"Sita, aku bahkan rela bersujud sekarang juga kepadamu. Aku mohon beri aku kesempatan kedua," tutur Arjun, dia bersiap diri untuk bersujud di hadapan Sita.
Dalam keheningan ruangan yang penuh dengan tegang, Arjun dengan tulus mengungkapkan kata-kata tersebut.
Dengan hati yang berdebar, Arjun menundukkan kepalanya dan bersiap untuk meluruskan punggungnya. Setiap gerakan yang dilakukan dengan hati-hati, seolah-olah dia sedang menari di atas panggung kehidupan.
Sita, yang diam-diam menyaksikan adegan ini, merasa terharu. Meski hatinya masih terluka akibat pengkhianatan yang terjadi, tetapi ada sesuatu yang membuatnya tergugah oleh keberanian Arjun.
Tentu saja, Sita merasa sangat tidak ingin melihat harga diri suaminya yang telah dibangun dengan susah payah hancur begitu saja dengan cara ia bersujud kepadanya. Baginya, tindakan seperti itu akan memberikan kesan bahwa suaminya adalah pribadi yang lemah dan tidak memiliki harga diri yang kuat. Sita sadar bahwa setiap orang memiliki harga diri yang harus dijaga, termasuk suaminya. Sita menahan tubuh Arjun untuk bersujud kepadanya. Mayang semakin kesal dengan adegan ini.
Saat Arjun sudah berada di depannya, Sita merasa kekuatan untuk memberi kesempatan kedua. Dia melihat mata Arjun yang penuh dengan penyesalan dan tekad untuk memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukan. Meski masih ragu, Sita merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk memberikan kesempatan kedua.
"Aku melihat keberanianmu untuk berubah dan memperbaiki kesalahanmu. Aku memberimu kesempatan kedua." Sita menatap Arjun sayu.
Ketika Arjun mendengar kata-kata itu, hatinya berbunga-bunga. Dia merasa seperti mendapatkan hadiah terbesar dalam hidupnya. Bersujud di hadapan Sita telah membuka pintu hatinya untuk menerima kesempatan kedua yang begitu berharga.
"Kau, kau serius? Kau memaafkan ku?" tanya Arjun berdiri menghadap Sita dan memeluk Sita dengan eratnya.
"Jangan senang dulu, ada satu syarat untuk itu," ucap Sita dengan suara tegas, melepaskan diri dari pelukan Arjun.
"Apa?" tanya Arjun tiba-tiba saja cemas dan khawatir.
"Untuk rumah elite itu, ubah menjadi atas namaku," cetus Sita dengan penuh amarah.
Arjun mengangguk bahagia, menunjukkan setuju dengan permintaan Sita. Dia siap melakukan apapun asalkan dapat tetap bersama dengan Sita. Terlihat jelas bahwa Arjun sangat mencintai Sita dan rela melakukan apapun untuk membuatnya bahagia.
Di sisi lain, Mayang tampak semakin merah padam wajahnya karena kemarahan yang meluap-luap di dalam dirinya. Ia berusaha keras menahan amarah yang sudah mencapai titik puncak. Meskipun begitu, Mayang masih berharap agar Arjun tidak akan mengusirnya dari kehidupannya. Ia berharap bahwa Arjun akan memilihnya sebagai pasangan hidupnya, terlepas dari hubungan gelap yang mereka jalani.
Salah satu alasan mengapa Mayang berharap demikian adalah karena ia sedang hamil anak Arjun. Meskipun kehamilan ini berasal dari hubungan gelap mereka, Mayang berharap bahwa hal ini akan membuat Arjun mempertimbangkan untuk tetap bersamanya. Ia berharap bahwa Arjun akan melihat kehadiran anak mereka sebagai bukti cinta yang sejati dan menjadi alasan untuk memilihnya.
Mayang merasa cemas dan takut kehilangan Arjun. Meskipun situasinya sulit dan penuh dengan konflik, Mayang masih berharap bahwa Arjun akan memilihnya dan mereka dapat melalui semua masalah bersama-sama.
"Mas kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja, karena aku saat ini... ."
"Mayang, pergi dari sini!!! Kembalikan mobil serta pemberianku yang sudah ku berikan kepadamu!" tegas Arjun, memotong pembicaraan Mayang dengan nada marah. Sudah jelas bagi Arjun bahwa Mayang akan membawa pembicaraan ke arah yang tidak diinginkannya. Sebab itu, dia tidak ingin Sita mengetahui tentang kehamilan Mayang yang sedang dia pikirkan.
Tatapan Arjun begitu tajam saat dia mengarahkan kata-katanya kepada Mayang yang terkejut.
"Mas, bagaimana bisa seperti ini. Kak Sita, kau seharusnya meminta talak dari suamimu karena dia sudah mengkhianatimu," keluh Mayang, belum bisa menerima situasi saat ini.
Dengan raut wajah tegas, Sita melangkah dengan mantap mendekati Mayang. Ekspresi seriusnya terlihat jelas pada wajahnya, dan pupil matanya yang biasanya coklat, kini terlihat membesar. Dalam langkahnya yang mantap, Sita ingin menunjukkan sikapnya yang tegas dan tidak mengalah. Dia mengejek serta mencemooh Mayang atas kegagalannya dalam merusak rumah tangganya.
Dalam langkah majunya, Sita berusaha untuk menunjukkan kekuatan dan keberanian. Dia ingin menegaskan bahwa dirinya tidak akan mudah ditaklukkan dan tidak akan membiarkan siapapun merusak hidupnya. Sita ingin memberikan pesan yang jelas kepada Mayang bahwa perbuatannya tidak akan dibiarkan begitu saja.
"Mayang, adik angkatku! Jangan pernah berpikir kau bisa merebut apa yang aku miliki dengan gampang, bukankah kau bisa melihatnya! Mas Arjun tidak ingin jauh dariku! Dari sini kau paham bukan, jika istri sah lebih kuat dari seorang pelakor sepertimu!" cibir Sita dengan senyum kemenangannya.
Mayang merasa terpukul mendengar kata-kata Sita yang penuh dengan keangkuhan. Dia tidak bisa membiarkan Sita merendahkan dirinya seperti itu. Emosi yang memuncak dalam dirinya membuatnya ingin memberikan balasan yang tepat.
hak orang lain.
Arjun hanya diam berdiri mematung, Arjun tidak bisa berbuat apapun saat ini. Baginya saat ini, dia tetap berada di samping Sita karena dirinya tidak ingin kembali miskin.
"Kau sekarang bisa berbahagia, Kak. Suatu hari nanti, kau akan datang kepadaku dan memberikan Mas Arjun kepadaku dengan suka rela," tantang Mayang menatap Sita tajam.
"Mas, kau urus saja dia. Aku nggak mau tau cepat usir dia, atau aku yang akan mengusir kalian berdua," pinta Sita, tidak tahan lagi berlama-lama menghadapi ocehan Mayang.
Sebenarnya, di balik raut wajah tegas dan sikap mengejeknya, terdapat kepedihan yang dalam. Sita sebenarnya masih merasakan luka yang dalam karena Mayang telah mencoba menghancurkan rumah tangganya. Kegagalan Mayang dalam merusak rumah tangga Sita hanya menjadi kepuasan sesaat bagi Sita. Dia tahu bahwa luka yang dirasakannya tidak akan hilang begitu saja.
Sita meringkuk di bawah tempat tidurnya dengan hati yang berat. Kamar yang sebelumnya terang benderang kini terendap kegelapan yang menggelayuti setiap sudut ruangan. Hembusan angin malam yang masuk melalui celah-celah jendela membuat suasana semakin dingin. Dalam kegelapan itu, Sita merasa seperti tenggelam dalam samudra kekosongan yang tak berujung.
Tiba-tiba, langkah kaki Arjun terdengar mendekat. Dalam kesedihannya, Sita memohon padanya dengan suara terisak, "Jangan hidupkan lampu, Mas!"
Arjun terkejut dengan permohonan Sita yang tak biasa. Namun, ia melihat kesedihan yang jelas terpancar dari matanya. Ia memutuskan untuk mematuhi permintaannya. Arjun kini duduk di sebelah Sita. Mereka berdua saling berdekatan, mencoba untuk menciptakan kehangatan di antara mereka. Arjun dengan santai menyelonjorkan salah satu kakinya, menunjukkan rasa kenyamanan yang dia rasakan. Di sisi lain, kaki yang lainnya dia tekuk dengan lembut. Dia menjaga postur tubuhnya agar tetap santai dan nyaman. Tangan Arjun dia biarkan beristirahat di atas kaki yang dia tekuk.
Mereka berdua duduk di kegelapan, hening seperti malam yang menyelimuti mereka. Sita merasa beban di dadanya semakin berat, seperti batu yang terus menekannya.
"Mas, apa karena aku tidak bisa memberimu keturunan, kau Setega ini kepadaku?"
Arjun mendengarkan dengan penuh perhatian, rasa bersalah semakin menguasai dirinya. Ia merasakan getaran emosi yang bergejolak dalam hatinya. Namun, ia tetap diam, memberi kesempatan pada Sita untuk melampiaskan semua kekesalannya.
Di sisi lain, Mayang terlihat lebih tenang meninggalkan rumah mewah Sita. Entah langkah apa yang akan dia tempuh untuk mendapatkan keadilan bagi anak yang dia kandung saat ini.
Terimakasih sudah memapir di ceritaku, jangan lupa komen ya sayangku untuk semangat Authornya. Terimakasih
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men