Share

Bab 7. Pencuri

Penulis: Arutala
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-30 00:51:18

Fara sedang berada di kamar teman barunya itu. Ia melihat kamar itu penuh dan berantakan. Sepertinya teman barunya itu sangat sibuk sampai tidak ada waktu untuk beres-beres.

“Apakah usia kita sama? Aku berusia 18 tahun sekarang.” Fara memulai pembicaraan karena sedari tadi temannya itu tak bersuara dan terus melihat beberapa kertas di depan meja kerjanya.

“Apa masalahmu dengan usia? itu hanya angka, bahkan kematian tidak mengenal itu.” ucapnya datar.

Fara mengernyitkan dahinya sambil memperhatikan temannya itu yang sedang mengambil sesuatu dari lemarinya.

“Ini kartu pengenalmu, kembali ke kamarmu.” Ia menyerahkan sebuah kartu kartu pengenal kepada Fara yang jelas bukan namanya.  

“Betric?” ucapnya membaca nama yang tertera di kartu itu. Kemudian ia menatap temannya itu meminta penjelasan.

“Kau bisa menggunakan kartu itu jika ada yang menanyakan identitas dan namamu. Keluarlah, aku harus siap-siap karena mau berangkat kerja.” Perempuan itu mengusir Fara tanpa basa-basi.

Fara pun mengangguk dan tak bertanya legi. Ia pun kembali ke kamarnya. Sesampai di kamarnya, ia menghempaskan badannya ke ranjang, bunyi deritan terdengar sangat berisik. Beberapa menit kemudian ia terlelap dengan setitik air mata di sudut matanya yang mencelos keluar.

***

Brak!

Suara gebrakan keras berasal dari meja resepsionis. Lelaki tua itu kaget karena seorang laki-laki dengan tubuh tegap sedang menggebrak mejanya.

“Ada masalah apa, Tuan?” tanyanya terbata.

“Apa kamu mengenal gadis ini?” lelaki kekar itu menunjukkan foto Fara.

Dengan percaya diri lelaki tua itu menggelengkan kepalanya, “Tidak, Tuan. Hanya ada satu gadis muda di sini dan bukan ini orangnya,” jawabnya sambil menunjukkan kopian daftar pengenal perempuan itu.

“Kamu tahu akibatnya jika membohongiku kan!” teriaknya sambil mencengkram kerah baju lelaki tua.

Dengan tatapan percaya diri lelaki tua itu mengangguk dengan cepat. Melihat tatapan serius lelaki tua, lelaki perkasa itu melepaskannya dengan keras.

“Awas, aku akan terus mengawasi tempat ini!” ancamnya kemudian berlalu pergi.

Tidak ada satupun penghuni yang keluar dari kamarnya. Entah mereka tidak mendengar atau sudah biasa kejadian yang sama terjadi di tempat itu.

Ciittt!

Suara pintu yang terbuka dengan pelan. Suara kaki melangkah dengan hati-hati. Seseorang mengendap-endap masuk ke kamar Fara.

Kreeekk!

Suara lemari yang dibuka dengan pelan. Seorang lelaki dengan topeng menutupi kepalanya sedang melihat tumpukan uang di lemari membuatnya tersenyum cerah.

Pranggg!

Tiba-tiba sesuatu terjatuh dan pecah di lantai.

Mata Fara terbuka dengan paksa, tetap diam dan tidak bergerak. Telinganya mendengarkan apa seseorang yang berada di belakangnya. Ia mencoba mengumpulkan kesadaran dan keberaniannya. Tangannya meraba lampu tidur, lalu matikannya.

Awww!

Jeritan terdengar ketika Fara menghantam seseorang yang di belakangnya dengan tiang lampu tidur.

Plak!

Tamparan keras mendarat di kepala Fara, membuatnya terhuyung dan terjatuh ke lantai.

“Owh, kamu lebih memilih mati ya?” Orang itu mengambil sebilah pisau dari kantong belakangnya.

Sret!

Dengan cepat Fara menghindar dari ayunan pisau laki-laki itu.

“Toloooong!” teriaknya dengan kencang sambil berlari ke pintu keluar.

Pencuri itu menghentikannya dengan melembarkan pisau. Seketika suara jeritan Fara terhenti. Pandangannya mengabur, ia mencium bau anyir menguap di udara.

Setelah itu pandangannya benar-benar gelap.

***

Fara merasakan bau menyengat dan matanya sangat berat. Ia mencoba menggerakkan matanya. Matanya melihat langit-langit kamar yang masih mengabur lambat-laun terlihat jelas.

“Apa kamu sudah sadar?”

Fara mendengar suara itu, dan tentu ia mengenalnya. Walau baru kenal Fara sudah mengenal suara teman barunya itu. Fara mencoba menggerakkan badannya. Tiba-tiba ia merasa wajahnya sangat kaku.

“Apa yang terjadi denganku?”

“Kamarmu dibobol maling,” jawabnya kesal sambil menatap Fara tajam. “Kamu sudah bosan hidup ya? kenapa malah menyerahkan nyawa?” lanjutnya dengan nada khawatir sekaligus marah.

“Hanya itu yang aku punya. Aku tidak mungkin membiarkannya mengambil uang itu,” tuturnya dengan nada lemas.

“Kamu terkena tusukan di bagian punggung, wajahmu juga kena sayatan pisau. Kamu beruntung bisa selamat karena cepat ditemukan bapak tua itu.” Cecarnya dengan nada putus asa.

Fara terdiam, sejenak ia meremang mengingat siapa yang akan melukainya.

“Apa kamu punya musuh?” tanya perempuan itu lagi.

“Aku tidak punya musuh selain….” ucapnya terhenti. Dia mengingat Maria adalah satu-satunya orang yang ia ketahui membencinya. “Tapi dia tidak mungkin mengetahui aku di sini,” jawabnya yakin.

“Kali ini kamu tidak aman, harus berhati-hati!” ucap perempuan itu. Ia sendiri tidak yakin atas kecurigaannya.

***

Mikel memutuskan untuk kembali ke rumahnya setelah menyenangkan sang ibu. Dia beberapa minggu menginap di sana karena ia tak ingin wanita idaman ibunya itu terus-menerus mendatangi rumahnya.

“Sayang, kamu hati-hati ya, “ Maria mengantar putranya ke depan rumah.

“Hmm, baik mam.” Mikel kemudian pamit dan tidak lupa menciumi kedua pipi wanita itu.

Di perjalanan, Mikel menghubungi Samuel. Dia sudah tidak tahan menunggu terlalu lama lagi karena anak buah Samuel belum juga menemukan Fara.

“Sam, apa kau sudah menemukannya?” Matanya menatap lurus ke depan.

[“Bos, aku sudah menemukan tanda-tanda tenang lah,”]

Mikel menghela nafas lega. “Baiklah aku akan melanjutkan sisanya.” balasnya kemudian ia mematikan sambungan teleponnya.

Beberapa menit kemudian Samuel memberikannya sebuah lokasi. Mikel membelokkan arah mobilnya, ia tidak akan berlama-lama lagi membiarkan Fara berada dalam bahaya.

“Anak keras kepala, aku tidak akan pernah membiarkanmu melewati hari yang menyeramkan ini sendirian!” ucapnya lirih.

Di tempat lain Fara sedang berbaring di ranjang milik temannya. Matanya menatap perempuan itu yang terlihat sedang sibuk. “Kamu mau kemana?” Matanya menatap lekat perempuan itu.

“Aku kerja, kamu di sini aman. Jangan bukakan pintu untuk siapapun. Diam saja di kamar!” perintahnya kemudian ia keluar meninggalkan Fara.

“Tunggu!”

Perempuan itu menoleh ke arah Fara dengan alis tertaut. “Apa kamu membutuhkan sesuatu?”

“Apa aku boleh tahu namamu?” tanyanya dengan pelan walau ia tak mengharapkan teman barunya itu menjawab dengan nama sebenarnya.

“Jody!” Setelah mengucapkan nama itu dia pun melanjutkan langkahnya.

Fara dalam keadaan susah berdiri, tetapi harus berdiri untuk mengunci kamar. Setelah itu ia kembali berbaring di ranjang kecil itu dengan malas. Hari-harinya tanpa pinsel benar-benar membuatnya tertekan.

Tidak ada yang bisa ia kerjakan selain makan dan terus berbaring dan membaca surat kabar. Hingga senja sudah terlihat, ia masih rebahan dan menghabiskan cemilan yang di sedian Freya untuknya.

Tok!

Tok!

Tok!

Fara tetap diam ketika mendengar pintu kamar diketuk. Tiba-tiba ia merasa takut dan ingatan tentang kejadian di kamarnya membuatnya semakin panik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 35. Menolak Sentuhan

    Farra duduk di atas karpet tebal, membiarkan rambutnya yang panjang terurai dan jari-jarinya membolak-balik buku sketsa yang sejak semalam belum selesai ia isi.Namun pikirannya tidak fokus.Di layar TV besar di ruang tengah, suara pembawa berita menggema pelan.“...hingga kini belum ada klarifikasi resmi dari MRA Holdings terkait pembangunan proyek yang disebut-sebut melanggar zona hijau di kawasan Selatan kota...”Farra mematung. “Proyek MRA? Itu perusahaan Mikel,” gumamnya pelan.Ia meletakkan buku sketsanya perlahan, berjalan mendekat ke TV dan menaikkan volumenya.“...seorang pengirim anonim melampirkan beberapa dokumen internal perusahaan yang tampaknya valid. Meski belum dikonfirmasi, publik mulai mempertanyakan integritas sang CEO muda...”Farra menelan ludah. Kenapa Mikel tidak mengatakan apapun? Bukankah dia selalu bicara soal keterbukaan? Tentang kepercayaan?Ia k

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 34. Rencana Busuk

    Lampu-lampu jalan menyala satu per satu, menciptakan bayangan panjang di sepanjang kafe kecil tempat Sarah duduk dengan anggun di pojokan, mengenakan kacamata hitam.Ia sedang menunggu seseorang.Dan saat lelaki itu masuk deberpakaian rapi, senyum ramah, aura tenang, Sarah segera tahu bahwa mangsanya telah datang dengan suka rela.“Steven,” panggil Sarah lembut, menyeringai saat pemuda itu duduk di hadapannya.Steven menatapnya waspada. “Kenapa kamu memintaku datang?”“Langsung ke inti, ya?” Sarah menatap cangkir kopinya sebelum menatap Steven lagi dengan mata penuh muslihat. “Aku ingin bicara tentang Farra dan Mikel.”Wajah Steven yang awalnya tenang berubah sedikit kaku.Sarah tersenyum puas. “Kamu tahu, bukan? Mereka akan menikah. Mikel menyembunyikannya dari semua orang. Tapi aku punya mata dan telinga di mana-mana.”Steven menggenggam tangannya di bawah meja. Ia t

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 33. Diakui Menjadi Calon Menantu

    Meriam duduk di beranda samping mansion, secangkir teh di tangannya, mata tajamnya menatap taman yang masih basah oleh embun pagi. Tapi bukan taman itu yang memenuhi pikirannya.Melainkan nama itu. Farra. Dan lebih dari itu ‘pernikahan.’Ia baru mendengar kabar itu pagi ini. Dari Samuel, yang terlalu terbiasa melihat kemarahan Mikel hingga tidak lagi bisa berbohong di hadapan wanita yang melahirkan pria itu.“Pernikahan?” bisik Meriam tadi pagi, tatapannya menusuk. “Tanpa restuku?”Samuel hanya menunduk, tahu batasannya.Dan kini, saat aroma teh menguar di udara, Meriam masih mencoba memahami, bagaimana mungkin putranya yang selama ini tak tersentuh, menjadi sebegitu terikat pada gadis itu."Menjijikkan," suara lain menyela.Meriam menoleh pelan. Sarah berdiri di ujung beranda, mengenakan dress merah muda pastel yang terlalu manis untuk niat yang begitu pahit.“Sarah,” ucap Meriam

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 32. Membalas Sentuhannya

    Langkah Farra terhenti di ambang pintu kamar.Pintunya tinggi, ukiran gelap khas Eropa, dan begitu terbuka, wangi maskulin langsung menyeruak menyambut indra penciumannya, paduan kayu cendana, kulit, dan aroma sabun Mikel yang mulai ia kenali.Kamar itu luas. Terlalu luas untuk satu orang. Dengan jendela kaca besar menghadap taman belakang, langit-langit tinggi, rak buku dari kayu mahoni, dan pencahayaan lampu gantung yang temaram. Tempat tidur king size di tengah ruangan itu tampak seperti panggung megah untuk drama yang belum dituliskan.Farra memeluk dirinya sendiri. Ia merasa kecil.“Kenapa diam?” Suara berat Mikel terdengar dari belakang, sebelum lengan pria itu melingkar lembut di pinggangnya. “Tidak suka kamarku?”“Bukan begitu,” Farra menoleh, menatap mata pria itu. “Aku hanya tidak pernah membayangkan akan berdiri di sini. Di kamar ini. Denganmu.”Mikel menyentuh pipinya. “Aku ti

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 31. Kau Milikku

    Farra menggeliat pelan. Selimut masih membungkus tubuhnya sampai dada, tapi kulitnya merinding begitu angin pagi menyusup lewat celah jendela yang belum tertutup sempurna. Ia menoleh ke samping, dan napasnya langsung tercekat.Mikel masih terlelap. Wajahnya damai. Ada sisa lelah di sana, tapi juga ada sesuatu yang membuat dada Farra terasa sesak, keintiman yang tak bisa dibatalkan.“Sudah bangun?” suara berat itu menyapa, membuat Farra panik dan buru-buru menarik selimutnya lebih erat.“Kamu pura-pura tidur?” tanya Farra, menunduk, malu setengah mati.Mikel berbalik menatapnya, wajahnya serius namun tenang. “Nggak tega buka mata duluan. Aku takut kamu bakal lari.”“Aku masih tidak menyangka telh melakukan hal bodoh ini,” jawabnya dengan pelan hampir seprti berbisik.“Tapi kamu nggak bisa lari dariku, Farra.” Suaranya berat.Farra menahan napas. Matanya menatap langit-langit k

  • ISTRI UNTUK POSSESSIVE DADDY   Bab 30. Canggung

    Mikel duduk di sofa, menarik napas lega dan sekarang ia merasa ada angin segar yang menyelimuti rumahnya. Tanpa kehadiran sang ibu, semuanya menjadi lebih ringan.Mikel melirik ke arah Farra yang duduk di sampingnya. “Akhirnya, kita bebas…” kata Mikel dengan suara rendah, namun penuh dengan arti, saat ia berjalan mendekat.Tangannya menyentuh pelan pundak Farra, membuat gadis itu sedikit terkejut dan menoleh cepat.“Kita tidak bisa melakukan ini, dad,” ucapnya pelan dan takut.“Aku bukan lagi dadymu Fara, panggila Mike, kalau tidak kau akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” ancamnya di telinga Farra membuat gadis itu merona.“Baiklah, aku akan belajar menyebutkannya. Tapi untuk sekarang rasanya sangat aneh,” aku Farra.“Aneh? Tapi kenapa kau menerima sentuhanku waktu itu, Farra?” lanjut Mike menggoda Farra.Farra tiba-tiba berdiri dan melepaskan rangkulan Mike. &ldqu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status