“Kamu tinggal di sini?” Fara mengikuti perempuan yang baru ia kenal itu. Orang baru yang ia percaya tanpa tahu alasannya.
Perempuan itu tidak menjawab. Dia hanya berjalan terus memasuki sebuah bangunan tua seperti apartemen itu. Namun terlihat sangat lusuh.
“Hai Nona, apa hari mu menyenangkan ?” ucap lelaki tua yang sedang berdiri di depan meja resepsionis.
Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya menandakan ia sedang memberi hormat kepada lelaki tua itu.
“Dia butuh tempat tinggal, apa masih ada kamar kosong, pak?” Ia melirik kepada Fara yang ada di sampingnya.
“Owh, Nona cantik ini siapa namanya?” ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Dia hanya sebentar di sini.” Perempuan itu langsung menjawab lelaki tua itu untuk membatasi interaksi keduanya.
Fara menyambut uluran tangannya lelaki tua itu sambil melirik perempuan di sampingnya heran.
“Ini kuncimu Nona, semoga harimu menyenangkan. Silakan pilih kamar dan ada harga di sini.” Lelaki tua itu memberikan katalok lusuh yang bahkan tidak layak dikatakan katalog.
“Ini saja, berikan uangnya!” Perempuan itu menunjuk salah satu kamar tanpa menunggu persetujuan Fara.
Fara dengan cepat mengambil uangnya. ia tidak menyangka sewanya tidak semahal yang ia bayangkan.
Mereka berdua menaiki tangga. Mereka berhenti di depan sebuah pintu yang tidak jauh dari tang. Perempuan itu membuka kamar yang berseberangan dengan kamar Fara. “Ini kamarku, jika ada yang kamu butuhkan tanya saja!” ia melihat Fara dengan datar.
“Kenapa kamu tidak memberiku waktu berbicara dengan lelaki tua itu?” ia tidak tahu apa alasan perempuan itu tidak memberinya waktu berinteraksi dengan pemilik tempat.
“Ayo masuk, akan ku jelaskan!”
Fara membuka pintu kamarnya. Ia melihat peralatan kamar seadanya dan sudah sangat terlihat tua. namun, masih bisa digunakan.
“Di sini kamu tidak bisa sembarangan memberitahu namamu. Aku tahu kamu dalam pelarian. Tapi aku yakin kamu akan menjadi buronan setelah ini.” Perempuan itu menyimpulkan dengan cepat.
Fara terdiam ia menganggukkan kepalanya, dan membenarkan perkataan Perempuan itu yang baru ia kenal itu.
“Kau butuh nama samaran di sini,” tuturnya lalu keluar dari kamar Fara.
Tidak ada senyum di bibirnya, ia keluar dengan wajah datar. Perempuan itu sepertinya baru berusia 24 tahun. Dia terlihat sudah lama tinggal di apartemen tua itu. Dia perempuan misterius. Tidak ada yang mengetahui dari mana asalnya, bahkan bapak tua yang mempunyai bangunan tua itu juga tidak pernah melihat ada keluarga atau tamu yang berkunjung ke tempatnya.
Setelah merapikan pakaian ke dalam lemari tua yang ada di sana. Fara menyimpan beberapa uangnya di bawah ranjang. Dia tidak tahu bagaimana bahaya yang akan ia hadapi.
Setelah selesai memberaskan kamar, dia menuju ke kamar mandi. Ia nyalakan shower yang airnya tidak selancar di rumahnya. Fara menatap kamar mandi itu dengan senyum kecut. ‘Memang seharusnya aku di tempat seperti ini,’ gumamnya sambil tersenyum kecut.
Ia masih ingat betul rumah orang tuanya, yang tidak jauh beda dengan tempat dia tinggal sekarang. “Bagaimana pun sampah akan kembali pada tempatnya, mesti di poles di keranjang emas, tetap saja baunya akan membuat orang-orang akan membuangnya,” ucapnya lirih di bawah siraman air yang menetes tidak begitu deras.
Air matanya tersamarkan oleh cucuran air yang tidak terlalu deras itu.
***
Mikel mengepalkan tangannya sambil menatap lurus ke depan. Rahangnya mengeras, urat-urat di lengannya menyembul keluar.
“Apa belum ada kabar tentang Fara, Sem?” Suaranya menahan emosi dengan tertahan.
Asistennya itu menggeleng. “Aku sudah memeriksa dan menanyakan semua temannya, tidak ada hasil. Ini aku meminta seseorang mencarinya, Bos. Aku berharap Eric akan menemukannya secepat mungkin!” jawab Samuel dengan penuh harap.
“Anak itu,” Mikel menghela nafas kasar. Bayangan kalau Fara dalan situasi tidak beruntung membuat jantungnya semakin berdetak tidak karuan.
“Baiklah, kalau begitu aku keluar dulu, Bos!” Samuel pamit.
Mikel hanya mengangguk. Lalu ia menatap berkas yang sedari belum sempat ia baca. Ia menutupnya dengan kasar lalu memijit pangkal hidungnya yang terasa berdenyut tajam.
“Ada apa sayang?” Seorang wanita memeluk Mikel dari belakang. Wanita itu mengendus lehernya dari belakang seperti ingin menerkamnya .
“Hentikan itu!” Dia melepaskan tangan wanita itu dari tubuhnya. Lalu ia berdiri dari kursi kebesarannya itu. “Apa kamu bisa tinggalkan aku sendiri. Jangan membuatku melakukan kekerasan padamu!” bentaknya dengan tajam. Wanita itu adalah wanita kesayangan ibunya. Dia dengan leluasa keluar masuk dari kantor Mikel sesukanya karena dia tahu Mikel tak bisa berkutik karena dia harus melawan ibunya jika menyakiti wanita itu.
“Mikel, sampai kapan kamu mengabaikanku terus?” ia mulai jengah karena sudah sangat lama ia sabar dan terus berusaha merayu Mikel. Sayangnya tidak pernah berhasil.
Mikel menatap wanita itu nyalang. “Ingat, aku tidak akan pernah menyukai wanita sepertimu!” jawabnya dingin sambil menatap lekat wajah wanita itu yang berubah merah padam.
“Mikel, apa-apaan ini!” Maria yang mendengar suara keras putranya masuk dengan tatapan tajam. Ia melihat wajah wanita yang sangat ingin ia jadikan menantu itu berubah menyedihkan. “Kenapa sayang?” Maria memeluk wanita itu dengan lembut.
“Tante, sepertinya aku menyerah saja. Dia itu seperti gunung es yang tidak mungkin aku gapai,” ucapnya di dalam pelukan Maria dengan nada iba.
“Kamu harus bertahan, ingat laki-laki tidak akan tahan lama tanpa wanita,” bisiknya pelan ke telinga wanita itu. Lalu ia melepaskan pelukannya. Maria mengerjapkan mata sambil tersenyum lembut. Tangannya mengelus lembut gerai indah milik wanita itu. Jelas sekali terlihat semua anggota tubuhnya terawat.
“Tapi tante, dia benar-benar tidak pernah menganggapku ada” ucapnya lagi dengan manja.
Mikel melihat interaksi ibunya dan wanita yang membuatnya kesal itu sedikit gerah. Mikel keluar dari ruangannya, bisa-bisa ia meledak jika terlalu lama di ruangannya itu.
Fara sedang berada di kamar teman barunya itu. Ia melihat kamar itu penuh dan berantakan. Sepertinya teman barunya itu sangat sibuk sampai tidak ada waktu untuk beres-beres.“Apakah usia kita sama? Aku berusia 18 tahun sekarang.” Fara memulai pembicaraan karena sedari tadi temannya itu tak bersuara dan terus melihat beberapa kertas di depan meja kerjanya.“Apa masalahmu dengan usia? itu hanya angka, bahkan kematian tidak mengenal itu.” ucapnya datar.Fara mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan temannya itu yang sedang mengambil sesuatu dari lemarinya.“Ini kartu pengenalmu, kembali ke kamarmu.” Ia menyerahkan sebuah kartu kartu pengenal kepada Fara yang jelas bukan namanya. “Betric?” ucapnya membaca nama yang tertera di kartu itu. Kemudian ia menatap temannya itu meminta penjelasan.“Kau bisa menggunakan kartu itu jika ada yang menanyakan identitas dan namamu. Keluarlah, aku harus siap-siap karena mau berangkat kerja.” Perempuan itu mengusir Fara tanpa basa-basi.Fara pun mengan
Tok!Tok!Tok!“Fara ini aku Jody, bukakan pintunya!” ucapnya dari luar kamar.“Akirnya kamu pulang, aku hampir mati karena bosan,” ucap Fara sambil menghela nafas lega.“Kamu tidak bisa kemana-mana sebelum lukamu sembuh!” ucap Jody dan berjalan melewati Fara yang menghalangi jalannya.“Ini aku bawakan makanan, makanlah dan ini ada buku yang aku beli di pinggir jalan pulang!” ia meletakkan kantong belanja di atas meja.Fara seperti anak kecil yang dibawakan mainan. Ia membongkar kantong belanjaan Freya dengan senyum mengembang.Jody tersenyum melihat Fara yang bertingkah kekanak-kanakan di matanya. “Kamu terlalu kekanak-kanakan di usiamu sekarang!” sindirnya.Fara tidak menghiraukan nyinyiran Jody. Ia membuka cemilan di atas meja sambil melihat buku yang dibelikan Jody untuknya.Saat ia melihat sebuah buku dengan cover rumah, hatinya kembali menciut nyeri. Ia mencoba baik-baik saja di luar jangkauan sang daddy. Entah kenapa hatinya seperti dipelintir dengan keras. Kenyataan bahwa dia
Fara kembali menghampiri Mikel yang masih tertidur di sofa. Tangannya menggoyang dengan pelan lengan Mikel untuk membangunkannya.“Hmm, Apa kamu sudah selesai?” gumamnya masih setengah sadar. Dengan pelan Mikel membuka matanya yang masih sangat berat. Ia menatap samar Fara yang berdiri di depannya dengan tatapan mengernyit ke arahnya.“Kita tunggu Sam, dia sudah menuju ke sini!” lanjutnya kemudian beranjak dari sofa lalu berjalan ke dapur.Fara melihat Mikel yang meneguk minuman yang ia ambil dari lemari pendingin. Ia ikut menelan salivanya ketika jakun Mikel bergerak naik turun. Lalu ia menghampiri Mikel yang sepertinya sangat lelah. “Dad, kita besok saja ya ke rumah sakitnya. Daddy istirahat dulu!” tuturnya karena tidak tega.Mikel menatap Fara tajam, “Kamu pikir lukamu itu lelucon Fara, lukanya bisa infeksi kalau terlambat ditangani.” ucapnya sedikit meninggikan nada suaranya.Keduanya menoleh saat mendengar pintu terbuka. Samuel berjalan setengah berlari menghampiri mereka.“Fara!
Samuel yang mendapat tawaran yang mengagetkan dari Fara akhirnya mencoba menormalkan detak jantungnya. Dia menutupi kekagetannya dengan senyum yang ia paksakan.“Sebelum aku melamarmu, sepertinya nyawaku sudah habis di tangan daddymu,” jawab Samuel sambil bergidik ngeri.“Padahal kakak sudah perfek sekali, masih gak berani . Bagaimana kalau tidak ada yang melebihi kasih sayang daddy?” Fara menatap Samuel dengan memicingan matanya.Samuel terdiam mendengar ucapan Fara. “Pasti ada, dan dia akan menempuh cara apapun utuk mendapatkanmu,” dengan yakin Samuel mengelus rambut Fara.Fara hanya tersenyum getir. Ia mengangguk pelan membenarkan perkataan Samuel.“Gadis kecil kami sudah dewasa ternyata,” ucap Samuel tersenyum.‘Ternyata mereka hanya menganggapku anak kecil sampai sekarang’ batin Fara.“Baiklah, aku akan belajar dan mencari laki-laki yang lebih dari daddy,” ucapnya dengan semangat. Walau ia tahu itu tidak akan pernah mungkinSamuel tertawa geli mendengar perkataan Fara. “Aku tahu i
"Sudah daddy katakan jauhi teman anehmu itu!" Mikel menatap Fara dengan tajam."Daddy sudah Fara katakan dia tidak normal," sanggah Fara membela perbuatannya."Pokoknya daddy tidak suka kamu terlalu dekat dengannya. Cari teman cewek saja," jawab Mikel dengan sedikit meninggikan suaranya.Fara terdiam sejenak, lalu ia melihat Mikel dengan tatapan semakin lekat."Kenapa kau menatap daddy seperti itu?" "Daddy, sebentar lagi daddy akan menikah dengan wanita pilihan oma. Sepertinya Fara tidak bisa tinggal di sini lagi," ucapnya dengan suara tegas.Mikel terdiam sejenak, lalu i menatap Fara dengan dahi mengkerut. "Fara kau tidak akan kemana-mana. Tentang pernikahan itu...." Mikel tiba-tiba menghentikan kalimatnya lalu matanya menatap manik Fara dengan lekat."Apa kau setuju daddy menikahi wanita itu?"Fara terdiam sejenak, tentu saja dia tidak menginginkan ada wanita lain di samping Mikel. Ia menggeleng.Mikel menghela nafas dengan sedikit lega. Ada segurat senyum yang ia simpan di bibirny
Fara tersadar ia sedang berada di ranjang dengan tubuh tak mengenakan apapun dan Steven tergeletak di sampingnya dengan keadaan yang sama."Apa yang terjadi?" gumamnya mencoba mengingat apa yang terjadi.Steven mendengar suara lirih Fara di sampingnya. Ia membuka matanya dengan cepat."Fara?"Ia sangat kaget, bisa-bisanya dia membayangkan Fara ada di ranjangnya."Ini mimpi kan?" Fara mulai kalut dan air matanya menggenang. Ia menatap bagian tubuhnya dan melihat ada bercak merah di ranjang."Fara, kenapa kau ada di sini?" Steven sama kalutnya. Jantungnya mulai berdetak tak karuan. Ingatannya akan mimpi yang sangat panas dengan Fara membuatnya semakin kalut."Apa yang telah kita lalukan Stev?" Fara menangis , dia tidak menyalahkan Steven karena dia yang mengajak sahabatnya itu ke club."Fara, tenang dulu, jangan panik." Steven beranjak pelan dan memunguti bunya sambil mengenakannya dengan cepat."Bagaimana bisa aku tenang Steven. Kita telah melakukannya tanpa sadar." Fara terus terisak
“Bagaimana keadaannya, dok?” Mikel menatap sang dokter dengan tatapan khawatir.“Dia kehilangan kesadarannya saat mandi, sepertinya dia kebanyakan pikiran.” Sang dokter menatap Mikel dengan dahi mengernyit. Lalu ia menuliskan resep dengan cepat.“Kenapa dia belum sadar, dok?” tanyanya tak peduli dengan tatapan curiga sang dokter tersebut padanya.Sang dokter menghela nafas, lelaki itu dokter keluarganya jadi sudah sangat tahu dengan sikap Mikel. “Sebentar lagi dia akan sadar jangan khawatir,” jawab dokter tersebut dengan senyum tipis.Mikel mengangguk dan menerima resep dokter tersebut, lalu mengantar sang dokter ke parkiran.Setelah melihat mobil sang dokter berlalu, Mikel merogoh sakunya dan menghubungi seseorang dengan suara datar. Setelah selesai ia kembali berjalan menuju kamar Fara.“Bi, masakkan bubur untuk Fara!”“Baik, Tuan.”Mikel berjalan dengan sedikit lebih cepat. Setelah sampai ke kamar Fara, ia kembali duduk di sisi ranjang Fara sambil menggenggam lengan Fara yang lemas
“Dad, kenapa membawa Fara ke sini?” Fara merasa tidak nyaman dengan tatapan Mikel. Jantungnya berdegup kencang. Perasaannya semakin tidak karuan. Seandainya Mikel terlahir bukan sebagai ayah angkatnya dia akan menghambur ke pelukan lelaki itu.“Ah, daddy membawamu ke sini agar oma tidak memarahimu. Pergilah ke kamar dan jangan lupa minum obatmu!” jawab Mikel setelah tersadar dari lamunannya.Fara menghela nafas lega. Hampir saja ia salah sangka pada tatapan Mikel. Tanpa menjawab ia pun keluar dari ruangan Mikel.Mikel terduduk di kursi kerjanya sambil menguras wajahnya kasar.“Argh!” erangnya tertahan.Ia benar-benar merasa frustasi. Ia menatap lembaran kertas di meja kerjanya dengan tatapan tidak berminat untuk menyentuhnya.Ia pun memilih keluar kembali dari ruang kerjanya dan menyambar kunci mobil.“Mikel, mau ke mana?” Sarah menyapa Mikel yang duduk bersama sang ibu di ruang tamu.Mikel memutar bola matanya malas. “Ma, Mikel keluar sebentar menemui Samuel.”“Sayang, sekalian antar