Karena ingin pulang lebih cepat untuk bisa mengerjakan sisa pekerjaan dari mbak Karina, hari ini Alea memesan ojek online. Alea buru-buru keluar dari lobi utama dan melihat ojek online yang dia pesan sudah menunggu di depan trotoar, Alea harus buru-buru karena tidak boleh lama-lama berhenti di sana. Alea segera memakai helm yang diberikan bapak ojek itu dan naik ke belakang boncengannya.
Jalanan juga sedang ramai menjelang jam pulang kantor. Tidak tahu kenapa di sepanjang perjalanan pulang itu Alea jadi terus menoleh beberapa kali ke belakang, rasanya seperti sedang ada yang mengikutinya atau entah cuma perasaan Alea saja yang sedang berlebihan karena jantungnya yang juga terus berdegup kencang selama sisa harinya di kantor tadi. Sampai sekarangpun Alea masih merasa aneh jika berani memikirkannya, Alea menghela napas dan mengelus dadanya sendiri agar tetap sehat.
YUK VOTE , YA
Setelah nyaris tidak bisa tidur semalaman akhirnya Alea bangun dengan kepala yang berdenyut-denyut, pipi yang terus merona dan dada ber debar-debar tidak sehat. Alea merasa benar-benar tidak sehat, secuil saja ingat tentang kejadia di dalam lift kemarin langsung membuat dunianya seperti kembali dijungkir balikkan lagi oleh bencana alam. Alea tidak berani memikirkannya apa lagi mengingat rasanya. Tubuhnya akan segera kembali merinding, merinding antara efek demam karena gejala flu dan kombinasi dari rasa seorang pria. Walaupun sudah sebesar ini, Alea memang sangat awam mengenai pria. Alea belum pernah dekat dengan pria manapun dari kebanyakan teman laki-laki di kampus juga akan segan untuk mendekatinya karena Alea yang terlalu rajin dan hanya sering terlihat membaca buku di waktu luang. Alea belum pernah bersentuhan dengan teman pria kecuali hanya berjabat tangan, itu pun tidak pernah sampai benar-benar menggenggam. Tiba-tiba sekarang han
Anmar Haris sedang memukuli samsak di ruang gim setelah tadi dia juga selesai mengelilingi lapangan beberapa kali sampai berkeringat. Napasnya sudah tersengal dan keringatnya bercucuran tapi rasanya dia masih belum ingin berhenti memukul. Beberapa kali dia hanya berhenti sejenak untuk memeriksa layar ponselnya dan tetap tidak dibalas. Kadang dia sendiri juga tidak tahu apa sebenarnya yang sedang ia tunggu. Kembali lagi pada kata 'menunggu' dan tiba-tiba napasnya seolah terhenti sejenak. Gejala flunya sudah menghilang tapi kenapa sepertinya malah justru sedang muncul gejala yang lain. Dia segera berhenti untuk duduk sejenak dan menunggu sampai jantungnya normal kembali, memejamkan mata dan menghirup napas dalam-dalam, sepertinya ia memang harus bisa berpikir lebih jernih, ia butuh tempat yang lebih tenang. *****
Akhirnya Alea tetap pergi ke panti dengan menggunakan mobil bosnya yang benar-benar mau mengantarkan mereka. Karena pindah ke mobil orang anak mbak Karina yang paling kecil jadi rewel dan terus minta duduk di pangkuan bundanya. Jadilah mbak Karina duduk di belakang bersama ketiga putranya dan Alea duduk di kursi depan dengan dadanya yang tidak bisa berhenti ribut. Pria itu sangat dekat dan membuat Alea marasa seperti pengecut hanya untuk sekedar menoleh sedikit saja ke sampingnya. Perjalanan yang mendebarkan bagi Alea meskipun jalannya rata dan pak Anmar juga tidak mengemudi terlalu laju karena ingat sedang membawa anak-anak yang aktif bergerak. Beberapa kali mbak Karinan harus memperingatkan kedua putranya yang lebih kecil karena terus memainkan berbagai aksesoris di mobil mahal itu. Meskipun bosnya yang terlalu murah hati itu mengatakan tidak apa-apa tapi tetap saja takut kalau sampai
Alea kembali berdiri di dalam lift yang tertutup bersama Anmar Haris, pria yang selalu berlebihan untuk sekedar dia pikirkan. Entah hal gila apa yang membuat Alea tadi setuju untuk ikut masuk ke dalam lift bersamanya. Alea juga masih belum lupa sama sekali dengan kejadian di dalam lift tempo hari. Alea masih ingat seperti apa rasa dan tekstur dari bibir pria itu ketika tiba-tiba mendesak dan menggigitnya. Syaraf Alea kembali menegang tapi dia juga ingin membuktikan jika dirinya seharusnya bukan pengecut. "Aku sudah berjanji untuk menghormatimu, jangan takut padaku." Suara pria itu selalu terdengar agak serak dan berat layaknya pria dewasa akhir dua puluhan, tinggi tegap dan tampan. Sangat tampan hingga Alea tidak berani lama-lama memandangnya. "Ya," Alea mengangguk setelah menatapnya beberapa saat untuk meyakinkan dirinya tidak akan a
Alea masih terduduk bingung di kamar kostnya, Alea tidak percaya dengan apa yang telah dia bahas bersama pak Anmar Haris siang ini. Pria itu menawarkan pernikahan untuknya, dan memberi waktu pada Alea untuk memikirkannya dulu. Alea masih ingin menyelesaikan kuliahnya, bekerja dan melakukan banyak hal seperti cita-citanya selama ini, bukan menikah. Tapi tadi pria itu juga berjanji akan bersama Alea mewujudkan semuanya, bahkan menjanjikan masa depan yang lebih baik untuk adik-adiknya di panti. Pak Anmar Haris juga bukan pria yang buruk karena itu Alea merasa sangat tidak masuk akal hingga ia ingin kembali mencubit lengannya sendiri. Setelah menghela napas dalam dan mengehembuskanya lagi pelan-pelan akhirnya Alea memberanikan diri untuk menelepon bunda Yuli. Panggilannya juga langsung diangkat seolah ibu asuhnya itu sudah tahu jika Alea akan menelepon. Setelah mengucapkan salam seperti bia
Alea berangkat bekerja dengan dada berdebar-debar, pikirannya masih belum bisa beranjak dari sosok Anmar Haris yang terlalu berlebihan untuk dia pikirkan. Bagaimana Alea bisa beraktifitas normal jika napas, otak, hati, dan jantungnya sudah terkontaminasi separah ini. Alea memang masih sangat lugu belum pernah benar-benar suka atau tertarik dengan teman pria dan bosnya itu jelas bukan cuma sekedar pria. Anmar Haris adalah pria yang terlalu sempurna dari berbagai sudut pandang dan kemarin pria itu menawarinya pernikahan. Meskipun Alea sudah mencubiti lengannya sendiri berulang kali tetap saja rasanya seperti mimpi yang sulit dipercaya, terlalu indah, terlalu berbunga-bungan, dan mendebarkan untuk dipikirkan. Namanya mimpi pastinya jauh dari kenyataan cuma indah dalam angan. Alea jadi membayangkan dirinya sendiri yang cuma mahasiswa dari panti asuhan, biasa naik angkutan umum dan tin
Alea baru kembali ke tempat uduknya saat Sofie kembali mengajaknya bicara. "Akhir pekan ini adikku ulang tahun, kami mengadakan acara kecil-kecilan apa kau mau datang?" "O, tentu." Alea menyambut dengan gembira karena dia juga ingin bertemu dengan adik-adik Sofie yang selama ini cuma sering Alea dengar ceritanya keributannya pada dasarnya Alea memang menyukai keributan anak-anak yang membuatnya rindu dengan suasana panti. "Datang lah besok sore jam lima, nanti akan ku share lokasinya, naik ojol aja karena rumahku masuk gang." "Ya." Alea mengangguk kemudian melanjutkan sisa pekerjaannya. Karena hari Jumat kali ini mereka semua pulang lebih cepat, Alea bisa pulang barengan dengan
"Apa kau sudah memikirkannya Alea?" tanya bunda Yuli ketika mereka sama-sama meperhatikan pria yang kali ini sedang mencuci tangannya di wastafel bersama anak-anak yang juga baru selesai makan. "Dia ingin menikahimu, akan memberimu tangungjawab. Pria seperti itu tidak akan datang setiap hari Alea." "Bunda benar," Alea setuju. Bunda Yuli meraih tangan Alea dan menggenggamnya untuk tersenyum. "Lihatlah, dia sangat rupawan, pasti kau juga senang melihatnya." Alea juga tidak pernah berpikir bakal melihat pria seperti pak Anmar Haris sampai mau datang ketempat mereka dan tanpa canggung berbaur dengan anak-anak di panti, ikut makan bersama dan tetap menaruh hormat pada siapapun meski dia seorang bos besar. "Kami semua juga terkejut ketika kemarin dia datang sendiri kemari untuk langsung terus terang memintamu. Dia juga bersumpah akan menunggumu sampai kau mau." Alea mendengarkan nasehat ibu asuhnya sambil masih memperhatikan pak Anma