Share

Bab 7. Pencuri

Fara sedang berada di kamar teman barunya itu. Ia melihat kamar itu penuh dan berantakan. Sepertinya teman barunya itu sangat sibuk sampai tidak ada waktu untuk beres-beres.

“Apakah usia kita sama? Aku berusia 18 tahun sekarang.” Fara memulai pembicaraan karena sedari tadi temannya itu tak bersuara dan terus melihat beberapa kertas di depan meja kerjanya.

“Apa masalahmu dengan usia? itu hanya angka, bahkan kematian tidak mengenal itu.” ucapnya datar.

Fara mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan temannya itu yang sedang mengambil sesuatu dari lemarinya.

“Ini kartu pengenalmu, kembali ke kamarmu.” Ia menyerahkan sebuah kartu kartu pengenal kepada Fara yang jelas bukan namanya.  

“Betric?” ucapnya membaca nama yang tertera di kartu itu. Kemudian ia menatap temannya itu meminta penjelasan.

“Kau bisa menggunakan kartu itu jika ada yang menanyakan identitas dan namamu. Keluarlah, aku harus siap-siap karena mau berangkat kerja.” Perempuan itu mengusir Fara tanpa basa-basi.

Fara pun mengangguk dan tak bertanya legi. Ia pun kembali ke kamarnya. Sesampai di kamarnya, ia menghempaskan badannya ke ranjang, bunyi deritan terdengar sangat berisik. Beberapa menit kemudian ia terlelap dengan setitik air mata di sudut matanya yang mencelos keluar.

***

Brak!

Suara gebrakan keras berasal dari meja resepsionis. Lelaki tua itu kaget karena seorang laki-laki dengan tubuh tegap sedang menggebrak mejanya.

“Ada masalah apa, Tuan?” tanyanya terbata.

“Apa kamu mengenal gadis ini?” lelaki kekar itu menunjukkan foto Fara.

Dengan percaya diri lelaki tua itu menggelengkan kepalanya, “Tidak, Tuan. Hanya ada satu gadis muda di sini dan bukan ini orangnya,” jawabnya sambil menunjukkan kopian daftar pengenal perempuan itu.

“Kamu tahu akibatnya jika membohongiku kan!” teriaknya sambil mencengkram kerah baju lelaki tua.

Dengan tatapan percaya diri lelaki tua itu mengangguk dengan cepat. Melihat tatapan serius lelaki tua, lelaki perkasa itu melepaskannya dengan keras.

“Awas, aku akan terus mengawasi tempat ini!” ancamnya kemudian berlalu pergi.

Tidak ada satupun penghuni yang keluar dari kamarnya. Entah mereka tidak mendengar atau sudah biasa kejadian yang sama terjadi di tempat itu.

Ciittt!

Suara pintu yang terbuka dengan pelan. Suara kaki melangkah dengan hati-hati. Seseorang mengendap-endap masuk ke kamar Fara.

Kreeekk!

Suara lemari yang dibuka dengan pelan. Seorang lelaki dengan topeng menutupi kepalanya sedang melihat tumpukan uang di lemari membuatnya tersenyum cerah.

Pranggg!

Tiba-tiba sesuatu terjatuh dan pecah di lantai.

Mata Fara terbuka dengan paksa, tetap diam dan tidak bergerak. Telinganya mendengarkan apa seseorang yang berada di belakangnya. Ia mencoba mengumpulkan kesadaran dan keberaniannya. Tangannya meraba lampu tidur, lalu matikannya.

Awww!

Jeritan terdengar ketika Fara menghantam seseorang yang di belakangnya dengan tiang lampu tidur.

Plak!

Tamparan keras mendarat di kepala Fara, membuatnya terhuyung dan terjatuh ke lantai.

“Owh, kamu lebih memilih mati ya?” Orang itu mengambil sebilah pisau dari kantong belakangnya.

Sret!

Dengan cepat Fara menghindar dari ayunan pisau laki-laki itu.

“Toloooong!” teriaknya dengan kencang sambil berlari ke pintu keluar.

Pencuri itu menghentikannya dengan melembarkan pisau. Seketika suara jeritan Fara terhenti. Pandangannya mengabur, ia mencium bau anyir menguap di udara.

Setelah itu pandangannya benar-benar gelap.

***

Fara merasakan bau menyengat dan matanya sangat berat. Ia mencoba menggerakkan matanya. Matanya melihat langit-langit kamar yang masih mengabur lambat-laun terlihat jelas.

“Apa kamu sudah sadar?”

Fara mendengar suara itu, dan tentu ia mengenalnya. Walau baru kenal Fara sudah mengenal suara teman barunya itu. Fara mencoba menggerakkan badannya. Tiba-tiba ia merasa wajahnya sangat kaku.

“Apa yang terjadi denganku?”

“Kamarmu dibobol maling,” jawabnya kesal sambil menatap Fara tajam. “Kamu sudah bosan hidup ya? kenapa malah menyerahkan nyawa?” lanjutnya dengan nada khawatir sekaligus marah.

“Hanya itu yang aku punya. Aku tidak mungkin membiarkannya mengambil uang itu,” tuturnya dengan nada lemas.

“Kamu terkena tusukan di bagian punggung, wajahmu juga kena sayatan pisau. Kamu beruntung bisa selamat karena cepat ditemukan bapak tua itu.” Cecarnya dengan nada putus asa.

Fara terdiam, sejenak ia meremang mengingat siapa yang akan melukainya.

“Apa kamu punya musuh?” tanya perempuan itu lagi.

“Aku tidak punya musuh selain….” ucapnya terhenti. Dia mengingat Maria adalah satu-satunya orang yang ia ketahui membencinya. “Tapi dia tidak mungkin mengetahui aku di sini,” jawabnya yakin.

“Kali ini kamu tidak aman, harus berhati-hati!” ucap perempuan itu. Ia sendiri tidak yakin atas kecurigaannya.

***

Mikel memutuskan untuk kembali ke rumahnya setelah menyenangkan sang ibu. Dia beberapa minggu menginap di sana karena ia tak ingin wanita idaman ibunya itu terus-menerus mendatangi rumahnya.

“Sayang, kamu hati-hati ya, “ Maria mengantar putranya ke depan rumah.

“Hmm, baik mam.” Mikel kemudian pamit dan tidak lupa menciumi kedua pipi wanita itu.

Di perjalanan, Mikel menghubungi Samuel. Dia sudah tidak tahan menunggu terlalu lama lagi karena anak buah Samuel belum juga menemukan Fara.

“Sam, apa kau sudah menemukannya?” Matanya menatap lurus ke depan.

[“Bos, aku sudah menemukan tanda-tanda tenang lah,”]

Mikel menghela nafas lega. “Baiklah aku akan melanjutkan sisanya.” balasnya kemudian ia mematikan sambungan teleponnya.

Beberapa menit kemudian Samuel memberikannya sebuah lokasi. Mikel membelokkan arah mobilnya, ia tidak akan berlama-lama lagi membiarkan Fara berada dalam bahaya.

“Anak keras kepala, aku tidak akan pernah membiarkanmu melewati hari yang menyeramkan ini sendirian!” ucapnya lirih.

Di tempat lain Fara sedang berbaring di ranjang milik temannya. Matanya menatap perempuan itu yang terlihat sedang sibuk. “Kamu mau kemana?” Matanya menatap lekat perempuan itu.

“Aku kerja, kamu di sini aman. Jangan bukakan pintu untuk siapapun. Diam saja di kamar!” perintahnya kemudian ia keluar meninggalkan Fara.

“Tunggu!”

Perempuan itu menoleh ke arah Fara dengan alis tertaut. “Apa kamu membutuhkan sesuatu?”

“Apa aku boleh tahu namamu?” tanyanya dengan pelan walau ia tak mengharapkan teman barunya itu menjawab dengan nama sebenarnya.

“Jody!” Setelah mengucapkan nama itu dia pun melanjutkan langkahnya.

Fara dalam keadaan susah berdiri, tetapi harus berdiri untuk mengunci kamar. Setelah itu ia kembali berbaring di ranjang kecil itu dengan malas. Hari-harinya tanpa pinsel benar-benar membuatnya tertekan.

Tidak ada yang bisa ia kerjakan selain makan dan terus berbaring dan membaca surat kabar. Hingga senja sudah terlihat, ia masih rebahan dan menghabiskan cemilan yang di sedian Freya untuknya.

Tok!

Tok!

Tok!

Fara tetap diam ketika mendengar pintu kamar diketuk. Tiba-tiba ia merasa takut dan ingatan tentang kejadian di kamarnya membuatnya semakin panik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status