Mikel lelaki berusia 35 tahun, CEO dengan status duda, memiliki perasaan pada anak angkatnya sendiri. Perasaan yang tidak seharusnya ada pada hubungan antara anak dan ayah angkatnya. *** Fara gadis yang baru saja duduk di bangku kuliah. Dia anak yang dibuang oleh kedua orang tuanya kerena dianggap sebagai anak pembawa sial. Saat ia menagis karena ditinggal di tempat yang asing di situlah muncul malaikat penolongnya yaitu Mikel seorang CEO yang baru kehilangan istrinya. Setelah Fara beranjak dewasa, Mikel merasakan ada perasaan aneh yang timbul pada dirinya. Ia melihat Fara bukan lagi sebagai seorang anak melainkan sebagai gadis muda yang sexy. Mikel menutupi perasaannya mati-matian karena tidak ingin kehilangan Fara. Lalu bagaimana jika Fara akhirnya mengetahui perasaan Mikel padanya, apakah dia akan menjauhi Mikel? Laki-laki yang telah menjadi malaikat penolongnya itu.
View More‘Aku tidak tahu perasaan apa ini, bibirnya yang mungil sungguh aku ingin mengecupnya. Aroma tubuhnya, aku ingin memeluknya erat. Astaga dia putriku. Mengapa otak liarku bekerja membayangkan hal yang mesum pada putriku sendiri?’ pikir Mikel, lelaki tiga puluh lima tahun tersebut menggelengkan kepala. Dia berbalik dan menatap gadis manis yang sedari tadi memperhatikan dirinya. “Fara,” panggilnya spontan.
“Daddy, kenapa siap-siapnya lebih lama dari Fara, sih?” Komentar Fara sambil merapikan sedikit pakaiannya.
Lelaki tampan berusia matang tersebut kembali menatap dirinya di cermin untuk mengalihkan panadangan. Dia mencoba menekan perasaan anehnya saat bertatapan dengan Fara, putrinya. Ya, putrinya.
“Daddymu ingin menebar pesonanya, manatau ketemu cewek cantik di jalan, Ra.” Seorang lelaki yang usianya lebih muda dari Mikel jengah melihat sang atasan yang sedari tadi melamun itu.
Mikel tidak mendengar ocehan sang asisten, lelaki itu melangkah pergi begitu saja dari walk in closet "Ayo, Sayang!" ajaknya pada Fara.
Sepanjang jalan Mikel menceramahi Fara agar sang putri tidak mudah dekat dengan orang lain terutama dengan laki-laki. Juga harus pandai memilih teman. Lelaki tersebut terlalu takut sang putri ikut pergaulan bebas.
"Siap, Daddy." Fara keluar mobil dan berjalan santai melewati gerbang kampus.
"Da Fara, semoga bertemu kakak tingkat yang manis!" Asisten Mikel kembali berseloroh.
Fara tersenyum dengan mengacungkan ibu jari ke atas.
PLAk!
Mikel menepuk jidat bawahannya tersebut, menatap tidak suka.
"Dia ke sini buat belajar, jangan mengajarinya yang tidak-tidak!" cebik Mikel
"Ih, ngeri. Aku gak kebayang jika kelak Fara menemukan lelaki yang ia cintai. Menyedihkan sekali kisah cinta mereka," gumam lelaki itu sambil melajukan kembali mobil mereka.
"Tidak usah membayangkannya, urus saja kisah cintamu sendiri!" Mikel tersenyum mengejek sang asisten.
"Gak ah, aku menunggu Fara saja selesai kuliah," ejek sang asisten tanpa rasa takut.
"Leluconmu tidak lucu!" Suara Mikel sedikit meninggi.
Mikel tidak suka ada orang lain yang melukai Fara, yang ia tahu jika berurusan dengan asistennya itu. Lelaki tebar pesona, pura-pura manis dan play boy, semua wanita dengan rela berakhir di ranjangnya dan setelah itu mereka akan dibuang. Mana mungkin Mikel mengizinkan lelaki itu menyentuh putri kesayangannya.
'Mengapa aku sangat marah hanya dengan membayangkan Fara dengan lelaki lain? Ah, sial!' umpatnya.
***
Mikel mengingat kembali kenangan sepuluh tahun silam. Waktu itu awan tidak hentinya menumpahkan air, guntur bergemuruh saling menyahut.
"Hentikan mobilnya!" ucap Mike melihat seorang anak kecil sedang menangis di pinggir jalan.
Lelaki itu pun menghentikan mobil dengan paksa. "Mike, maksudku bos, hati-hati. Banyak sekarang penipu yang menggunakan anak-anak," sarannya khawatir pada bos sekaligus temannya itu.
Mikel diam dan meneruskan niatnya untuk menghampiri anak tersebut. Miris sekali rasanya melihat tubuh kecil itu menggigil.
"Apa yang kamu lakukan hujan-hujanan di pinggir jalan begini?" Ia membuka jasnya kemudian meletakkannya di kepala gadis kecil itu dengan suara yang lembut.
Anak itu menoleh, kemudian menggeleng.
"Siapa yang membawamu ke sini?" tanyanya pelan.
"Mereka, mengatakan aku anak pembawa sial," isak gadis mungil itu.
Mike mengernyit, "Kamu yakin mereka membuangmu?" tanyanya lagi. Tidak ada jawaban dari anak tersebut, "Siapa namamu?" Kembali Mike bertanya, tidak peduli hujan sudah membuatnya basah kuyup.
***
Sesampai di kantor, Mikel berjalan ke ruangan rapat. Seorang wanita dengan pakaian sexy dengan warna bibir merah menyala menyambut Mikel.
“Pak Mikel, ini berkas untuk rapat.” Ia menyerahkan kepada Mikel dengan senyum menggoda.
Mikel langsung menerima berkas dari tangan wanita itu. Ia tidak tertarik dengan bibir merah, lekuk tubuh yang tercetak dengan jelas karena pakaian yang terlalu pres di tubuh indahnya. Dia pun duduk di kursinya.
“Sarah, berhentilah menggodanya kamu akan berakhir kecewa.” Sang asisten kembali memperingati wanita itu agar berhenti mengharapkan perhatian dari Mikel.
Mesti asistennya itu sangat play boy dia tidak tertarik dengan wanita seperti Sarah. Dia tidak menyukai wanita itu karena tingkah Sarah menurutnya terlalu murahan. Sarah tak pernah malu menggoda Mikel dengan terang-terangan walau sudah berkali-kali di tolak oleh Mkel.
“Terserah apa katamu, tapi aku harus mendapatkan lelakiku itu!” bisik Sarah dengan raut wajah datar. Setelah itu dia keluar dari ruangan Mikel dengan perasaan jengkel.
“Ihhh!” Dia bergidik ngeri sambil mengibaskan tangan ke telinganya. “Semoga aku dijauhkan dari dedemit jenis itu!” gumamnya sambil duduk di sofa yang ada di sudut ruangan Mikel.
Mikel tersenyum sambil menutup berkas di depannya. “Kamu kan sudah sering bertemu dengan banyak wanita seperti Sarah, kenapa kamu masih geli melihatnya!” sindir Mikel. Kaki jenjangnya melangkah gontai menghampiri asistennya itu.
Lelaki itu mendelik kesal.
“Ayo, sebentar lagi rapatnya dimulai!” ajaknya dengan senyum miring.
Dengan cepat asisten membukakan pintu untuk Mikel. “Aku sungguh tak mengerti dengan Tante, ngapain juga menyuruh demit itu menjadi sekretarismu!” keluhnya saat melihat Sarah yang menyambut mereka di depan ruang rapat.
Sarah menyambut Mikel dan menyiapkan kursi untuknya. Senyumnya tak berhenti mengembang karena ia bisa menikmati berdekatan dengan MIkel sepanjang rapat.
Mikel sangat risih dengan situasinya, tapi ia tidak mungkin mengusir Sarah dari sampingnya juga. ‘Ini wanita kapan gatalnya hilang?’ umpatnya dalam hati saat Sarah terus menggeser kursinya sehingga lebih dekat padanya.
Mata sang asisten yang berada di belakang kursi Mikel mendelik tajam. ‘Dasar, demit gatal!” umpatnya dalam hati.
***
“Namamu Fara?” Seorang cowok di kelas Fara menghampirinya karena tidak keluar ke kantin.
“Hmm,” jawabnya singkat.
Anak lelaki itu bersama dua teman lainnya menatap Fara dengan tatapan merendahkan. “Aku dengar kamu anak pungut, ya?” ucapnya dengan senyum sinis.
Fara menatap cowok itu dengan nyalang. Ia mengepalkan tangannya mencoba menahan agar pukulannya tak melukai wajah cowok itu. ia pun berdiri dari kursinya dan meninggalkan ketiga anak lelaki itu.
“Kamu pikir setelah diangkat, kamu akan menjadi orang kaya?” sindirnya dengan nada kencang karena Fara sudah berjarak beberapa langkah dari mereka.
Fara terdiam, ia kemudian menoleh ke belakang. “Apa gunanya orang kaya kalau bersikap pecundang seperti kalian ini!” jawabnya tak mau kalah.
Senyum di wajah ketiga anak lelaki itu pudar. Salah satu dari mereka mendekati Fara. “Kita lihat saja, kau pasti akan kembali terlantar setelah Tuan Mikel menikah lagi!” jawabnya dengan kasar.
Bugh!
Argah!
“Apa yang kamu lakukan?” teriak kedua cowok itu saat melihat teman mereka telah terjungkal ke lantai.
Fara tetap diam walau kedua cowok itu membantu temn mereka bangkit kembali berdiri.
“Kurang ajar!” umpat anak lelaki yang kena pukulan Fara. “Aihh!” ringisnya ketika ia merasakan sudut bibirnya berdenyut nyeri. Ia menatap Fara dengan tajam.
Farra duduk di atas karpet tebal, membiarkan rambutnya yang panjang terurai dan jari-jarinya membolak-balik buku sketsa yang sejak semalam belum selesai ia isi.Namun pikirannya tidak fokus.Di layar TV besar di ruang tengah, suara pembawa berita menggema pelan.“...hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari MRA Holdings terkait pembangunan proyek yang disebut-sebut melanggar zona hijau di kawasan Selatan kota...”Farra mematung. “Proyek MRA? Itu perusahaan Mikel,” gumamnya pelan.Ia meletakkan buku sketsanya perlahan, berjalan mendekat ke TV dan menaikkan volumenya.“...seorang pengirim anonim melampirkan beberapa dokumen internal perusahaan yang tampaknya valid. Meski belum dikonfirmasi, publik mulai mempertanyakan integritas sang CEO muda...”Farra menelan ludah. Kenapa Mikel tidak mengatakan apapun? Bukankah dia selalu bicara soal keterbukaan? Tentang kepercayaan?Ia k
Lampu-lampu jalan menyala satu per satu, menciptakan bayangan panjang di sepanjang kafe kecil tempat Sarah duduk dengan anggun di pojokan, mengenakan kacamata hitam.Ia sedang menunggu seseorang.Dan saat lelaki itu masuk deberpakaian rapi, senyum ramah, aura tenang, Sarah segera tahu bahwa mangsanya telah datang dengan suka rela.“Steven,” panggil Sarah lembut, menyeringai saat pemuda itu duduk di hadapannya.Steven menatapnya waspada. “Kenapa kamu memintaku datang?”“Langsung ke inti, ya?” Sarah menatap cangkir kopinya sebelum menatap Steven lagi dengan mata penuh muslihat. “Aku ingin bicara tentang Farra dan Mikel.”Wajah Steven yang awalnya tenang berubah sedikit kaku.Sarah tersenyum puas. “Kamu tahu, bukan? Mereka akan menikah. Mikel menyembunyikannya dari semua orang. Tapi aku punya mata dan telinga di mana-mana.”Steven menggenggam tangannya di bawah meja. Ia t
Meriam duduk di beranda samping mansion, secangkir teh di tangannya, mata tajamnya menatap taman yang masih basah oleh embun pagi. Tapi bukan taman itu yang memenuhi pikirannya.Melainkan nama itu. Farra. Dan lebih dari itu ‘pernikahan.’Ia baru mendengar kabar itu pagi ini. Dari Samuel, yang terlalu terbiasa melihat kemarahan Mikel hingga tidak lagi bisa berbohong di hadapan wanita yang melahirkan pria itu.“Pernikahan?” bisik Meriam tadi pagi, tatapannya menusuk. “Tanpa restuku?”Samuel hanya menunduk, tahu batasannya.Dan kini, saat aroma teh menguar di udara, Meriam masih mencoba memahami, bagaimana mungkin putranya yang selama ini tak tersentuh, menjadi sebegitu terikat pada gadis itu."Menjijikkan," suara lain menyela.Meriam menoleh pelan. Sarah berdiri di ujung beranda, mengenakan dress merah muda pastel yang terlalu manis untuk niat yang begitu pahit.“Sarah,” ucap Meriam
Langkah Farra terhenti di ambang pintu kamar.Pintunya tinggi, ukiran gelap khas Eropa, dan begitu terbuka, wangi maskulin langsung menyeruak menyambut indra penciumannya, paduan kayu cendana, kulit, dan aroma sabun Mikel yang mulai ia kenali.Kamar itu luas. Terlalu luas untuk satu orang. Dengan jendela kaca besar menghadap taman belakang, langit-langit tinggi, rak buku dari kayu mahoni, dan pencahayaan lampu gantung yang temaram. Tempat tidur king size di tengah ruangan itu tampak seperti panggung megah untuk drama yang belum dituliskan.Farra memeluk dirinya sendiri. Ia merasa kecil.“Kenapa diam?” Suara berat Mikel terdengar dari belakang, sebelum lengan pria itu melingkar lembut di pinggangnya. “Tidak suka kamarku?”“Bukan begitu,” Farra menoleh, menatap mata pria itu. “Aku hanya tidak pernah membayangkan akan berdiri di sini. Di kamar ini. Denganmu.”Mikel menyentuh pipinya. “Aku ti
Farra menggeliat pelan. Selimut masih membungkus tubuhnya sampai dada, tapi kulitnya merinding begitu angin pagi menyusup lewat celah jendela yang belum tertutup sempurna. Ia menoleh ke samping, dan napasnya langsung tercekat.Mikel masih terlelap. Wajahnya damai. Ada sisa lelah di sana, tapi juga ada sesuatu yang membuat dada Farra terasa sesak, keintiman yang tak bisa dibatalkan.“Sudah bangun?” suara berat itu menyapa, membuat Farra panik dan buru-buru menarik selimutnya lebih erat.“Kamu pura-pura tidur?” tanya Farra, menunduk, malu setengah mati.Mikel berbalik menatapnya, wajahnya serius namun tenang. “Nggak tega buka mata duluan. Aku takut kamu bakal lari.”“Aku masih tidak menyangka telh melakukan hal bodoh ini,” jawabnya dengan pelan hampir seprti berbisik.“Tapi kamu nggak bisa lari dariku, Farra.” Suaranya berat.Farra menahan napas. Matanya menatap langit-langit k
Mikel duduk di sofa, menarik napas lega dan sekarang ia merasa ada angin segar yang menyelimuti rumahnya. Tanpa kehadiran sang ibu, semuanya menjadi lebih ringan.Mikel melirik ke arah Farra yang duduk di sampingnya. “Akhirnya, kita bebas…” kata Mikel dengan suara rendah, namun penuh dengan arti, saat ia berjalan mendekat.Tangannya menyentuh pelan pundak Farra, membuat gadis itu sedikit terkejut dan menoleh cepat.“Kita tidak bisa melakukan ini, dad,” ucapnya pelan dan takut.“Aku bukan lagi dadymu Fara, panggila Mike, kalau tidak kau akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” ancamnya di telinga Farra membuat gadis itu merona.“Baiklah, aku akan belajar menyebutkannya. Tapi untuk sekarang rasanya sangat aneh,” aku Farra.“Aneh? Tapi kenapa kau menerima sentuhanku waktu itu, Farra?” lanjut Mike menggoda Farra.Farra tiba-tiba berdiri dan melepaskan rangkulan Mike. &ldqu
Farra terbangun perlahan, merasakan kehangatan yang aneh menyelimuti tubuhnya. Suara detak jantungnya sendiri masih terdengar jelas di telinganya, tapi ada satu suara lain yang lebih dominan, suara napas Mike yang berat di lehernya. Perlahan, ia membuka mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang menyelinap melalui celah tirai kamar.“Astaga, apa yang sudah aku lakukan?” pekiknya dalam hati walau ia menemukan kehangatan pagi ini.Mike masih memeluknya dengan erat, begitu erat seolah tak ada ruang di antara mereka. Farra merasa dadanya sesak, bukan karena ketidaknyamanan fisik, melainkan karena perasaan yang mulai bercampur aduk.Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, pelan-pelan, agar tidak membangunkan Mike. Tetapi saat tubuhnya bergerak sedikit, pelukan Mike justru semakin erat."Jangan pergi," suara Mike terdengar pelan, hampir seperti bisikan, dengan sedikit getaran yang membuat Farra terdiam.Farra menahan napas. Jantungnya
Fara kelagapan dan mendorong dada Mikel yang terus memainkan bibirnya dengan lahap. Tangannya terus mendorong dada Mikel karena sudah tidak bisa bernafas.Mikel melepaskan pagutannya dan menatap Fara dengan lekat. “Fara, mulai saat ini aku memutuskan hubungan kita sebagai ayah dan anak angkat!” ucapnya dengan penuh percaya diri.Fara menatap Mikel dengan sendu, matanya memanas. Ia tidak tahu apakah dia senang atau sedih. Tapi ia sungguh tidak bisa mengerti apa yang dia rasakan saat ini.Mikel mengangguk pelan. “Memang ini pasti membuatmu bingung. Tapi aku sudah tidak bisa lagi Fara!” ucapnya meyakinkan Fara.“Bagaimana ini? Kenapa seperti ini?” Fara bergumam sambil menepis air matanya yang terus mengalir. Belum hilang rasa ketakutannya akibat penculikan itu, kini ia dihantui rasa bingung.Mikel menangkup wajah Fara dan menghapus air mata gadis itu dengan jarinya.“Maaf ya sudah membuatmu bingung. Sek
Seperti yang diharapkan Sarah, Mikel mengatur pernikahan mereka. Ia tidak ingin Fara berlama-lama di sekap oleh Sarah.Di ruangan pengantin, Sarah terlihat sangat bahagia. Ia menatap wajahnya yang cantik itu di pantulan cermin.“Wah, nona Sarah sungguh memukau,” puji para perias dan staf acara.“Terimakasih,” jawabnya dengan tulus.Krek!Pintu kamar ganti terbuka dan terlihat Mikel masih berlum rapi.“Ah, sayang. Kamu kenapa belum mengenakan dasinya?” Sarah tiba-tiba menghentikan tangan perias yang merapikan rambutnya dan ia berjalan menghampiri Mikel.“Bisa tinggalkan kami berdua?” Mikel menatap perias dan petugas di ruangan itu.Mereka mengangguk dengan senyum penuh makna.“Kenapa? Kamu sudah tidak sabar ingin bersamaku, hmm?” Sarah mengelus dada bidang Mikel dengan lembut.Mikel menepis tangan Sarah dan menatap wanita itu dengan tajam. “Dimana Fara?”Sarah yang awalnya manis berubah menjadi datar. “Akh, kenapa selalu ada gadis sialan itu sih! Ini ari bahagia kita,” ucapnya dengan k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments