Share

Bab 5

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2022-10-03 12:28:19

DESAHAN DI KAMAR PRIBADI SUAMIKU 5

(Judul di KBM app : Istri Tanpa Nafkah Batin)

Aku mengambil rekam layar chattingan dari Rasti lalu mengirimkan ke nomorku. Tak lupa menghapus pesan itu dari ponsel Mas Hendra. Tak ada pesan lama disana, sepertinya sudah dihapus, atau memang mereka tak saling berkirim pesan sebelumnya.

Ya Allah, salah besar aku mempercayai perempuan itu. Aku kira karena dia sudah menikah tak akan mungkin menjadi penyebab retaknya rumah tanggaku. Jangan-jangan mereka adalah pasangan kekasih. Aku harus menyeledikinya.

Mas Hendra sudah pulas, suara dengkuran halus terdengar dari bibirnya. Tak putus aku menatap lelaki itu. Ada berbagai rasa hadir dalam hati, entah itu penyesalan, sedih dan kadang bahagia karena selain hal yang satu itu, Mas Hendra adalah suami yang sempurna bagiku.

Malam kian larut, mataku masih enggan terpejam. Akhirnya aku ke kamar mandi mengambil wudhu berniat melaksanakan sholat, agar hati ini Allah beri ketenangan.

"Melody, kamu belum tidur, Nak?" 

"Astaghfirullah, Ayah." aku terlonjak saat hendak kembali ke kamar Ayah sudah berada di belakangku.

"Duduk lah disini, Ayah ingin bicara sesuatu." Ayah yang sudah terlebih dahulu berjalan ke ruang tengah mengajakku ke tempat yang sama.

Dengan patuh aku mengikuti dari belakang. Kini aku duduk disamping Ayah. Ayah tampak sedang memikirkan sesuatu yang rumit. Berkali-kali Ayah mengusap wajah lalu menghembuskan napas panjang.

"Ada apa, Ayah? apa Ayah baik-baik saja?" tanyaku sambil menatap wajah Ayah.

Ayah tersenyum, meski dengan kumis dan janggut Ayah yang mulai memutih, ketampanan Ayah masih terlihat nyata.

"Maafkan Ayah, Nak. Jika kamu merasa tertekan dengan pernikahanmu dengan Hendra. Dia sebenarnya anak baik, Ayah harap kamu bersabar dengan segala kekurangan Hendra." sahut Ayah, keningku berkerut.

"Apa Ayah mengetahui sesuatu." 

Ayah tersenyum lalu mengalihkan pandangannya.

"Dulu, waktu ayah hampir tenggelam di sungai. Rusdi, Papanya Hendra yang menyelamatkan nyawa Ayah. Lalu saat Ayah hidup susah, dan Bundamu butuh banyak biaya pengobatan karena sakitnya, Rusdi juga yang membantu, tanpa minta pamrih. Dan kini, pesantren ini, Papanya Hendra juga yang membantu. Ayah berhutang banyak padanya. Walau saat dia susah, Ayah tak bisa bantu apa-apa. Tapi, dia tak pernah mempermasalahkan itu. Dia ibarat malaikat penolong dalam hidup Ayah."

Aku tertegun, aku baru dengar cerita ini. Waktu aku sekolah dan kuliah memang ada seseorang yang selalu membantu Ayah. Tapi, aku sama sekali tak tahu orang itu. Bahkan saat Bunda meninggal karena kanker yang dia derita, semua biaya rumah sakit sudah dilunasi oleh orang itu. 

"Apa yang membantu biaya sekolah Melody dulu, Papa Mas Hendra juga, Yah?"

Ayah mengangguk cepat.

"Rusdi yang membiayai pendidikan kamu, Nak."

Aku menghela napas dalam-dalam.

Duhai ...

Apa aku harus tetap bertahan dengan keadaan rumah tangga yang seperti ini atas nama balas budi? setahun tanpa nafkah batin, apa gunanya bersama? belum lagi tuntutan Mama yang meminta cucu, apa aku harus berterus terang padanya jika Mas Hendra belum menyentuhku? Aaarrrgggh!

Ayah meraih tanganku.

"Ayah mohon, untuk bersabar. Ayah paham apa yang kamu rasakan. Saat ini kita tak punya pilihan lain, Ayah tak mau mengecewakan Rusdi. Ayah minta waktu padamu, Nak."

Aku mengusap cairan bening yang tiba-tiba saja turun dari kelopak. Mungkin ini harga yang harus kubayar atas kemudahan yang selama ini kami terima. Sehingga Ayah harus merelakan aku di duakan oleh Mas Hendra, sebelum aku merasakan nikmatnya rumah tangga yang sebenarnya.

"Ayah, sebenarnya apa yang terjadi dengan Mas Hendra?" aku mengiba.

Mata Ayah pun berkaca-kaca.

"Belum saatnya kamu tahu, Nak. Saat ini Ayah hanya minta kamu bersabar." 

Ayah bangkit setelah mengusap punggungku lembut. Teka-teki apa yang Ayah dan Mas Hendra sembunyikan? kenapa aku tak boleh tahu. 

Lagi, air mata mengalir pelan di pipi. Ayah sudah masuk ke kamar, tinggal aku sendiri mengaup lara.

Akhirnya aku juga kembali ke kamar, memakai mukena lalu melaksanakan sholat hingga larut dalam pengaduan yang panjang.

****

Matahari pagi begitu hangat menyentuh kulitku. Setelah semalaman tak bisa tidur, pagi ini aku memutuskan untuk menghangatkan badan. Aku harus kuat, ujian di depan sepertinya akan lebih berat.

Sengaja aku berdiri di halaman sambil memandangi tanaman bunga milik Ayah. Terdengar aneh memang, seorang lelaki pandai merawat tanaman seperti Ayah. Berbagai jenis bunga tumbuh subur di taman. Beberapa mawar mulai tumbuh putiknya.

Sejak Bunda meninggal, Ayah tak pernah lalai merawat tanaman disini. Kata Ayah, ketika melihat bunga-bunga ini, rindu pada Bunda seakan terobati.

Aku mencium sekuntum mawar merah yang sedang merekah, wangi.

"Melihat bunga ini mekar, Ayah serasa melihat senyum Bundamu." 

"Eh, Ayah!" aku sedikit tersentak. Tak menyadari Ayah sudah ada disampingku. Ayah masih memakai peci dan sarung, itu tandanya Ayah baru saja pulang dari pondok yang berada tak jauh dari rumah ini. Pondok pesantren yang dulu Ayah kelola sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu Ayah meminta Hanif, temanku waktu sekolah dulu yang kebetulan tinggal tak jauh dari sini untuk melanjutkan. Ayah hanya memantau saja.

"Melody, juga kangen sama Bunda, Yah." desisku. 

Disaat seperti ini seorang Ibu pasti akan lebih memahami isi hati anaknya.

Ayah menepuk pundakku pelan, lalu tersenyum, kemudian berjalan pelan ke arah rumah. Di teras Mas Hendra sudah berdiri sambil melempar senyum. Kini dua laki-laki itu asik berbincang. Dari jauh dapat kulihat wajah mereka yang tampak serius. Apa Mas Hendra sedang minta ijin untuk menikah lagi dengan Rasti. Tentu saja setelah Rasti bercerai dengan Yogi, suaminya. Mengingat itu, hatiku terasa begitu perih. 

Ya Allah, kuatkan, Hamba.

Menjelang sore kami kembali ke Jakarta. Mata Ayah berkabut melepas kepergianku. Ayah tersenyum tapi senyum yang penuh luka. Aku yakin, Ayah tak tega. Tapi, tak ada pilihan. Karena balas budi yang harus dibayarkan.

"Yang kuat ya, Nak." pesannya sebelum aku melepas pelukanku pada lelaki cinta pertamaku itu. Aku terisak pelan lalu mengangguk.

Sesampainya di rumah, Mas Hendra langsung masuk ke kamar pribadinya. Aku hanya mampu menatap nanar punggung lelaki tegap itu. Aku akan mencoba bertahan sampai aku benar-benar tak sanggup lagi.

****

Keesokan harinya, saat Mas Hendra sudah berangkat bekerja sebuah mobil berhenti di halaman rumahku.

Rasti!

Perempuan itu turun dari mobil lalu berjalan riang ke arahku. Aku yang sedang menyapu teras tertegun begitu saja. Tak menyangka dia berani datang langsung kemari.

Senyum di wajah Rasti mendadak pudar, karena tak biasanya aku mendiami kedatangannya. Kehebohan yang menunjukkan rasa senang akan kehadirannya tak lagi aku tampakkan. Aku kecewa, tak menyangka kebaikannya selama ini ternyata punya maksud lain.

"Mel, kamu kenapa? tumben cuek? udahan niiih, malam pertamanya?" ledek Rasti sambil tersenyum menggoda.

"Bukankah kamu memang tak menginginkan aku disentuh oleh Mas Hendra!" ketusku.

Wajah Rasti pias.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bapak si melody ternyata jahanam juga. menumbalkan anak atas ketidakmampuannya dlm bertanggungjawab
goodnovel comment avatar
Asmiany
suka sekali baca nofel ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā TAMAT

    POV author"Melody?"Rasti terhenti. Matanya yang cekung menatap Melody dengan tatapan tak percaya. "Siapa yang sakit, Mel?"tanyanya lagi."Mas Hendra. Kamu sendiri siapa yang berobat kesini?"Rasti tersenyum tipis. Tak tampak lagi wajah yang dulu glowing, bibir yang selalu berwarna merah dan alis mata yang indah. Keadaan Rasti benar-benar terlihat memprihatinkan dimata Melody."Aku yang sakit." lirih Rasti. Sejak di vonis terkena virus HIV Aids itu, Rasti menjadi pesakitan yang mulai dijauhi orang-orang. Bahkan laki-laki yang dulu memakai jasanya pun satu persatu menghilang. Ada yang ketularan penyakit itu, ada juga yang kabur takut terkena juga.Melody sungkan bertanya, sehingga dia hanya mengangguk saja."Oh, ya Hendra sakit apa?" Melody tak mungkin menceritakan semuanya pada Rasti. Memang mereka dulu sahabat, tapi apa yang pernah terjadi membuat Melody menganggap Rasti hanya orang lain. Cukup dia merasa bod*h karena membawa masuk wanita lain dalam hidupnya."Kecelakaan." jawabny

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā bab 61

    POV authorSeminggu sudah Hendra dirawat, luka serius dikepalanya akibat jatuh dari gedung lantai tiga itu membuatnya koma begitu lama. Beruntung Hendra selamat, meski sempat kritis. Kaki Hendra mengalami patah tulang yang mungkin akan membuat dia harus duduk di kursi roda kelak. Nada yang kenal dengan pemilik perusahaan tempat Ata bekerja yang mengabarkan pada pihak keluarga. Kebetulan perempuan muda itu baru saja ada meeting di perusahaan tersebut.Rusdi dan Fatma sangat syok atas kejadian itu yang menimpa anak lelakinya itu. Terlebih saat tau penyebabnya dari penjelasan saksi dan cerita dari Dahlan sahabatnya."Kasian sekali kamu, Nak." tangis Fatma ketika melihat keadaan anaknya."Ini semua karena kita, Ma. Kita yang menyebabkan Hendra seperti ini. Jika saja kita lebih hati-hati dulu. Anak kita tak akan seperti ini." sahut Rusdi yang melihat Hendra dengan infus terpasang ditangannya dan juga beberapa alat medis yang masih menempel ditubuh sang anak."Sudah, Ma, Pa. Kita fokus deng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā Bab 60

    Ancaman Ata ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa saat setelah kejadian di puncak, lelaki lucknut itu benar-benar mengirimkan foto-foto yang dia ambil saat aku dalam keadaan tak berdaya. Melody yang baru saja melahirkan anak pertama kami terlihat syock. Meski aku berusaha menjelaskan tapi Melody tak mau percaya. Terlebih ada sekotak tissu magic berada dalam tasku. Entah itu milik siapa, yang jelas aku tak pernah memakai barang itu, buat apa? Jangankan untuk memakainya terpikirkan saja tidak. Aku sudah meyakinkan diri untuk menunggu Melody sembuh dulu baru kami akan melakukan hal itu lagi. Dengan menyibukkan diri, banyak membaca buku-buku agama dan rutin membaca Al Qur'an, Alhamdulillah nafsuku bisa terbendung. Sakit di kepala juga sudah sembuh total, karena setiap terasa sedikit saja nyeri, aku langsung meruqyahnya sendiri.Namun, apa yang terjadi saat ini dengan rumah tanggaku membuat jiwa ini seakan terguncang.'Kenapa saat aku sudah bertaubat dengan sebenarnya taubat, Eng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā Bab 59

    POV Hendra.Tak ada yang dapat kuucapkan selain kata syukur yang berlimpah untuk kenikmatan yang telah Allah berikan saat ini. Memiliki istri yang bisa menjadi selimut untuk menutupi aib-aibku di masa lalu. Bahkan mau menerimaku kembali dengan hati yang lapang.Aku akan berusaha menjaga dia dan berjanji untuk menjadi suami yang baik bagi Melody, terlebih istriku itu sedang hamil saat ini, mengandung buah cinta kami.Hari itu ada rapat penting yang dilakukan perusahaan tempat kubekerja dengan beberapa klien dari perusahaan lain. Aku yang dipilih untuk memimpin rapat itu. Tanpa diduga, aku bertemu lagi dengan Ata. Teman masa lalu, yang sempat dekat kembali denganku beberapa waktu lalu. Namun, setelah aku tahu Ata punya kelainan orientasi seksual, aku menjauh. Aku saja mati-matian untuk sembuh dari kebiasaan buruk itu. Jangan sampai terjerumus dalam keburukan lain yang jelas lebih menyeramkan."Hend, gimana kabar kamu?" Ata dan dua orang temannya menyalamiku. Riko dan Denis nama temannya

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā Bab 58

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN Ā Ā Ā Bab 57

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status