"Bunda senang kamu akan jadi bagian dari keluarga Bunda, Hanna. Sejak awal Bunda tahu kamu wanita yang baik dan jangan merasa rendah diri sayang, tidak semua hal diukur dengan kekayaan, Bunda dan Ayah menerima kamu dengan tangan terbuka,” ucap Bunda Ayu, ibunda Jafran saat akan pulang setelah selesai melakukan lamaran di rumah Hanna.
Jafran membuktikan ucapannya dengan membawa orang tuanya hari ini ke rumah Hanna dan Hanna tak menyangka dia disambut dengan baik oleh orang tua Jafran.
"Kamu tidak perlu memikirkan apapun Hanna. Ayah dan Bunda yang akan mengatur pernikahan kamu dan Jafran,” ucap Bunda Ayu.
“Mulai sekarang kamilah keluarga kamu, kamu tak sendirian.” Ayah Danu pun juga begitu baik pada Hanna, membuatnya merasa mempunyai keluarga kembali.
"Makasih Ayah Bunda,” ucap Hanna dengan air matanya yang mengalir.
"Tentu saja, kami pulang dulu sayang,” pamit Bunda Ayu lalu memeluk Hanna dengan begitu sayang.
"Orang tuaku sangat senang saat aku memberitahu mereka kemarin soal rencana melamar kamu." Jafran membuka suaranya ketika orang tuanya telah pulang.
“Iya, aku tak menyangka mereka menerimaku,” ucap Hanna.
"Jangan bersedih lagi yah, aku mohon,” pinta Jafran saat melihat betapa bengkaknya mata Hanna.
"Iya,” jawab Hanna lalu menghapus Air matanya.
"Aku ingin menghapus air mata kamu Hanna, aku ingin merengkuh kamu ke dalam pelukanku. Tapi aku harus bersabar sampai aku bisa memiliki kamu atas ijin Allah. Jadi tolong jangan menangis lagi, karna aku belum bisa menghapus air mata kamu,” ucap Jafran melihat Hanna dengan penuh kasih sayang dan cinta
"Ini tangisan terakhir aku Jafran, makasih untuk segalanya." Hanna pun tak ingin terus menangis, karena dia harus bangkit dan belajar ikhlas.
"Tak boleh ada kata terima kasih diantara kita Hanna, bagaimanapun kamu adalah calon istriku. Kebahagiaan kamu mulai sekarang adalah prioritasku, kamu adalah hidupku,” ucap Jafran, membuat Hanna memandang ke arahnya.
"Aku mencintai kamu,” ucap Jafran membuat Hanna jelas tak menyangka mendapatkan ungkapan cinta itu.
Hanna jelas senang karena dia dicintai, dia bisa merasakan perasaan tulus Jafran padanya, walau kini belum ada perasaan berdebar di hati Hanna untuk Jafra. Tapi Hanna harap dia juga bisa mencintai Jafran seperti Jafran mencintainya, karena memang Jafran orang yang tepat yang pantas dia cintai.
"Aku harus pergi kerja lagi, kamu baik-baik di sini ya,” pamit Jafran.
"Aku boleh masuk kerja besok, kan Jafran?" tanya Hanna, dia masih ingat tugasnya sebagai salah satu manajer di salah satu restoran Jafran.
"Maaf Hanna, kita akan menikah 3 minggu lagi, keadaan kamu juga belum baik. Sekarang kamu tanggung jawab aku, aku mau kamu fokus untuk pernikahan kita. Jadi tugas kamu sebagai manajer akan digantikan orang lain. Gak papah kan Hanna? Setidaknya sampai kita menikah. Kalau nanti kamu ingin bekerja kembali itu terserah kamu. Aku tak akan melarang apapun. Kamu gak keberatan kan Hanna?” tanya Jafran dengan pandangan lembut dan Hanna tahu Jafran terlihat sekali takut dia sakit hati dan salah paham.
Jafran rasanya terlalu baik kepadanya, apa Allah tak salah mendatangkan pria sebaik Jafran untuknya?
Jafran adalah pria baik dan lembut yang bahkan sangat tahu bagaimana memperlakukan seorang wanita dengan baik.
"Aku gak papah, aku ngerti. Kalaupun nanti setelah menikah kamu mau aku fokus mengurus keluarga kita aku mau. Bukankah mengurus keluarga itu pekerjaan yang sangat mulia, paling mulia bahkan," ucap Hanna.
"Kamu benar Hanna, makasih sudah mau mengerti, aku pergi dulu.”
Jafran akhirnya pergi setelah mengelus kepala Hanna yang ditutupi kerudung sebentar. Sebentuk Rasa sayang dan perhatiannya, tak berniat untuk melebihi batas.
Hanna dan Jafran adalah teman satu sekolah dan satu angkatan saat SMA dulu, merekapun pernah satu kelas di kelas 11. Hanna juga bukan dari kalangan atas dan dia bisa masuk sekolah elit di SMA yang sama dengan Jafran karna beasiswa. Setelah lulus SMA Jafran meneruskan kuliahnya ke luar negri dan Hanna kuliah dengan beasiswa di dalam negeri.
Saat dia lulus ternyata dunia pekerjaan tak semulus yang dia pikirkan, perusahaan banyak yang menolaknya. Banyak orang yang menggunakan uang untuk bisa masuk ke sebuah perusahaan, tapi apalah daya Hanna yang hanya mengandalkan otak dan pendidikannya yang baik.
Sampai Hanna melamar ke sebuah restoran yang ternyata milik Bunda Ayu dan Hanna langsung diterima sebagai manajer di restoran itu melihat kemampuan dan nilai Hanna di universitas.
Lalu Takdir kembali mempertemukan Hanna dan Jafran empat tahun kemudian, sekitar satu tahun lalu saat Jafran diperkenalkan sebagai putra Bunda Ayu dan yang akan mengambil alih seluruh pengawasan restoran.
Hanna tak pernah berpikir Jafran mungkin mempunyai perasaan lebih padanya saat itu. Dia hanya merasa mungkin Jafran nyaman karna dia adalah temannya dulu, tak lebih.
Kenapa Hanna akhirnya menerima Jafran walau dia tak mempunyai perasaan apapun. Jawabannya karna dia membutuhkan tempat bernaung dan rasa aman juga nyaman. Dan Jafran memberikan hal itu sekaligus dengan bonus rasa cinta dari pria itu, dia lelaki baik yang tak bisa Hanna tolak.
Orang bilang lebih baik dicintai dari pada mencintai buka, karena mencintai belum tentu kita dapat balasan atas cinta itu. tapi dicintai, kita pasti akan mendapatkan yang terbaik dari orang yang mencintai kita.
Walau Hanna tahu dia egois, seperti memanfaatkan Jafran. Tapi Hanna berjanji pada dirinya sendiri, siapapun yang akan menjadi suaminya maka Hanna akan berusaha mencintai lelaki itu.
*
*
*
40 tahun Kemudian Waktu tak terasa, sudah berlalu begitu cepat. Kini bahkan fisik Hanna dan Jefri sudah sangat jauh berubah, kulit mereka sudah mulai keriput dan bahkan rambut mereka sudah memutih. Mereka bahkan sudah tak bisa berlarian di taman menemani cucu-cucu mereka yang kini sudah mulai besar, dulu saat mereka masih kecil Jefri dan Hanna masih bisa menemani, kini mereka hanya bisa melihat dari jauh. “Rasanya begitu senang, setiap kali Zeyva dan Jafran pulang ke rumah ya Mas, membawa keluarga kecil mereka, karena akhirnya rumah kita jadi semakin ramai. Walau rumah Jafran ada di depan rumah kita menempati rumah Nenek dan Kakeknya yang telah tiada,” ucap Hanna. “Iya, rasanya memang berbeda dan terasa lengkap. Walaupun hidup berdua dengan kamu juga tetap begitu menyenangkan dan membahagiakan untukku. Aku tak salah memiliki partner terbaik dalam menjalani kehidupan ini,” ucap Jefri menggenggam tangan keriput Hanna. “Iya Mas, kamu juga partner terbaikku,” ucap Hanna dengan senyum
“Sayang, kamu di mana?” teriak Jefri begitu dia masuk ke dalam kamar. “Di sini Mas, ada apa?” tanya Hanna yang menyahut dari lantai dua, karena dia baru saja menidurkan Jafran. Jefri segera saja berlari ke lantai dua dan saat menemukan istrinya yang juga menuju ke arahnya, Jefri langsung memeluk Hanna dengan erat. “Ya ampun, rasanya rindu sekali walau hanya tak bertemu 10 jam,” ucap Jefri, membuat Hanna menggulirkan matanya. “Belum seharian Mas,” ucap Hanna, lelah juga menghadapi kelakuan manja suaminya ini. “Mas, sudah ah lepas,” pinta Hanna, karena suaminya masih betah memeluknya hingga akhirnya kini melepaskan pelukannya. “Sayang, minggu depan kan hari jadi pernikahan kita yang ke tiga tahun.” “Iya, terus gimana? Mau adain acara, Mas?” tanya Hanna. “Enggak, aku sudah buat jadwal acara yang lebih bagus untuk merayakan hari pernikahan kita, nanti kita pergi ke sebuah negara,” ucap Cakra. “Ke mana, Mas?” tanya Hanna. “Ke sini.” Cakra memberikan sebuah kertas yang langsung H
“Selamat ulang tahun, selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun Jafran, semoga panjang umur.” “Akkk, Abububu.” Jeritan khas bayi satu tahun itu terdengar, begitu melihat kue dengan lilin angka satu yang menyala di atas kue dan jelas membuatnya tertarik. “Selamat ulang tahun, Adek,” teriak Zeyva yang kini mencium pipi Jafran dengan gemas. “Aka kaka,” jerit Jafran tak suka karena dicium terlalu kuat di pipinya. “Selamat ulang tahun yang pertama jagoan, Bunda,” ucap Hanna mencium kening Jafran dan pipinya, membuat Jafran tersenyum selalu senang jika berada dengan sang Bunda. “Selamat ulang tahun jagoan posesif, yang gak mau banget berbagi Bunda sama Ayah,” ucap Jefri, mengelus kepala Jafran dan mencium pipinya. “Akh, yaya nono,” jerit Jafran, karena dia paling tak suka di cium Jefri yang memang kadang suka menggodanya dengan dagunya yang jelas bertekstur karena jenggot yang tumbuh. “Mas ih, senang banget goda Jafran,” kesal Hanna yang kini menglus pipi putranya yang duduk s
"Hanna, bagimana keadaan Hanna?" tanya Jefri lirih, menatap Bunda Ayu dan Dokter Tia."Jefri, Hanna. Dia, hiks."Bunda Ayu tak melanjutkan perkataannya, dia langsung berhambur ke pelukan putranya dan menangis di sana.Jefri sendiri hanya terdiam kaku dengan pikiran buruknya dan tak lama suster keluar dari ruang operasi."Dok, pasien—."Belum selesai suster berkata Jefri segera melepaskan pelukan ibunya dan menyerobot masuk ke dalam. Dia seketika kaget melihat istrinya yang terbujur kaku dengan wajah yang begitu pucat."Hanna, sayang,” panggil Jefri lirih.Tapi tak ada jawaban apapun, hanya keheningan yang ada. Jefri langsung memeluk tubuh Hanna yang terbujur kaku, menangis di dada sang istri."Sayang, jangan. Jangan lakukan ini, jangan tinggalin aku. Aku mohon, hiks.” Tangis itu tak dapat Jefri bendung."Jangan tinggalkan aku, bagaimana dengan Zeyva dan jagoan kita? Aku tak akan bisa merawat mereka tanp
Ruangan itu begitu hitam dan hampa, sunyi tanpa satu suara apapun.“Aku di mana?” tanya Hanna, kebingungan karena membuka mata yang terlihat hanyalah gelap, tak ada cahaya sedikitpun."Bunda."“Siapa itu?”Teriakan itu bahkan tak dapat Hanna lihat sumber orang yang memanggilnya, dia terus memandang kesana kemari tapi tak ada siapapun."Bunda."Sekali lagi teriakan itu terdengar, bukan suara Zeyva, tapi itu jelas suara anak perempuan dan entah kenapa Hanna merasa itu panggilan untuknya."Bunda."Tiba-tiba tangannya yang ditarik menyadarkan Hanna, ruangan gelap itu berubah jadi tempat yang begitu terang dan kini ada seorang anak perempuan yang sedang tersenyum dan menggengam tangannya.Cantik, senyumnya mirip seseorang, dia juga sedikit mirip putrinya Zeyva. Tapi mengapa justru Hanna malah seperti melihat dirinya saat kecil, anak ini sedikit mirip dirinya juga."Bunda." Sekali lagi anak itu meman
Hanna kini sudah masuk ke ruang ICU dan ditangani oleh dokter Tia yang sejak awal menangani Hanna, dengan Jefri yang menunggu dengan tak tenang.Hingga akhirnya Dokter Tia keluar dari ruang ICU setelah beberapa saat memeriksa Hanna dan Jefri segera mendekatinya, jelas untuk menanyakan keadaan Hanna."Bagaimana Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Jefri tak sabar."Kita harus segera melakukan tindakan operasi pak Jefri, rahim Bu Hanna sudah tak kuat menampung bayinya. Pendarahannya juga tidak mau berhenti kami takut itu akan semakin membahayakan Bu Hanna dan bayinya," jelas dokter yang seketika membuat Jefri merasa tak berdaya."Lakukan dok, lakukan apapun. Tapi saya mohon selamatkan istri dan anak saya, selamatkan keduanya. Jangan minta saya untuk memilih lagi, karena istri dan anak saya keduanya berharga untuk saya," mohon jefri dengan air mata yang sudah tergenang di matanya."Kami akan berusaha pak Jefri, Anda tenang saja," ucap D