**
PoV Cahaya
Setelah penghinaan demi penghinaan yang ku terima dari Mas Arman tentu saja aku sakit hati. Bagaimana bisa dia membuat runtuh hatiku. Sudah hampir tiga tahun kupendam perasaan sakit hati ini. Setelah kelahiran anak keduaku perkataannya gak bisa lagi dia jaga. Dia selalu saja menyakiti hatiku setiap hari.
Selama dua tahun ini bila dia meminta hak nya sebagai suami. Mas Arman selalu mematikan lampu. Dia membiarkan penerangan padam. Saat kutanyakan alasannya membuatku mengelus dada.
"Mas, kenapa lampu di matikan?" tanyaku heran.
"Iya, aku gak selera lihat kamu. Aku jijik lihat wajah dan badan kamu. Udah jerawatan, kamu g e n d u t lagi. Sama sekali gak selera."
"Tega banget kamu, Mas. Aku ini istrimu."
"Iya, kamu istriku. Tapi, jadi jelek adalah pilihanmu. Makanya kamu berubah cantik dong!"
"Mana uangnya. Kamu cuma suruh aku berubah cantik tapi kamu sama sekali gak bertanggung jawab terhadap ucapan kamu. Yang kamu cukupkan cuma keluargamu sedangkan aku hanya cukup di beri buat makan kita saja!" kataku protes.
Kesal sekali jawabannya hanya itu dari waktu ke waktu.
"Berisik kamu. Makanya kreatif, dong. Jangan taunya minta aja. Kerja kamu biar tau cari duit susah. Jadi cantik bisa banyak cara. Gak perlulah minta duit segala!"
Aku mendesah mendengar ucapan Mas Arman. Bagaimana dia bisa punya pendapat demikian. Banyak cara bagaimana kalau pakaian ku semuanya lusuh, uang diberikan hanya pas buat makan dan terkadang juga kurang.
"Kamu ini yang aneh. Kalau mau istri cantik modalin! Bagaimana kamu bisa punya pikiran begitu, Mas. Kamu selalu menghina aku tapi kamu juga butuh sama aku!" kataku ketus saat itu.
"Kamu nolak aku? Istri gak boleh nolak suami. Paham kamu! Udah cepat gak usah banyak protes. Nanti mood aku hilang!" katanya menarikku ke kamar yang sinarnya sengaja di padamkan. Gelap dan hening.
Benar katanya sebagai istri aku gak boleh menolak suamiku tetapi, sebagai suami dia juga harus bisa menjaga lisannya untuk tidak menyakitiku. Malam itu kulalui dengan hampa karena takut sama Allah saja.
"Apa kamu puas, Mas. Setelah kamu hina aku. Kamu butuh juga denganku!" kataku dengan sudut mata berair setelah Mas Arman selesai menuntaskan h a s r a t nya.
Dia tak bisa melihat kesedihanku di palung hati terdalam setelah dia puas h i n a-h i n a aku. Beberapa tetes embun menjadi saksi begitu sakit hatiku di perlakukan sedemikian suami sendiri.
"Ya, aku puas karena selama kita melakukannya aku membayangkan orang lain. Andai saja kamu cantik seperti dalam bayanganku maka tak perlu gelap gulita seperti ini. Aku terpaksa mematikan lampu berharap yang bersamaku gadis cantik bukan kamu!"
Aku hanya diam. Bibirku kelu untuk melanjutkan perkataan. Bila ku bantah Mas Arman bisa main tangan. Tidak, bukan seperti ini cara melawannya. Begitulah kata batinku. Sudah begitu banyak rasa sakit yang menyayat jiwa dia berikan padaku.
Selama ini aku terus menahannya. Akhirnya penghinaannya yang terakhir menjadi motivasi buatku bangkit. Sudah enam bulan sejak kejadian dia tak ajak aku ke kondangan itu. Aku diamkan suamiku. Aku tak akan berbicara kalau tidak penting.
Dia sepertinya merdeka memberikan uang seadanya setiap bulan di atas kulkas lalu bergegas pergi. Dia akan meminta haknya kalau ingat saja dengan lampu yang di padamkan.
Dalam keadaan diam. Aku terus berpikir untuk merubah diri. Merahasiakan sesuatu darinya bagaimana aku mendapatkan uang. Tidak lagi berbicara dengannya apapun itu.
Sudah sebulan Mas Arman tak meminta hak nya sebagai suami. Dua Minggu dia di luar kota. Aku merasa heran juga kenapa dia begitu. Apa ada wanita lain? Entahlah, tetapi dia gak tahu selama sebulan ini aku terus berusaha merubah diri. Sengaja berpenampilan jelek di depannya.
Karena mindset Mas Arman tentang diriku selalu saja j e l e k. Bila dia melihatku maka dia akan terus berpikir aku jelek di matanya padahal aku sudah berubah. Bobot tubuhku juga turun akibat kebanyakan pikiran disamping aku diet dan olahraga sendiri di rumah. Selama enam bulan aku merubah diri dan membuahkan hasil bagus.
Namun, di depan Mas Arman aku tetap jadi jelek. Tetap jerawatan karena make up. Pakaianku juga selalu tertutup jadi dia tak tahu kulitku sudah berubah lebih mulus. Pokoknya di depan dia tampilanku sengaja amburadul. Akibat pikiran buruk yang dia bangun sendiri untuk melihatku. Dia selalu memandang penampilanku dengan kata j e l e k.
Malam hari saat dia pulang ke rumah dia memindai diriku. Aku hanya tertunduk takut ketahuan. Mas Arman gak boleh tahu kalau itu aku. Sengaja aku pakai baju khusus agar terlihat lebih gemuk.
"Cahaya, aku lihat kamu kurusan?" katanya.
"Benarkah, Mas. Alhamdulillah," ujarku.
"Namun, kamu tetap sama."
"Sama apa? Kamu mau e j e k aku lagi?"
"Bukan nge-jek tapi emang kamu gak pernah berubah selalu saja d e k i l!" katanya berlalu.
**
Aku membuka aplikasi biru. Aku juga berteman dengan keluarga Mas Arman di sana dengan akun fake. Ibu, Arum, Ria. Aku berteman dengan mereka.
"Skincare murah, hasil bagus. Kalau mau barang yang lainnya juga bisa pesan. Murah banget. Datang ke toko juga boleh, kita sering life ya. Pantengin kalau lagi live biar harga lebih murah," kataku memposting di aplikasi biru.
Tentu saja ada beberapa yang komen dan menjelaskan kalau mereka menggunakan skincare yang aku pakai juga serta membeli barang di tokoku. Semua ini ku rahasiakan dari Mas Arman dan keluarganya. Butuh waktu berbulan-bulan untuk bangkit seperti sekarang ini.
"Mau pesan." Tulis Ria dan Arum di kolom komentar.
"Wah, boleh-boleh. Mbak udah sangat cantik. Pasti lebih cantik lagi kalau menggunakan skin care ini apalagi pakaian-pakaiannya juga boleh dilirik mbak sekalian ditambah tas bisa lebih keren dan oke banget deh pastinya."
Aku sengaja membalas ke mereka berdua. Berharap mereka membelanjakan uang mereka di tokoku.
"Iya kah, Mbak. Pasti beli ni. Kapan live?" tanyanya.
"Biasa kami pagi sekitar jam sepuluh nanti sekitar jam empat sore live lagi. Yuk pantengin kak."
"Siap kak," kata Arum di komentar.
Aku tersenyum mendapatkan balasannya.
"Heh, kamu lagi apa? Senyum-senyum sendiri lagi?" tanya Mas Arman tiba-tiba mengagetkanku.
"Enggak ada. Aku lagi nonton drama Korea," dustaku.
Segera ku tutup aplikasi biru. Mas Arman duduk di dekatku.
"Ada apa, Mas?" tanyaku.
"Hmm ... Mau tanya bagaimana pendapatmu kalau Mas menikah lagi?" tanyanya begitu saja.
"Apa?" Aku ter kaget mendengar ucapannya.
Bagaimana mungkin dia punya pikiran seperti itu untuk menikah lagi apakah suamiku ini sudah kurang waras. Satu istri saja mungkin belum mampu. Dia mau membully wanita lain kah?
Bersambung
Sebening Cahaya Cinta bag 3. **Aku terperanjat ketika mendengar ucapan Mas Arman yang bertanya tentang menikah lagi. Dalam hati aku menertawakan dia. Bagaimana mungkin dia bisa menikah lagi kalau satu istri saja dia tidak bisa memenuhi kewajibannya. "Menikah lagi? Kamu sadar gak dengan yang kamu ucapkan?" tanyaku. "Sadar 100%. Kamu kan tahu kita juga jarang berhubungan badan. Maafkan aku ya, Cahaya. Entah kenapa aku merasa hambar. Aku nggak tahu dulu aku menikahi kamu karena apa. Apakah karena benar-benar cinta atau enggak. Melihat penampilan kamu kayak gini hatiku rasanya pudar." Aku sedih mendengar ucapannya yang begitu menyakitiku. Dulu dia mengatakan kepadaku dia mencintaiku sebelum kami menikah tapi apa buktinya sekarang dia secepat itu membalik perkataannya dan berkata dia tidak ada rasa kepadaku. Dia hambar denganku apakah karena penampilanku yang semrawut. Saat meminta tambahan yang Mas Arman tak akan mau memberikan. Dia cuma memberikan uang buat ku dan anak-anak hanya sa
SEBENING CAHAYA CINTA 4. **PoV Cahaya. "Cahaya, kamu barusan pegang handphone aku ya? Ini terasa panas, nggak mungkin kalau nggak kamu pegang. Udah berapa kali ku bilang sama kamu. Jangan pernah pegang handphone ku karena aku nggak suka!" Aku tersentak saat Mas Arman bangun. Dia segera mengambil gawainya diatas nakas. "Enggak, kok. Tapi, kalaupun aku pegang sebenarnya kan nggak masalah. Bukankah kamu suami ku. Nggak ada rahasia dan nggak ada yang ditutup-tutupi dari suami istri!" kataku ke Mas Arman. "Manusia hidup itu perlu privasi. Ngerti kamu! Jadi aku minta sama kamu. Kamu jangan berani pegang handphone ku karena itu adalah privasi ku dalam bekerja!" Mas Arman mencoba mencari pembenaran atas apa yang dia katakan. Entah kenapa rasanya hatiku tidak sakit lagi, lebih ke hambar. Aku sudah sering dihina oleh suamiku sendiri dengan perkataan yang tidak pantas. Seharusnya suami memberikan pujian kepada istrinya agar istrinya semangat mengerjakan pekerjaan rumah dan semangat merias
SEBENING CAHAYA CINTA 5. **"Ibu kasih aja baju-baju bekas Ibu, Arum dan Ria nanti aku belikan Ibu baju baru dan skin … Skincare," kata Mas Arman pada Ibu sekaligus melirikku. Rasanya saat itu ketika suamiku mengatakan hal demikian, aku nggak tahu lagi bagaimana perasaanku. Tentu saja aku sakit hati. Bagaimana mungkin dia bisa memberikan ku baju bekas sementara keluarganya lebih diprioritaskan diberikan baju baru sekaligus skin care segala. "Kamu ini bagaimana sih, Mas kenapa kamu malah memberikan aku baju bekas mereka. Bukankah aku istrimu. Sebagusnya kalau kamu memang bisa memberikan keluargamu yang terbaik pakaian baru dan skin care. kamu juga harus bisa kasih aku!" kataku kesal. Walau mereka akan belanja di tokoku tetap saja aku gak suka sikap Mas Arman. Aku memang harus kasih pelajaran dia untuk menghargai istri. Aku gak suka dia seperti ini. Selalu saja seperti ini gak menghargai aku sebagai istri. Padahal aku sudah berkorban untuknya. "Cahaya, sebaiknya kamu sadar diri. Ka
SEBENING CAHAYA CINTA 6. **PoV Cahaya Aku bingung mau datang lagi ke Kantor di mana Mas Arman bekerja, aku pernah datang ke sana dan tidak sengaja berpapasan dengan dirinya. Saat itu dia melongo melihat ku dan aku takut hal itu akan terulang lagi. Bagaimana kalau aku tidak bisa mengontrol diriku dan aku akhirnya ketahuan. Jujur saja aku masih nyaman seperti ini. Aku ingin Mas Arman tidak tahu dulu aku itu siapa. Bila waktunya maka dia akan tahu dengan sendirinya. "Cahaya, kamu kenapa?" tanya Mbak Rahma. "Cahaya ..." Aku tersentak saat Mbak Rahma memanggilku. "Eh, ya, Mbak." "Kamu kenapa?" tanyanya heran. "Gak apa kok, Mbak. Ya udah kalau mau pergi. Kita ke sana aja," kataku. Aku kebingungan saat itu. Aku mengikuti saja Mbak Rahma pergi ke kantor suaminya. Mbak Rahma lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya. Di dalam mobil, aku berusaha mengatur nafasku serta berusaha meyakinkan diri sendiri kalau aku bisa berakting dengan bagus agar Mas Arman bisa menerima pelajaran yan
SEBENING CAHAYA CINTA 7**PoV Cahaya. Jujur saja saat itu aku kaget ketika Angela mengatakan kepadaku kalau dia adalah kekasih suamiku. Aku pikir hubungan mereka masih teman biasa dan sekedar TTM tetapi hubungan mereka ternyata lebih dari itu. Aku kecewa dan nggak nyangka Mas Arman tega menghianati ku. Apakah karena penampilanku yang kurang bagus dan selalu dihina-hinanya sampai dia berpaling kepada wanita lain?Kenapa dia nggak bisa bersabar memiliki istri seperti ku dan justru memberikan penghasilannya kepada wanita lain yang tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Wanita itu yang menganggap dia sebagai kekasihnya. Sedangkan aku adalah istrinya. Aku sama sekali nggak menyangka kalau Mas Arman begitu tega menghianati ku. Tapi aku berusaha tegar dan berusaha untuk tidak terkejut. Walaupun kenyataannya aku kaget degup jantungku kuusahakan untuk tidak berdetak lebih kencang, masih banyak permasalahan yang harus aku hadapi setelah ini. Permasalahan sekarang bagaimana menyingkirkan Mas
SEBENING CAHAYA CINTA 8. KLIK SUBSCRIBE YA KAK SEBELUM MEMBACA 🥰BACA JUGA CERITA ON GOINGKU JUDULNYA RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 🙏**"Iya, Cahaya saya lupa kalau kamu dulu seperti ini. Sudah enam bulan berlalu. Rasanya masih gak percaya sama penampilan kamu sekarang. Kamu jauh beda." Aku tertawa ringan. Akhirnya Mbak Rahma ingat kembali kalau 6 bulan lalu aku tidak seperti ini. Masa dia bisa lupa dengan diriku. "Aku udah kurusan, Mbak. Bukan perempuan enam bulan lalu yang Mbak temui. Tetapi, makasih karena Mbak Rahma mau membantuku jadi aku bisa berubah drastis." "Alhamdulillah, kamu orang yang bisa dipercaya dan diandalkan. Makanya saya mau bantu kamu. Karena kamu juga saya dapat keuntungan penjualan dan kita sama-sama beruntung." Aku teringat enam bulan lalu di saat aku dan anak-anakku sedang suntuk. Kami bertiga berjalan-jalan ke Mall karena gak tau mau berjalan-jalan ke mana. Hanya lihat-lihat saja kedua putriku sudah sangat senang. Maklumlah Mas Arman gak pernah mengajak
SEBENING CAHAYA CINTA 9. **SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA DUKUNG DENGAN SUBSCRIBE YA KAK. BIAR MAKIN SEMANGAT UPDATE NYA. 🙏Malamnya seperti biasa. Aku tidur di kamar Ratu. Kedua putriku sudah terlelap. Sebelum aku tidur. Kucium keduanya dengan penuh kasih sayang. Meminta maaf dalam lelap mereka kalau aku mungkin belum jadi Ibu yang baik untuk keduanya. Anakku sungguh baik. Apalagi Rani sekarang sudah paud dan Ratu kelas 1 SD. Walau tak dekat dengan Mas Arman. Mereka legowo dan sekarang tak terlalu menuntut ke Ayah mereka. Aku membuka gawaiku. Kulihat ada komentar di akun fake ku sebagai Ayu. Dia dari suamiku, Mas Arman. Kulihat juga massenger. Dia melambaikan tangan padaku. Aku mendengkus kesal. Dia harus kukerjai terlebih dahulu. [Ternyata kita berteman ya, Ayu.] katanya sok kenal dan sok dekat di massenger. Suamiku ada di kamar sebelah. Ternyata dia belum tidur. [Siapa ya?] kataku. [Semudah itu aku di lupakan. Yang tadi di kantor. Kamu lupa?][Oh, Pak Arman pacarnya Angela?]
SEBENING CAHAYA CINTA 10**"Kamu serius, Mbak? Kamu mau tinggal di mana sekarang?" tanya Fikar saat aku sudah sampai di toko sekaligus studio kami. Di sini kami memasarkan produk kecantikan dan menjual pakaian juga. Karyawan sedang sibuk membungkus untuk di pasarkan. Aku dan Fikar berbicara berdua. Anakku masih sekolah. Rani sudah paud. Kebetulan Paud tak jauh dari tokoku. "Iya, Mbak sangat serius. Bagaimana mungkin bisa bertahan dengan lelaki yang tega ngasih makan mie instan. Sudah seminggu lebih gak kasih uang belanja. Selama uang habis. Mbak pakai tabungan buat makan. Terkadang Mas Arman juga ikut makan. Di mana pikiran dia! Belum lagi selalu ngasih lungsuran Ibu dan adik-adiknya. Sakit hati, Mbak!" kataku kesal. Rasanya aku gak bisa lagi menangis. Sudah habis air mataku untuk yang dulu-dulu. Aku benar-benar b o d o h akibat terlalu percaya sama mas Arman. "Iya, aku mengerti perasaan Mbak memang seharusnya Mbak keluar dari rumah itu dan meninggalkan laki-laki seperti Arman.