Aku mencari seseorang yang dapat dipercaya untuk mengawasi Hamdan serta kematian adikku beserta keluarganya. Hingga aku tau dari cucu Nenek Amah yang biasa datang membersihkan Mas Andra bilang ia pernah melihat Pak Broto merusak rem mobil Rona hingga terjadi kecelakaan yang menyebabkan kematian Rona serta suami dan anaknya.Aku meminta cucu nenek amahmengawasi Hamdan."Nyonya, den Hamdan menyewa banyak orang, Dia juga mencari Pak Broto dan Bu Laras ."Lalu bagaimana hasilnya?""Belum ada yang bertemu, Nyonya.""Awasi terus dia."Hingga entah berapa tahun kami mencari Alfin tetapi belum ketemu, sampai suatu ketika Hamdan mengantarku ke makam Mas Andra. Ya, suamiku telah meninggal satu tahun yang lalu. Mas Andra memintaku memaafkan Hamdan dari sebuah surat yang ia tinggalkan.Makam Mas Andra berada di Jawa dekat dengan makam ibunya. Hamdan melihat Alfin tengah dikeroyok preman, ia berlari mengejarnya."Alfin!"Hamdan menyeret Alfin dari preman-preman tersebut, tetapi para preman justru
"Kamu itu hanya akan menjadi anjing suruhannya, tapi kamu hanya mendapat sebuah tulang. Kamu tak akan dapat apa-apa, Hamdan," ujar Bu Laras."Benar yang ibumu katakan, Hamdan." Ayah ikut membenarkan ucapan Bu Laras."Hamdan, kamu jangan bodoh! Apa kamu pikir jika Kinan sudah dewasa dia tidak akan menendangmu dari keluarga Rosela? Apalagi jika ia memiliki suami yang tak sepadan, dia pasti akan menghasut Kinan untuk menendangmu dari keluarganya dan kamu tak akan dapat apa-apa."Ibu Laras terus menasehatiku, aku yang mulai was-was dengan posisiku berfikir mungkin ada benarnya omongan Bu Laras ibu tiriku itu."Tapi mana mungkin, Bu? Kinan masih kecil.""Apa kamu tak ingat jika dulu Kinan baru lahir Pak Andra mengatakan Kinan adalah ahli waris satu-satunya.""Bagaimana Ibu bisa tahu?" tanyaku heran."Dulu Bapak dan Ibu memeriksakan kakakmu Hani yang tengah mengandung. Ibu tak sengaja mendengarnya dari balik pintu, dari situlah Ibu tahu bahwa itu kamu dan meminta bapak untuk bertemu denganm
"Lalu bagaimana dengan Mas Hamdan dan kedua orang tuanya, Bu?" tanyaku."Hamdan masih koma di rumah sakit, sementara Pak Broto dan Bu Laras, mereka menjadi buronan polisi.""Aku pikir Ibu sudah tiada atau melupakanku."Air Mataku kembali menetes. Berpuluh-puluh tahun aku menginginkan kehidupan layaknya anak-anak lain tetapi tak aku dapatkan."Bagaimana Ibu bisa melupakanmu Kinan, Ibu rela melakukan apapun untuk melindungimu."Ibu mengecup pucuk kepalaku."Dimana suamimu, Nak?""Aku seorang diri, Bu.""Apa maksudmu, Kinan?""Aku bercerai, suamiku diam-diam menikah dengan wanita lain karena ibunya memaksa.""Astagfirullah, Bagaimana seorang Ibu bisa menghancurkan rumah tangga anaknya?""Di mata ibunya harta yang utama, Bu. Meskipun aku sudah memiliki segalanya ia lebih menginginkan Bang Adnan menikah dengan wanita janda kaya. Aku hanya orang miskin, bodoh dan tak mengenal sekolah."Ibu memelukku, air matanya jatuh membasahi pipi yang sudah banyak kerutan."Maafkan Ibu, Kinan, karena Ibu
"Lalu bagaimana dengan Mas Hamdan dan kedua orang tuanya, Bu?" tanyaku."Hamdan masih koma di rumah sakit, sementara Pak Broto dan Bu Laras, mereka menjadi buronan polisi.""Aku pikir Ibu sudah tiada atau melupakanku."Air Mataku kembali menetes. Berpuluh-puluh tahun aku menginginkan kehidupan layaknya anak-anak lain tetapi tak aku dapatkan."Bagaimana Ibu bisa melupakanmu Kinan, Ibu rela melakukan apapun untuk melindungimu."Ibu mengecup pucuk kepalaku."Dimana suamimu, Nak?""Aku seorang diri, Bu.""Apa maksudmu, Kinan?""Aku bercerai, suamiku diam-diam menikah dengan wanita lain karena ibunya memaksa.""Astagfirullah, Bagaimana seorang Ibu bisa menghancurkan rumah tangga anaknya?""Di mata ibunya harta yang utama, Bu. Meskipun aku sudah memiliki segalanya ia lebih menginginkan Bang Adnan menikah dengan wanita janda kaya. Aku hanya orang miskin, bodoh dan tak mengenal sekolah."Ibu memelukku, air matanya jatuh membasahi pipi yang sudah banyak kerutan."Maafkan Ibu, Kinan, karena Ibu
"Ibu," lirihku menohon, tetapi ibu justru tersenyum kepadaku."Biarkan dia tahu, Kinan. Dia sudah besar dan saatnya dia mengetahui.""Umi, ayo jawab pertanyaan Zafran, benarkah dia Abiku?"Zafran memegang tanganku dan menggoyang-goyangkan menanti jawabanku."Iya, Zafran. Dia Abinya Zafran," jawabku."Sini, Sayang. Abi rindu. Abi ingin memeluk Zafran."Aku mengalihkan pandangan, tak kuasa menahan air mata yang tak dapat kuajak bekerja sama.Zafran memeluk Bang Adnan, kulihat Bang Adnan menangis memeluk Zafran."Kenapa Abi lama sekali kerjanya?" "Maafkan Abi, Zafran.""Ayahnya Hanifa bekerja tetapi ia selalu video call, kenapa Abi tak pernah menelpon Zafran?" ucapnya polos.Bang Adnan kembali memeluk Zafran dengan erat."Maafkan Abi, Zafran. Maafkan Abi tak pernah berani menemuimu karena malu.""Kenapa Abi malu?""Tidak apa-apa, yang penting sekarang Abi sudah bersama Zafran.""Kenapa Umi dan Abi menangis? Apa Abi dan Umi tak bahagia saling bertemu?"Zafran andai kamu sudah paham tenta
"Mbak terimakasih sudah merawat anakku hingga menjadi wanita yang Sholeh dan baik," ucap ibu kepada Bunda Salamah."Dia sudah aku anggap seperti anak sendiri Bu Rosa, aku bersyukur sekarang Kinan sudah bertemu kembali dengan orang tuanya."Aku membawakan nampan minuman untuk ibu dan Bunda Salamah. Saat asyik bercengkrama ponsel ibu berbunyi."Assalamualaikum Saka?""Walaikumsallam Bu, den Hamdan sudah sadarkan diri Bu," kudengar lirih dari telepon ibu."Benarkah? Alhamdulillah besok saya akan kembali ke Jakarta.""Baik Bu."Ibu menutup teleponnya."Ada apa Bu?""Masmu sudah sadar nak, Alhamdulillah.""Alhamdulillah.""Apa Kinan akan ikut ibu Rosa ke Jakarta?"Bunda Salamah bertanya pada ibu."Saya harap Kinan mau menemani masa tua saya.""Aku akan mencari orang dulu untuk mengurus tokoku, Bu.""Baiklah.""Aku akan istirahat dulu supaya besok lebih fokus.""Iya sayang."Aku meninggalkan ibu dan Bunda Salamah yang masih bercengkrama.Melihat Zafran yang tengah tertidur dengan lelap aku
Kami duduk untuk makan bersama."Ibu, doakan aku semoga bisa mendapatkan penghargaan.""Tentu Sayang.""Zafran akan dijemput Bang Fatur, ibu bisa berangkat bersamaku, nanti Zafran akan diantar Bang Fatur," terangku yang dijawab anggukan oleh ibu Aku mempersiapkan semuanya, semua yang Bu Wisma pesan kemarin. Mobil yang Bu Wisma kirim sudah menunggu di depan rumah."Assalamualaikum?" ucapan salam dan ketukan pintu terdengar bebarengan."Waalaikumsalam." Aku dan Bunda Salamah menjawab dengan serentak.Ibu masih di belakang membantu Zafran bersiap. Bunda Salamah membukakan pintu untuk bang Fatur, hatiku berdebar tak berani keluar."Kinan? Kenapa masih berdiri di dalam?" tanya ibu yang sudah berdiri di belakangku."Em… tidak apa-apa Bu.""Ayo keluar."Aku mengekor di belakang ibu yang sudah keluar. Kulihat Bang Fatur duduk bersama Bunda Salamah. Zafran keluar dan langsung duduk di pangkuan Bang Fatur.Aku menunduk benar-benar tak berani menatap Bang Fatur, bagaimana jika pipiku merona sep
Aku membuka pintu ruangan konsumsi tersebut, mencari sosok Zain serta bertanya pada setiap pemuda yang ada disana, tetapi tak ada seorang pun yang mengenal Zain hingga seorang pemuda memanggil nama Al."Al kemarilah?"Seorang pemuda membawa beberapa piring dari tempat cucian piring yang berada di sebelah ruangan tersebut."Zain? Dia Zainku."Pemuda itu menoleh melihatku, dia anakku, anak sulungku."Umi."Ia menaruh piring di bawahnya dan berlari memelukku dengan air mata di pipinya."Maafkan Umi, Nak."Aku benar-benar tak kuasa menahan sesak di hati, kenapa anakku harus menderita karena perbuatan orang tuanya."Zain rindu Umi." Kuusap wajahnya, dia sudah tumbuh dewasa."Kenapa Umi tak pernah menelpon Zain?" "Ayo kita pulang, kita akan bicara di rumah."Zain berpamitan kepada teman-temanya, aku menggandeng tangannya. Aku melihat Bang Fatur tersenyum kepadaku.Ia memeluk Zain."Kamu sudah besar Zain." Kami bertiga kembali keruang dimana ibu dan Zafran menunggu kami."Umi lihat Umi dap