Beranda / Romansa / ISTRI SENILAI SAHAM / Hanya Sebatas Kerja

Share

Hanya Sebatas Kerja

Penulis: Sasacuap
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-06 18:55:25

Senja menangis terseduh-seduh, beberapa bagian tubuhnya terasa melebam, belum lagi rasa ngilu dan anyir darah dari pinggir bibirnya, membuat Senja harus berulang kali meringis di sela isak tangis.

Dirinya sekarang sudah seperti seonggok barang habis dipakai, dibiarkan tergeletak tanpa ada yang memungutnya.

"Ya Tuhan. Kenapa aku harus mengalami seperti ini? Kenapa?! Sakit, sakit sekali rasanya. Sakit!" teriaknya meraung.

Senja mencoba bangkit dari kasur. Kedua kakinya terasa bergetar, hampir saja dia tergelicik. Belum lagi bagian intim yang terasa berdenyut nyeri. Semua akibat kekasaran pria bejat tersebut. "Dasar, psikopat!" gerutu Senja.

Hati Senja mencolos, melihat dress yang dia kenakan tadi tidak berbentuk. Sungguh, perlakuan persis binatang yang tidak memiliki perasaan.

Senja kini mulai kebingungan, dia tidak membawa pakaian ganti. Berlahan, kakinya dipaksa melangkah untuk mengambil tas selempang miliknya. Disana dia bisa menemukan sebuah gawai. Tujuan utama adalah menghubungi suaminya, Rey.

"Kemana sih dia? Kenapa telepon ku gak diangkat?" kesal Senja.

Kekesalan Senja semakin menjadi, dikala dia membaca satu pesan masuk dari suaminya.

[Pulanglah duluan, mas lagi ada keperluan mendadak diluar, mungkin malam ini mas pulang larut malam. Ada rekan bisnis mengajak bertemu. Makasih sayang. Atas kerja kerasmu Malam ini.]

Selalu seperti ini, sesuka hatinya meninggalkan Senja tanpa ada kabar dahulu. "Bagaimana ini?" gelisah Senja. Berulang kali Senja mengucapkan sumpah serampah, bahkan mengutuk Rey, saking geramnya.

Rasanya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Dia tidak mungkin menginap di hotel mewah itu. Sekilas melihat kembali gawai dengan layar yang masih menyala. Tampak disana, foto anak semata wayangnya. "Bumi... " lirih Senja.

Mata Senja menatap nanar foto anaknya. Anak yang membuat dirinya masih bertahan hidup sampai sekarang ini. Anak yang membuat dia masih berharga walau sudah jadi seonggok barang bekas tak bernilai.

Senja tidak kehabisan akal. Dia berusaha berpikir cepat walau bagian tubuh berdenyut nyeri. "Hallo, selamat malam. Tolong belikan satu setelan pakaian ukuran M. Apa saja ke kamar nomor 506."

Tidak ada pilihan lain. Senja menggunakan jasa hotel untuk membantunya kali ini. Tidak berapa lama, pesanan yang dia pinta pun datang. Menggunankan wardrobe milik hotel. Senja mengambil pesanan, sekaligus membayarnya.

Tidak ada lagi Senja mementingkan penampilannya. Dia hanya ingin segera kembali pulang ke rumah.

"Sampai kapan aku seperti ini terus," keluhnya lagi.

Senja mengambil napas dalam sebelum keluar dari kamar yang sudah meremuk tubuhnya.

Senja berusaha melangkah senormal mungkin, tapi tetap saja tidak bisa seperti biasanya. "Sakit sekali," erangnya lirih, menahan rasa sakit sekujur tubuh.

"Aduh, maaf..." seru Senja.

Senja yang berjalan dengan wajah tertekuk kebawah, sampai tidak sengaja menabrak seseorang pria yang berjalan didepannya.

"Dasar, wanita murahan," lantang pria tersebut.

Senja sampai mematung dan tidak berani mendongakkan wajahnya. Jantungnya berdetak tidak beraturan. Dua kata yang menikam Senja sampai ingin mati.

"Ternyata tidak berubah, tetap sama saja. Dulu dan sekarang..." sindir pria muda itu lagi, sambil berlalu dari Senja, setelah mengibas jas mahalnya. Seakan merasakan jijik setelah bersentuhan dengan Senja.

"Siapa pria itu? Kenapa dia seperti itu padaku? Apa salahku padanya?" batin Senja.

Dia masih berdiri terpaku disana. Apakah semua orang sudah tahu tentang dirinya? "Ya Tuhan, cobaan apalagi ini..."

Kembali Senja manarik napas dalam. Dia sudah tidak tahan berada di sana. Rasa malu sudah menyilmuti dirinya sangat sesak.

Sepanjang jalan didalam taksi, Senja hanya bisa melamun. Gulitanya malam, sepekat hatinya saat ini. Kata - kata pria tadi, masih tertancap jelas diingatannya, bahkan terus saja berputar ulang seperti kaset rusak.

"Aku memang wanita murahan. Aku sudah tidak ubahnya seperti wanita yang menjajakan dirinya," desah Senja lirih.

Tanpa sadar, genangan air mata, jatuh menjadi bulir - bulir yang membasah pipinya.

Sakit, disaat seorang suami yang dia harapkan menjadi pelindungnya. Malah menyodorkannya dengan senang hati ke pria lain.

Senja sampai berpikir, apakah Rey masih mencintainya? Atau dia hanya menjadi alat untuk bisnisnya?

Tapi cinta Senja sudah terlalu buta. Dia masih menaruh harap Rey berubah.

"Tenang saja. Ini tidak akan lama. Sampai perusahaan kita besar, dan kita tidak perlu lagi mengemis agar mereka mau bekerja sama dengan kita. Ini juga untuk kita dan juga Bumi,"

Senja masih mengingat apa yang dikatakan Rey dahulu. Bukankah sekarang sudah besar. Senja merasa semua harta yang mereka kumpulkan sudah cukup. Dia tidak mau terus terjebak dengan keadaan seperti ini. Sepertinya Senja harus berbicara ulang dengan Rey.

Senja tidak mau semakin banyak orang tahu apa yang dilakukannya, dan kembali mendapatkan kata sarkas seperti tadi.

Masih di hotel tadi, pria yang sempat bertabrakan dengan Senja. Sekarang duduk di teras balkon hotel kamarnya. Pikirannya menerawang jauh seperti kepulan asap rokok yang membuyar pergi entah kemana.

"Tuan Muda. Kami sudah mencarinya ke tempat yang anda katakan. Tapi kami tidak menemukannya."

Seorang asisten pribadi mendatanginya, hanya untuk memberikan informasi lima tahun yang lalu.

"Ehm..." Suara deheman bariton dari pria paruh baya memotong pembicaraan keduanya.

"Seorang Langit Dirgantara. Seorang lelaki yang terkenal playboy nya sejak masa sekolah. Kini hanya seperti anak ayam kehilangan induknya," cerca pria paruh baya itu.

Langit berdiri dari duduknya. Tidak ada wajah marah ataupun kebencian, walau di katakan apapun.

"Ada apa papi kemari? Apakah perusahaan papi sudah diambang kebangkrutan, sampai mendatangiku?" sindir Langit langsung.

Awan Dirgantara tertawa renyah. Kesibukannya dari dulu, membuat waktu bersama Langit sangatlah terbatas.

"Tidak, aku hanya sudah lelah bekerja. Aku hanya ingin melihat keadaan anakku saja. Sudah siapkah dia mengemban semua perusahaanku. Tapi ternyata, untuk membawa perasaannya saja dia sudah kesulitan. Bagaimana dengan perusahaanku." gurau Awan.

Langit mendengus sebal, tidak bisa mengelak. Kenyataannya memanglah benar.

"Sudahlah Langit. Lupakan dia. Dia yang memilih pergi di acara pernikahan kalian kan? Lalu untuk apa kamu mencarinya lagi?" tegur Awan.

Langit menyugar rambutnya. Sudah berulang kali papinya mengingatkan. Tapi tidak semudah itu untuk Langit. "Langit hanya mau tahu, alasan dia menjauh dari Langit pi," jelas Langit kesekian kalinya

"Alasan yang sama. Papi tahu, sebenarnya kamu belum bisa melupakan dia kan? Terserah kamu sajalah. Biarkan papi sampai reot di perusahaan. Apa papi sampai nanti menyusul mami kamu juga, papi juga belum bisa menggendong cucu papi?"

Awan memasang wajah memelas dan sedihnya.

"Papi. Sudah lah. Jangan mendrama seperti itu. Papi pasti masih sehat dan kuat, saat cucu papi lahir nanti," jawab Langit.

"Baiklah. Papi harap. Kamu cepat selesaikan masalah kamu. Agar bisa segera menjadi CEO di perusahaan papi. Papi sudah lelah bekerja. Papi mau pensiun," ungkap Awan.

Awan sempat memeluk Langit sejenak, menepuk punggung kekar itu, sebelum berbalik keluar dari kamar Langit.

"Leo, kembali cari dia. Cari sampai dapat. Dimana dia berada sekarang," titah Langit.

"Siap Tuan."

Leo pun permisi keluar dari kamar Langit, memberikan ruang untuk Langit sendiri dikamarnya.

"Aurora, dimana kamu sekarang? Haruskah seperti ini? Ada apa denganmu sebenarnya?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Aku Baik-baik Saja

    Senja menghirup udara segar di daerah perkampungan. Biasa yang terpandang matanya adalah bangunan yang tinggi menjulang. Kini sepanjang mata yang memandang hanya hamparan hijau dari kebun dan juga sawah. Sungguj sangat menyegarkan matanya."Ma, mana permainannya. Kata mama disini ada permainan? Lihat ini," keluh Bumi. Dia menyodorkan gawainya yang sinyalnya sering hilang dan timbul, hingga dia tidak bisa bermain game yang ada di gawainya. "Bumi mau balik ke rumah ma," sungut Bumi. Terbiasa di kota, membuatnya sangat asing dengan daerah yang dia datangi, belum lagi orang-orang disekitarnya terlihat aneh baginya. Bagaimana tidak aneh, mereka semua memandang ke arah Bumi dengan mata yang tidak berkedip."Ma, Laura cantikkan? Kata nenek, dulu gadis cantik disinu, rambutnya di kepang dua," ucap Laura. Sangat berbeda dengan abangnya. Dia sangat semangat berada di kampung. Apalagi banyak tumbuhan bunga cantik disekitar rumah yang sangat jarang terlihat di kota."Sabar. Baru juga semalam. Kem

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Mendekati Akhir

    "Ma, kita mau kemana?" tanya Bumi. Dia membantu mamanya meletakkan pakaiannya ke dalam koper."Kita akan berlibur. Kalian kan sedang liburan sekolah. Jadi kita akan ke kampung neneknya Laura. Sejak kamu lahir, belum pernah mama ajak ke daerah perkampungan," jelas Senja.Pagi ini, setelah suaminya berangkat kerja. Senja mengajak Bumi untuk berkemas. Dia tidak berniat meminta izin pada Langit. Karena sudah lama juga mereka berdua menjadi orang asing, seperti tidak saling mengenal. Bukan itu saja, bahkan suaminya memilih tidur di kamar yang lain, tidak seranjang bersamanya."Apa disana banyak permainan?" tanya Langit. Dia hanya tahu liburan selalu berhubungan dengan permainan."Ya, banyak. Disana banyak permainan yang tidak akan kamu temukan di kota," jelas Senja.Bola mata Bumi berbinar cerah. Dia jadi penasaran permainan seperti apa yang ada disana.Setelah memastikan barang yang akan dibawa sudah terkemas dengan baik. Senja mendatangi kamar Laura Dimana ada Ririn dan juga Laura di dal

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Haruskah mundur?

    "Dari mana kamu Senja?" tanya Ririn. Dia baru saja terbangun dari tidurnya. Tapi tidak menemukan Senja berada di atas ranjangnya. Dia sempat panik, tapi seketika hilang disaat melihat Senja sudah mulai masuk ke dalam kamar kembali."Hanya menghirup angin malam sebentar bu. Bosan rasanya di aras ranjang. Kebanyakan tidur, membuat Senja tidak bisa tidur kembali. Maaf sudah membuat ibu khawatir," jelas Senja. Dia berusaha tersenyum selebar mungkin, untuk menutupi hatinya yang sedang porak poranda.Balasan senyum diberikan Ririn. Walau wajah Senja tersenyum, dia bisa melihat mata Senja yang sendu. Seberapa banyak anaknya itu menutupi kesedihannya sendiri. Ingin Ririn medengar semua beban yang membuat sedih anak dari majikannya dulu itu."Besok sepertinya kita sudah bisa kembali bu. Senja sekalian mau ambil cuti. Rasanya ingin kembali merasakan suasana hijau, pasti tenang ya bu," celetuk Senja lagi. Dia sudah berjalan dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Merasa Senja mengajaknya

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Harapan Kosong

    Lenguhan keluar dari bibir Senja. Pandangan Senja langsung bergerak liar untuk meraba area sekitarnya saat ini. Dia masih ingat, jika tadi dia masih berada di tamab rumah sakit, dia juga masih sadar, saat dirinya akan kehilangan kesadarannya."Kamu sudah sadar nak? Kenapa sampai bisa pingsan? Untung saja janinmu baik-baik saja," seru Ririn. Saat melihat Senja mulai membuka mata, dan seperti kencari sesuatu yang berada di dalam kamar inap yang mereka tempati.Tatapan Senja menyiratkan kekecewaannya. Tidak ada lagi rona warna bahagia terpantuk disana, hanya tinggal warna hitam dan putih saja. Di ruangan yang besar, ada satu tempat tidur untuknya. Tapi tidak ada suaminya disana. Dimana Langit? Apakah dia sesibuk itu dengan Aurora sekarang ini? Hingga tidak tahu keberadaan dan keadaan dia sekarang? Hati Senja merasa tusukan-tusukan duri tajam yang terus menusuk tanpa ampun."Kenapa? Cerita sama ibu, jangan pendam masalahmu sendiri. Apa kamu mencari suamimu? Apa perlu ibu memanggilnya, agar

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Mencoba Tegar

    Sudah beberapa hari berjalan, Senja dan Langit melakukan perang dingin. Langit dengan ego besarnya, selalu pergi bekerja terlebih dahulu, membiarkan Senja berangkat bersama supir mereka."Ma, papa kenapa?" tanya Bumi.Ternyata anak-anaknya juga sampai merasakan perbedaan yang terjadi diantara mereka."Papa sedang sangat sibuk. Jadi terburu-buru dan duluan pergi. Kalau mama kan sdang hamil," alasan Senja.Bumi menatap curiga pada mamanya. Tentu tatapan Langit langsung membuat mamanya salah tingkah, dan tidak berani membalas tatapan matanya."Laura, gimana sekolahnya. Teman barumu, masih mau terus dekat-dekat abang?" tanya Senja. Dia sengaja mengalihkan pembicaraan."Masih ma. Katanya dia mau ketemu dan berkenalan dengan calon mertuanya. Siapa sih ma, calon mertua itu? Sampai abang makin marah da mengusir kami," tanya Laura penasaran.Senja tersenyum tipis. Dia jadi penasaran dengan teman Laura. Kenapa bisa berpikir sedewasa itu. "Calon mertua itu, sebutan untuk mama, dan papa untuk pasa

  • ISTRI SENILAI SAHAM   Permintaan Bodoh

    "Kamu dari mana?" tanya Langit. Saat Senja kembali ke kantor. Langit sudah berada di ruangan mereka.Sebelum menjawab. Senja tersenyum pada suaminya. Menyiratkan jika dia baik-baik saja. "Mas pasti tahu, aku dari mana," jawab Senja.Helaan napas panjang keluar dari bibir Langit. Dia tahu, dia sempat menguntit istrinya tadi, dan dia juga terkejut dengan kondisi Aurora. Ada rasa bersalah dan ingin melindungi wanita yang dulu pernah mengisi hatinya."Jangan kesana lagi. Dia hanya masa lalu mas. Mas tidak mau kamu terluka," sahut Langit.Senyum Senja semakin melengkung. Kalimat Langit sudah memberitahukan jika suaminya tahu, jika di rumah sakit itu ada masa lalunya yang sedang terbaring lemah."Jangan marahi Maira. Dia hanya meminta tolong padaku. Aku sudah berjanji akan membantu biaya rumah sakit dan juga operasi temannya," jelas Senja. Lidahnya tidak bisa menyebut nama Aurora di depan suaminya."Terserahmu," jawab singkat Langit. Dia memilih melanjutkan pekerjaannya, daripada mengajak Se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status