Home / Rumah Tangga / ISTRI Warisan Adik / 1. Lamaran di Pemakaman

Share

ISTRI Warisan Adik
ISTRI Warisan Adik
Author: RESYARIN

1. Lamaran di Pemakaman

Author: RESYARIN
last update Huling Na-update: 2025-04-28 13:26:18

Makam yang masih basah itu terus ditangisi oleh Hanna yang baru saja kehilangan Ayahnya, dia berjongkok dengan gamis dan kerudung hitamnya, ditemani seorang pria muda yang setia berdiri disisinya, dialah Nandra Jafran Kusuma.

"Apa yang harus Hanna lakukan sekarang? Hanna kerja dan berjuang buat Ayah, tapi sekarang Ayah pergi tinggalin Hanna. Hanna gak punya siapa-siapa lagi, Ayah.” Isak Hanna terdengar pilu dengan suara seraknya yang masih di dengar baik oleh si pria.

"Hanna, kamu tidak bisa terus seperti ini. Masih ada Allah disisi kamu, aku juga ada. Kamu harus ikhlas, semua ini sudah takdir. Kasihan Ayah kamu bila terus kamu tangisi,” ucap Jafran.

"Hiks, maafkan Hanna ya Allah. Maafkan Hanna Ayah, karna Hanna Ayah pasti merasa berat. Maafkan Hanna, sekarang Hanna iklhas melepas Ayah ke sisi Allah,” ucap Hanna mengelus nisan sang Ayah, lalu dia menadahkan tangannya. 

“Lapangkanlah hatiku ya Allah dan ampunilah semua dosa Ayah, tempatkanlah ia disisimu, hiks."

Jafran yang sejak tadi menemani Hanna, akhirnya membantu Hanna hingga berdiri berhadapan dengannya. Sementara Hanna terus menunduk dengan air matanya yang masih mengalir, mengatakan ikhlas di mulut, tak semudah yang hati rasakan.

"Aku tahu ini memang bukan waktu yang tepat, tapi ini saatnya aku berani buat ambil tanggung jawab lindungi kamu setelah Ayah kamu pergi."

Mendengar kata-kata yang diucapkan Jafran perlahan Hanna berani melihatnya langsung setelah menghapus air matanya.

"Maksud kamu apa?" tanya Hanna, karena kata-kata Jafran terdengar aneh ditelinganya.

"Hanna Kintara, di depan makam Ayah kamu dan disaksikan oleh Allah,” ucap Jafran menjeda kalimatnya, lalu menghela nafasnya dahulu.

"Bismilahirohmanirohim, maukah kamu menikah denganku?" tanya Jafran terus terang dan membuat Hanna sungguh kaget.

"Jafran, ini semua gak lucu. Jangan karna kamu cuma kasihan sama aku kamu tiba-tiba bilang kaya gini,” ucap Hanna dengan air matanya yang kembali mengalir lalu dia hapus kembali.

"Aku gak bercanda Hanna, Allah saksiku. Dan perlu kamu tahu, sejak dulu bahkan saat kita masih SMA, aku sudah menyukai kamu, tapi aku tahu batasan antara pria dan wanita. Aku bukan lelaki yang siap bertanggung jawab atas kamu saat itu, hidupku saja masih bergantung pada orang tuaku. Aku berjuang, aku belajar untuk menjadi lebih dewasa. Sekarang walau kita terbilang masih muda, tapi aku sudah bekerja. Aku yakin kamu adalah jodoh yang dipersiapkan Allah buat aku, ketika aku gak berharap bisa ketemu kamu lagi. Tapi akhirnya kita bertemu lagi setelah lima tahun berpisah, dan aku pikir satu tahun ini cukup untuk bikin kamu yakin sama aku. Jangan bilang kamu gak ngerasa kalau selama ini aku mencoba dekat sama kamu Hanna."

Penjelasan panjang lebar itu cukup membuat Hanna terdiam dan berpikir. Memang akhir-akhir ini mereka lebih dekat, tapi Hanna tak pernah berpikir sejauh ini. Hanna hanya merasa mungkin Jafran hanya menganggapnya teman juga bawahannya. Hanna juga hanya fokus merawat Ayahnya dan merasa tak pantas bila memang Jafran menyukainya yang hanya dari kalangan bawah, tapi apa yang disampaikan Jafran sekarang jelas membuat Hanna bingung.

"Tapi, A-aku bukan siapa-siapa." Air mata itu terus mengalir karna kesedihan juga kebimbangan hatinya, Jafran terlalu sempurna untuk gadis penuh kekurangan seperti dirinya.

Saat itu Jafran memberanikan diri memegang pundak atas Hanna, hingga Hanna akhirnya menatap ke arahnya.

"Jangan melihatku sebagai atasan, teman bahkan siapapun Hanna. Tapi tolong lihat aku sebagai pria yang siap bertanggung jawab atas kamu. Liat mata aku, aku bahkan sangat menyayangi kamu, walaupun mungkin kamu tidak memiliki perasaan sepertiku. Tapi aku mohon kamu pertimbangkan kembali lamaranku, kita bangun semuanya bersama-sama. Aku akan bertanggungjawab pada kamu, aku siap untuk menjadi imam untuk kamu. Kalau masalahnya hanya soal perasaan, biarkan aku yang menunjukkan sedalam apa perasaanku pada kamu, sampai akhirnya kamu bahkan merasa sangat dicintai,” jelas Jafran panjang lebar.

“Jafran,” cicit Hanna.

“Sekali lagi aku tanya, kamu maukan nikah sama aku??"

Pada siapa Hanna harus bergantung saat ini kalau bukan pada pria yang begitu dengan tulus dan peduli padanya, yang terdapat keseriusan dimatanya saat dengan yakin melamarnya. Walau mungkin akan ada penolakan dari keluarganya, Hanna harus siap. Dan hati Hanna yang harus mulai terbiasa memupuk rasa yang dulu hanya sebatas teman sekarang menjadi calon imamnya, karena tak ada alasan untuk menolak lelaki sebaik Jafran.

"Bismillah, aku terima lamaran kamu Jafran,” ucap Hanna lirih.

"Alhamdulillah."

Jafran langsung melepas tangannya yang berada di pundak Hanna, lalu dia berjongkok kembali di pusara Ayah Hanna, membuat Hati Hanna makin yakin untuk menerima Jafran melihat apa yang dilakukan pria itu.

"Paman, maaf karna Jafran tidak meminta restu untuk menikahi Hanna saat Paman masih ada, tapi walaupun begitu semoga Paman merestui kami. Sekarang Paman tidak perlu khawatir, Jafran yang akan menggantikan Paman bertanggung jawab untuk Hanna, Paman bisa tenang disisi Allah. Jafran tak akan pernah menyakiti Hanna, Jafran akan selalu disisi Hanna, Jafran janji."

Setelah mengatakan itu Jafran menengadahkan tangannya, dan lantunan do'a serta ayah suci terdengar begitu merdu, membuat Hanna kembali meneteskan air matanya.

"Besok mungkin aku akan ke rumah kamu sama Ayah dan Bunda. Aku mau kita cepat menikah, agar aku bisa selalu disisi kamu. Atau perlu hari ini juga kamu nginap di rumah aku, biar kamu ada teman," tawar Jafran dalam perjalanan mereka pulang.

"Gak usah, aku juga masih perlu nenangin hati aku. Dan soal pernikahan apa gak terlalu cepat? Gimana kalau orang tua kamu gak setuju?" tanya Hanna dengan suara mencicit di akhir kalimatnya.

"Kamu bahkan bekerja buat Bunda sebelum sama aku. Apa bunda terlihat seperti orang tua yang kejam seperti di sinetron? Yang akan menentang keinginan anaknya hanya karena perbedaan kasta?" tanya Jafran bercanda.

"Enggak." jawab Hanna.

"Karena itu jangan khawatir, pokonya besok kamu siap-siap,” ucap Jafran lalu fokus kembali menjalankan mobilnya.

'Ayah, semoga ini keputusan benar yang Hanna ambil. Ayah yang tenang disana.'

Hanna melihat keluar jendela, lalu menyenderkan kepalanya dan diam-diam kembali lagi menangis karena ingat dia telah kehilangan Ayahnya dan kini sendirian.

Jafran sadar bahwa Hanna menangis kembali, tapi rasa kehilangan itu akan lebih baik jika diluapkan. Hal ini pula yang mendasari Jafran ingin segera menikahi Hanna, agar dia tak kesepian dan bersedih terus menerus sendirian.

*

*

*

RESYARIN

Hallo semuanya. Alhamdulillah ini adalah cerita pertamaku di GoodNovel, semoga kalian suka ya.

| 2
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI Warisan Adik   52. Sampai Akhir Hayat (TAMAT)

    40 tahun Kemudian Waktu tak terasa, sudah berlalu begitu cepat. Kini bahkan fisik Hanna dan Jefri sudah sangat jauh berubah, kulit mereka sudah mulai keriput dan bahkan rambut mereka sudah memutih. Mereka bahkan sudah tak bisa berlarian di taman menemani cucu-cucu mereka yang kini sudah mulai besar, dulu saat mereka masih kecil Jefri dan Hanna masih bisa menemani, kini mereka hanya bisa melihat dari jauh. “Rasanya begitu senang, setiap kali Zeyva dan Jafran pulang ke rumah ya Mas, membawa keluarga kecil mereka, karena akhirnya rumah kita jadi semakin ramai. Walau rumah Jafran ada di depan rumah kita menempati rumah Nenek dan Kakeknya yang telah tiada,” ucap Hanna. “Iya, rasanya memang berbeda dan terasa lengkap. Walaupun hidup berdua dengan kamu juga tetap begitu menyenangkan dan membahagiakan untukku. Aku tak salah memiliki partner terbaik dalam menjalani kehidupan ini,” ucap Jefri menggenggam tangan keriput Hanna. “Iya Mas, kamu juga partner terbaikku,” ucap Hanna dengan senyum

  • ISTRI Warisan Adik   51. Pergi Bersama

    “Sayang, kamu di mana?” teriak Jefri begitu dia masuk ke dalam kamar. “Di sini Mas, ada apa?” tanya Hanna yang menyahut dari lantai dua, karena dia baru saja menidurkan Jafran. Jefri segera saja berlari ke lantai dua dan saat menemukan istrinya yang juga menuju ke arahnya, Jefri langsung memeluk Hanna dengan erat. “Ya ampun, rasanya rindu sekali walau hanya tak bertemu 10 jam,” ucap Jefri, membuat Hanna menggulirkan matanya. “Belum seharian Mas,” ucap Hanna, lelah juga menghadapi kelakuan manja suaminya ini. “Mas, sudah ah lepas,” pinta Hanna, karena suaminya masih betah memeluknya hingga akhirnya kini melepaskan pelukannya. “Sayang, minggu depan kan hari jadi pernikahan kita yang ke tiga tahun.” “Iya, terus gimana? Mau adain acara, Mas?” tanya Hanna. “Enggak, aku sudah buat jadwal acara yang lebih bagus untuk merayakan hari pernikahan kita, nanti kita pergi ke sebuah negara,” ucap Cakra. “Ke mana, Mas?” tanya Hanna. “Ke sini.” Cakra memberikan sebuah kertas yang langsung H

  • ISTRI Warisan Adik   50. Keluarga Bahagia

    “Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Jafran, semoga panjang umur.” “Akkk, Abububu.” Jeritan khas bayi satu tahun itu terdengar, begitu melihat kue dengan lilin angka satu yang menyala di atas kue dan jelas membuatnya tertarik. “Selamat ulang tahun, Adek,” teriak Zeyva yang kini mencium pipi Jafran dengan gemas. “Aka kaka,” jerit Jafran tak suka karena dicium terlalu kuat di pipinya. “Selamat ulang tahun yang pertama jagoan, Bunda,” ucap Hanna mencium kening Jafran dan pipinya, membuat Jafran tersenyum selalu senang jika berada dengan sang Bunda. “Selamat ulang tahun jagoan posesif, yang gak mau banget berbagi Bunda sama Ayah,” ucap Jefri, mengelus kepala Jafran dan mencium pipinya. “Akh, yaya nono,” jerit Jafran, karena dia paling tak suka di cium Jefri yang memang kadang suka menggodanya dengan dagunya yang jelas bertekstur karena jenggot yang tumbuh. “Mas ih, senang banget goda Jafran,” kesal Hanna yang kini menglus pipi putranya yang duduk s

  • ISTRI Warisan Adik   49. Keajaiban

    "Hanna, bagimana keadaan Hanna?" tanya Jefri lirih, menatap Bunda Ayu dan Dokter Tia."Jefri, Hanna. Dia, hiks."Bunda Ayu tak melanjutkan perkataannya, dia langsung berhambur ke pelukan putranya dan menangis di sana.Jefri sendiri hanya terdiam kaku dengan pikiran buruknya dan tak lama suster keluar dari ruang operasi."Dok, pasien—."Belum selesai suster berkata Jefri segera melepaskan pelukan ibunya dan menyerobot masuk ke dalam. Dia seketika kaget melihat istrinya yang terbujur kaku dengan wajah yang begitu pucat."Hanna, sayang,” panggil Jefri lirih.Tapi tak ada jawaban apapun, hanya keheningan yang ada. Jefri langsung memeluk tubuh Hanna yang terbujur kaku, menangis di dada sang istri."Sayang, jangan. Jangan lakukan ini, jangan tinggalin aku. Aku mohon, hiks.” Tangis itu tak dapat Jefri bendung."Jangan tinggalkan aku, bagaimana dengan Zeyva dan jagoan kita? Aku tak akan bisa merawat mereka tanp

  • ISTRI Warisan Adik   48. Kita Bertemu Lagi

    Ruangan itu begitu hitam dan hampa, sunyi tanpa satu suara apapun.“Aku di mana?” tanya Hanna, kebingungan karena membuka mata yang terlihat hanyalah gelap, tak ada cahaya sedikitpun."Bunda."“Siapa itu?”Teriakan itu bahkan tak dapat Hanna lihat sumber orang yang memanggilnya, dia terus memandang kesana kemari tapi tak ada siapapun."Bunda."Sekali lagi teriakan itu terdengar, bukan suara Zeyva, tapi itu jelas suara anak perempuan dan entah kenapa Hanna merasa itu panggilan untuknya."Bunda."Tiba-tiba tangannya yang ditarik menyadarkan Hanna, ruangan gelap itu berubah jadi tempat yang begitu terang dan kini ada seorang anak perempuan yang sedang tersenyum dan menggengam tangannya.Cantik, senyumnya mirip seseorang, dia juga sedikit mirip putrinya Zeyva. Tapi mengapa justru Hanna malah seperti melihat dirinya saat kecil, anak ini sedikit mirip dirinya juga."Bunda." Sekali lagi anak itu meman

  • ISTRI Warisan Adik   47. Antara Hidup & Mati

    Hanna kini sudah masuk ke ruang ICU dan ditangani oleh dokter Tia yang sejak awal menangani Hanna, dengan Jefri yang menunggu dengan tak tenang.Hingga akhirnya Dokter Tia keluar dari ruang ICU setelah beberapa saat memeriksa Hanna dan Jefri segera mendekatinya, jelas untuk menanyakan keadaan Hanna."Bagaimana Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Jefri tak sabar."Kita harus segera melakukan tindakan operasi pak Jefri, rahim Bu Hanna sudah tak kuat menampung bayinya. Pendarahannya juga tidak mau berhenti kami takut itu akan semakin membahayakan Bu Hanna dan bayinya," jelas dokter yang seketika membuat Jefri merasa tak berdaya."Lakukan dok, lakukan apapun. Tapi saya mohon selamatkan istri dan anak saya, selamatkan keduanya. Jangan minta saya untuk memilih lagi, karena istri dan anak saya keduanya berharga untuk saya," mohon jefri dengan air mata yang sudah tergenang di matanya."Kami akan berusaha pak Jefri, Anda tenang saja," ucap D

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status