Share

Untuk Pertama kalinya

Senja melangkah mundur, dia tidak menyangka kata – kata itu bisa keluar dari Rey, suaminya. Kepala Senja berulang kali menggeleng, masih menepis jika apa yang keluar dari mulut hitam Rey adalah benar. Tapi mata yang sudah terkena percikan membara itu, kini menatap Senja dengan sulutan emosi.

"Kenapa?! Dari awal kita menikah, bukankah kamu sudah tidak perawan lagi? Itu sudah menjadi bukti betapa rendah dan murahnya dirimu bukan?" desis Rey yang telah bangkit, dan bergerak maju mengikuti langkah Senja yang terus melangkah mundur.

Linangan air mata mulai membanjir di pipi Senja. Sekarang dirinya yakin, jika Rey sedang membuka bangkai yang telah lama Senja kubur rapat.

Senja yang sejak tadi melangkah mundur, kini menahan langkahnya. Tidak ada lagi langkah mundur bisa dia lakukan, setelah tubuhnya membentur nakas di ujung kamar.

Napas Senja mulai menderu, bersamaan dengan bulir deras yang jatuh dari pelupuk matanya tanpa henti. Badai perasaan sedang berkecamuk dan memporak porandakan jiwa dan raganya. Sampai Senja sendiri tidak sanggup lagi menyelamati perasaannya.

"Apa Mas bilang?! Mas yang tahu apa yang terjadi pada aku saat itu, kan?! Mas juga yang menerimaku, bukan?! Tapi kenapa sekarang..."

Lidah Senja terasa tercekat, bukan hal mudah bagi Senja berdamai dengan masa lalunya, tapi kenapa sekarang kembali paksa dia mengingatnya?

Rey tertawa hambar sekerasnya. Ruangan kedap suara itu, memantulkan suara tawa Rey, sampai mendenging sakit di telinga Senja sampai menusuk nyeri ke hatinya.

"Itukan hanya sekedar ceritamu saja. Bisa saja itu hanya karangan bukan? Agar kau tidak disalahkan. Jika saat malam pertama, aku mengetahui kau sudah tidak perawan lagi. Aku juga sudah berusaha selama lima tahun ini menerimamu. Tapi apa? Bayangan kau tidur dengan lelaki lain, membuat aku gila!" teriak Rey, matanya kian membola merah. Jari telunjuknya, bahkan sekarang menunjuk marah kearah Senja dengan lantang.

Senja yang mendengar penuturan Rey, sampai merasakan himpitan sesak hinaan. Apa selama pernikahan ini, Rey hanya berpura - pura menerimanya? Lalu, apa arti pengorbanan dia selama ini?

"Kau jahat Mas! Jahat! Aku kira selama ini, kau tulus menerimaku. Ternyata semua hanya kebusukanmu, agar bisa memanfaatkanku. Iyakan?!" raung Senja.

Rey semakin tertawa lebar. Tidak ada rasa iba dirinya sedikit pun untuk Senja, istrinya.

"Kau bilang, aku jahat?! Lalu, bagaimana dengan dirimu. Wanita yang tidak bisa menjaga kesucian untuk suaminya saja?! Apa salahnya, menurutiku? Bukankah, sebelum menikah denganku, dirimu sudah biasa melayani lelaki lain, selain suamimu?!" cecar Rey.

Rey kembali angkat bicara, "Harusnya kau bangga. Aku bisa menemukan keahlian dan kelebihanmu itu, dan tidak menganggapnya sebuah kekurangan. Sehingga perusahaanku semakin berkembang," sindir Rey.

Senja menghirup napas secara memburu, seakan takut kehabisan udara disekitarnya. Kepalan tangannya mengeram kuat, menahan gejolak emosi yang semakin ingin meledak. Dia tidak menyangka, jika Rey akan berpikir seperti itu tentangnya.

"Jika seperti itu, kenapa tidak sejak dulu mas menceraikan ku? Kenapa mas masih mempertahankan pernikahan kita? Jika aku memang buruk di matamu, Mas?" sesal Senja.

Sengaja Senja melemahkan suaranya yang tadi sempat meninggi. Dia sangat ingin mengakhiri segala pertikaian ini, hatinya sudah tidak sanggup, jika terus saja mengorek luka lama. Luka yang sempat membuat dirinya hampir saja terkena gangguan mental.

Bisakah waktu di ulang? Harusnya dia tidak percaya, jika ada lelaki yang bisa menerima kekurangannya itu. Tapi bujuk rayu Rey saat itu, sangatlah membuai untuknya.

"Cerai? Aku tidak akan pernah menceraikanmu Senja. Apa kau kira, aku lelaki bodoh? Aku masih membutuhkan mu Senja. Kau adalah barang barharga yang masih berguna, untuk aku manfaatkan," dengus Rey.

Senja menggigit bibir bawahnya sampai berdarah. Masih ada rasa setitik ketidak percayaan, tapi rasa sakit di tiap bagian tubuh dan hatinya. Sudah memperjelas semuanya. Bahwa semua ini bukanlah kebohongan. Bahwa semua yang dilakukan Rey padanya, hanya sandiwara semata.

"Aku bukan barang Mas. Aku tidak bisa kau gunakan, sesuka hatimu. Apalagi, sampai kau pinjamkan ke orang lain. Aku tidak mau! Tidak mau!!" histeris Senja.

Senja dengan berani maju kedepan, mengikis jarak antar dia dan juga Rey. Kepalan tangannya yang sudah sejak tadi menggenggam emosi, kini memukul - mukul bagian tubuh depan Rey sekuat tenaga.

Plaakkk!!!

"Berani kau denganku, hah?!"

Rey menampar keras pipi Senja. Tangan beruratnya, bahkan sekarang sedang menjambak rambut Senja dengan kuatnya, hingga kepala Senja mendongak keatas.

"Sakit, Mas..." rintih Senja.

Untuk pertama kalinya Rey berlaku kasar padanya...

"Sudah aku bilang, tadikan? Tidak ada yang bisa melawan ataupun membantahku di rumah ini. Semua harus menuruti perintahku," desis Rey. Suara yang keluar dari bibirnya, bersamaan dengan suara gesekan deretan gigi yang saling bersinggungan.

Senja kembali menggeleng, kali ini dia tidak akan menuruti kemauan Rey lagi. Sudah cukup kebodohannya bertahun - tahun, mempercayai cinta tulus Rey untuknya, nyatanya semua hanya kamuflase saja.

Rey tersenyum miring. "Kau mau membangkangku?! Kau mau membantahku, hah?!" geram Rey.

"Ya, aku tidak akan melakukannya lagi, aku tidak mau, walau kau terus memukulku, menamparku, serta menginjakku!" tantang Senja.

Tidak ada rasa takut pada diri Senja, walau Rey telah menyakitinya baik hati dan juga tubuhnya.

Rey kembali tertawa, seakan apa yang keluar dari mulut Senja sejak tadi, hanyalah perkataan lelucon saja.

"Kau bisa saja kuat Senja. Tapi bagaimana jika aku menyakit anakmu, hah? Apa kau masih kuat, dan tetap ingin melawanku?"ancam Rey.

Kedua bola mata Senja sampai membeliak, sekujur tubuhnya mulai merasakan berkucur keringat dingin.

"Mas, kamu tidak akan tega menyakiti Bumi, kan? Mas tidak akan membawa Bumi kedalam masalah kita kan? Bumi juga anakmu, Mas," jelas Senja dengan terbata.

Senja yang tadi menantang, kini menciut gemetar. Bahkan suaranya kian melembut, berharap hati Rey yang juga ikut meluluh.

"Anakku? Bagian diriku yang mana, menyatakan dia anakku? Bagian diriku yang mana, mirip dengannya?!" berang Rey.

Tangannya semakin menarik kuat rambut Senja, hingga Senja meraung kesakitan.

Air mata Senja, kembali mengalir deras. Dia baru tersadar, bagaimana perhatian Rey pada Bumi yang terlihat dingin. Inikah penyebabnya?

Senja bukan tidak sadar, jika Rey dan Bumi tidak memiliki keserupaan sedikitpun. Tapi, dia selalu menepis itu. Hatinya selalu saja mendokrin, jika Bumi adalah buah cinta dirinya dan juga Rey.

Sebodoh itu kah dirinya yang lalu, sampai baru menyadari segalanya sekarang. Atau, dia yang selalu menutup mata, demi mempertahankan pernikahannya?

Tapi, selama ini. Rey tidak pernah mengungkit akan hal itu, kenapa baru sekarang? Kenapa tidak saat Bumi baru lahir?

Rey kembali berulang menarik rambut Senja dengan kuat, sebelum kalimat peringatan kembali keluar dari mulutnya.

"Aku peringatkan sekali lagi, menuruti perintahku, atau Bumi yang akan menerima akibatnya?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status