Share

Bab 5. Menghilang

Maria mengejar Mikel yang sedang duduk di ruang keluarga. Sementara Fara tetap diam di tempat dan tak berani melakukan apa-apa.

“Sayang, Sarah wanita yang berasal dari keluarga berpendidikan, pekerja keras dan tentu saja tidak menggerogoti keluarga kita.” Ia mencoba memberi penjelasan pada putranay itu dengan nada lembut.

“Sudah, mama siap-siap. Kita bicarakan di rumah.” Ia melenggang meninggalkan sang mama yang masih heran dengannya.

Maria menatap Fara dengan tajam saat melewatinya, “Tidak pantas orang asing membuat hubungan anak dan ibu jadi renggang. Aku kira kamu cukup tahu itu Fara. Karena sekarang kamu sudah dewasa, tentu kamu tahu diri sebagai anak yang dipungut!” ucap Maria sambil menatap Fara penuh kebencian.

Fara benar-benar merasa buruk, ia menahan air mata yang ingin keluar dari bola matanya. Kenangan atas sebutan anak pembawa sial kembali menghantamnya.

***

“Apa?” Sahabatnya itu kaget mendengar cerita jujur dari Fara. Mereka baru beberapa bulan kenal tapi sudah membuatnya merasa nyaman dengan lelaki itu.

“Sepertinya aku harus keluar dari kehidupan daddyku,” ucapnya sambil menatap cowok didepannyandengan  sendu.

“Aku akan selalu membantumu, katakan apa yang kamu butuhkan!” Ia menunggu sesuatu terucap dari mulut Fara. Sayangnya ia hanya mendapatkan senyuman.

Teman Fara itu sebenarnya terlahir dari keluarga dengan sendok emas di mulutnya. Tetapi dia tidak suka diperlakukan berbeda dengan orang biasa. Ia ingin berbaur tanpa membedakan kelas sosial.

“Terimakasih, aku akan mengandalkanmu mulai sekarang. Kamu jangan mengeluh ya!” Fara menepuk bahu sahabat cowoknya itu sambil tersenyum kecut.

Mereka sedang duduk di halte menunggu Samuel. Akhirnya mereka mengakhiri pembicaraan ketika melihat mobil Samuel sudah melaju mendekati mereka.

“Bye, aku akan menghubungimu. Jangan mengabaikan chat ku,” Fara melambaikan Tanga serta mengerjapkan matanya sebelum berjalan masuk ke mobil.

Samuel menatap Fara aneh setelah sekilas melihat Steven yang melambaikan tangan kea rah mereka.

“Kamu kenapa sangat suka berteman dengan cowok aneh itu Fara?” Samuel bergidik ngeri melihat Steven yang masih melambai ke arahnya semakin membuatnya merinding.

Fara tertawa renyah melihat Samuel. Ia pun melambai ke arah Steven.

“Dady kapan kembali, Om?” tanyanya sambil melihat Samuel yang fokus melihat jalan. Semenjak kedatangan Maria ke rumah mereka Mikel tinggal di rumah kelahirannya itu.

“Eh, apa tadi?” jawab Samuel sambil melirik sebentar kepada Fara. Namun kembali fokus ke jalan di depannya.

“Hmm, tidak jadi, Om.” jawabnya dengan sedikit kesal. Diaa tersenyum kecut karena menyadari ada hal yang Samuel tutupi darinya.

Sesampai di rumah, Fara langsung ke kamarnya dan menghempaskan dirinya ke ranjang.

“Owh, ternyata hidup sesingkat ini.” Ia bergumam lalu tersenyum kecut. Ia menutup matanya, beberapa menit kemudian air mata diam-diam mencuri keluar.

“Daddy, sekarah aku harus bagaimana?” bisiknya pelan walau dadanya terasa hampir meledak. Tatapan kebencian Maria terlihat tidak jauh beda dengan tatapan orang tuanya kala itu.

Fara tertidur dalam keadaan belum membuka seragamnya, dan dengan perasaan remuk redam.

***

Fara terbangun karena alarm jamnya berbunyi. Dia bergegas bersiap-siap karena tidak ingin mendengar ocehan dari Samuel. Hari ini seminggu sudah Mikel tidak tidur di rumah . Daddynya itu juga tidak pernah menghubunginya. Hal itu cukup membuat Fara sangat merindukan daddynya dan tentu rasa bersalahnya lebih besar.

Sesampai di kampus, sahabatnya itu telah menyambutnya di pintu gerbang. 

Fara berjalan setengah berlari menghampirinya. “Kau sudah siap mengantarku?” bisik Fara sambil melingkarkan lengannya ke leher lelaki itu.

Cowok itu mengangguk sambil memberikan jempol.

“Nah, itu baru sahabatku. Aku akan menghancurkan kutukan ini. Jadi aku butuh bertapa!” lanjutnya kemudian mereka berdua terbahak.

Pagi sangat terik. burung-burung bernyanyi merdu di dermaga yang cukup ramai. Fara yang terlihat sedang sibuk menaiki sebuah kapal dan Steven yang terus menatapnya dengan senyum kecut.

Fara melambaikan tangannya ke arah Steven saat kapal mulai bergerak. “Semoga kau beruntung, dan kutukanku tidak mengenaimu teman!” ucapnya lirih. Air mata yang tidak bisa ia bendung, ia biarkan menetes karena tidak ada yang mengetahui siapa dia.

“Semoga setelah melewati lautan luas ini, kutukanmu akan terhapus putri!” ucapnya lirih menyaksikan kapal yang di naiki Fara dan ia tidak beranjak dari tempatnya hingga kapal itu benar-benar menjadi titik dan menghilang di bawah terik mentari.

Fara duduk ke tempat duduknya sambil mencengkram tasnya dengan erat. Ia memperhatikan orang-orang di sekitarnya, ia melihat seorang bapak tua dan istrinya yang selalu bergenggaman, ada anak-anak yang terus berkejaran di sekitar orang tuanya, ia berhenti di seorang lelaki dengan tatapan yang menyeramkan sedang menatapnya tajam.

Fara bergidik ngeri, ia terus merapal doa agar lelaki aneh itu berhenti menatapinya.

“Kamu turun di mana?” seorang gadis seusianya duduk di sebelahnya, dengan pakaian lusuh dan tas yang tergantung di bahu.

“Hmm, diperhentian terakhir.” Fara menjawab seadanya.

“Ternyata tujuan kita sama!” ucap gadis itu dengan datar dan terlihat masa bodo.

 “Kamu sendirian?” tanyanya lagi sambil melirik ke sekitar Fara.

Fara mengangguk saja, dia  tidak mau menjawab ucapan gadis itu. jantungnya semakin berdetak kencang. Bayangan akan hal-hal keji berkeliaran di kepalanya.

“Jangan katakan kamu sedang dalam pelarian,” tebak gadis itu melihat kediaman Fara. Ia melihat semua barang yang digunakan Fara tentu sangat mahal dan ia kenal semua merk itu.

“Aku kira kita tidak sedekat itu untuk bercerita,” Fara mulai tidak suka dengan gadis itu.

“Bersikap seolah kita kenal, lelaki di belakang sana dari tadi memperhatikanmu!” Ia memperingati Fara dengan suara pelan.

Deg!

Fara tentu tau lelaki itu. Ia tidak berani menoleh ke arah lelaki yang dari tadi memperhatikannya. Dia baru merasakan bagaimana bahayanya jalanan tanpa ada teman. Ia merutuki kebodohannya.

Akhirnya ia memilih berbincang-bincang dengan gadis di sampingnya. Mereka membahas tentang hal-hal yang tidak penting, mesti dalam hatinya terus berdoa.

Setelah waktunya Fara pulang seperti jadwal biasanya hari ini, Samuel sudah menunggu dan terlihat marah besar. Fara tidak bisa ia hubungi. 

Drttt!

Tiba-tiba ponsel yang berada di kantongnya berbunyi. Samuel melihat nama Mikel yang tertera di layar dan dia langsung  mengangkatnya.

[Pulanglah, dia pasti akan kembali!]

Samuel terdiam kerena setelah itu Mikel memutuskan sambungan teleponnya. Dia heran karena hanya itu tanggapan Mikel setelah mendapat informasi darinya. ‘Tidak biasanya Mikel setenang itu’ pikirnya.

Samuel menghela nafas keras lalu meninggalkan kampus Fara dengan sisa amarah.

Mata setajam tatapan elang itu menelusuri area di sekitarnya seolah sedang mencari seseorang di sana.

“Dimana anak aneh itu, kenapa aku tidak melihatnya?” gumamnya sebelum masuk ke dalam mobil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status