga lantai yang baru dihadiahkan tuan Anmar padanya. Rumah itu tidak hanya besar
Alea ikut terjebak macet ketika dalam perjalanan untuk kembali ke hotel. Beberapa jalan utama kabarnya juga ditutup akibat gelombang demonstrasi yang sedang membludak untuk menuntut penegakan hukum atas kasus korupsi ayah Alea dan beberapa rekannya yang kembali ikut tertangkap. Kasus korupsi tersebut ternyata memang bukan kasus main-main dan mulai ikut menyeret para petinggi politik. Berbagai elemen masyarakat dan organisasi ikut turun ke jalan, mereka ikut serta menyuarakan kemarahan dan mulai anarkis karena berbagai pemberitaan media yang ikut menyulut atmosfer menjadi semakin panas. Masyarakat seolah tidak percaya lagi dengan birokrasi hukum jika para pejabat tinggi mulai ikut terlibat. Alea duduk di dalam mobilnya yang berkaca gelap, mobil tersebut juga sedang tidak bisa bergerak akibat para pendemo yang ikut memadati jalan protokol. Alea menyaksikan berbagai spanduk poster dari ber
Hari sudah kembali pagi ketika Alea terbangun lebih dulu dan mendapati lengan tuan Anmar masih memeluk pinggangnya. Ternyata mereka telah tidur meringkuk semalaman di atas sofa. Matahari sudah cukup tinggi dan dinding kaca di depan mereka sudah terang benderang. Nampaknya semalam Alea tertidur lebih dulu dan tidak tahu jam berapa tuan Anmar akhirnya ikut tertidur. Alea masih merasakan tangan pria itu menyisir rambutnya ketika matanya mulai meredup dan timbul tengelam. Alea hendak berinsut sedikit tapi lengan besar yang sedang melingkari pinggangnya justru merapat untuk menariknya lagi. Pria itu masih tidur, Alea bisa mengetahui dari irama napasnya yang teratur dan detak jantungnya yang konstan tidak berubah. Napas tuan Anmar terasa hangat dan lembut menerpa puncak kepala Alea, tubuhnya besar dan keras membingkai seperti cangkang ketika Alea meringkuk di dadanya. Diam-diam Alea mer
Setelah membantu Alea untuk kembali berpakaian dan mengancingkan kemejanya dengan rapi, tuan Anmar juga kembali memakaikan jasnya untuk membungkus tubuh Alea. "Jangan malu." Pria itu menyentuh dagu Alea dan mengangkatnya. Pipi Alea memang sedang merona merah dan bibirnya masih agak nanar. "Aku malu harus keluar seperti ini," jujur Alea ketika melihat tampilan dirinya sendiri. Meskipun tidak ada yang melihat perbuatan mereka tapi tetap saja memalukan keluar pagi-pagi begini bersama dengan seorang pria yang baru mengajaknya bercinta di atas sofa ruang kantor. Tuan Anmar menyapukan ibu jarinya pada bibir Alea kemudian turun ke sisis kulit lehernya yang lembut dan berjejak. "Apa aku
Selama tinggal bersama Alea, ibunya juga rutin mendapat pemeriksaan medis dan berbagai terapi. Hampir satu bulan ibu Alea menjalani terapi dan sekarang tangan kirinya sudah mulai bisa kembali bergerak normal serta bisa digunakan untuk menulis. Ibu Alea juga sudah bisa mengucapkan beberapa kata dengan jelas. Alea sangat bersyukur dengan semua kemajuan yang dicapai ibunya. Harapan Alea benar-benar masih sangat besar untuk kesembuhan sang ibu. Walaupun sekarang dia sudah dibantu oleh dua orang suster, tapi Alea masih tetap ikut turun tangan sendiri mengurus ibunya, termasuk menyeka dan menyuapinya setiap hari. Alea juga sudah mulai belajar menikmati semua rutinitasnya sebagai seorang istri. Bagi tuan Anmar, istri mudanya bukan hanya sekedar cantik dan menyenangkan di atas ranjang. Alea juga memiliki sifat sangat lembut dan penyayang. Dia
"Kudengar kau sakit." Tuan Anmar menggenggam tangan Alea yang sedang berbaring di atas ranjang dengan sangat khawatir. "Aku tidak apa-apa, Mas." Begitu mendengar dari kedua perawat di rumah jika Alea kurang enak badan tuan Anmar langsung meninggalkan sebuah acara penting hanya untuk segera memastikan sendiri kondisi Alea. Tangan Alea sudah di pasang selang infus oleh perawat yang mengurus ibunya karena dia terus muntah dan tidak bisa makan sejak pagi. "Aku hamil." Kecemasan tuan Anmar seketika terurai menjadi senyum cemerlang. "Apa kau sungguh-sungguh?" Alea mengangguk sambil mengigit bibir bawahnya sendiri karena ternyata dia
Walaupun Alea pikir dirinya sudah tidak mau perduli, tapi saat mengetahui vonis atas ayahnya ternyata Alea tetap tidak sanggup untuk membendung air matanya yang tetap meluncur jatuh. Tuan Anmar mengambil remote televisi dari tangan Alea dan mematikannya. "Sebaiknya jangan dilihat." Alea berpaling menghindar untuk buru-buru menghapus jejak air matanya. "Andai aku bisa membantu, tapi aku memang tidak bisa melakukan apa-apa untuk hal ini." Tuan Anmar ikut duduk dan menyentuh punggung Alea. "Ayahku memang bersalah dan pantas mendapat hukuman." Alea tahu tidak akan ada yang bersimpati pada terpidana korupsi dan hukuman itu memang l