Sebening Cahaya Cinta bag 3.
**
Aku terperanjat ketika mendengar ucapan Mas Arman yang bertanya tentang menikah lagi. Dalam hati aku menertawakan dia. Bagaimana mungkin dia bisa menikah lagi kalau satu istri saja dia tidak bisa memenuhi kewajibannya.
"Menikah lagi? Kamu sadar gak dengan yang kamu ucapkan?" tanyaku.
"Sadar 100%. Kamu kan tahu kita juga jarang berhubungan badan. Maafkan aku ya, Cahaya. Entah kenapa aku merasa hambar. Aku nggak tahu dulu aku menikahi kamu karena apa. Apakah karena benar-benar cinta atau enggak. Melihat penampilan kamu kayak gini hatiku rasanya pudar."
Aku sedih mendengar ucapannya yang begitu menyakitiku. Dulu dia mengatakan kepadaku dia mencintaiku sebelum kami menikah tapi apa buktinya sekarang dia secepat itu membalik perkataannya dan berkata dia tidak ada rasa kepadaku. Dia hambar denganku apakah karena penampilanku yang semrawut. Saat meminta tambahan yang Mas Arman tak akan mau memberikan. Dia cuma memberikan uang buat ku dan anak-anak hanya satu juta lima ratus perbulan dengan alasan keluarganya masih harus di tanggung, cicilan rumah sedang berjalan.
Haruskah cinta diukur dari penampilan? Bukankah kami sudah menikah sudah mempunyai dua anak. Apakah semua ini salahku kalau aku nggak bisa merawat diriku karena aku kekurangan saat dia lebih mementingkan keluarganya.
Mengalah saat Mas Arman memberikan uang kepada ibu untuk membantu sekolah adiknya, memberikan uang kepada adik-adiknya agar mereka semangat belajar dengan berbagai fasilitas. Menyumbang lumayan banyak di pernikahan Arum. Aku tak pernah marah dengan segala yang dilakukan Mas Arman karena dia adalah anak lelaki yang memang harus membantu keluarganya. Tapi kenapa dia lalai padaku? Dia sama sekali nggak peduli dengan apa yang ku lakukan. Sekarang dia bahkan bertanya ingin menikah lagi di mana pikirannya.
"Kenapa kamu punya pikiran untuk menikah lagi? Apakah kamu sekarang udah punya perempuan yang dekat dengan kamu, Mas sehingga kamu beberapa bulan ini cuekin aku dan ngejelek-jelekin aku suka hati kamu?!" kataku kesal.
"Aku hanya diminta Ibu untuk bertanya kepadamu, bagaimana kalau aku ada rencana menikah lagi. Aku juga nggak tahu maksud Ibu seperti apa mungkin dia mau menjodohkan ku dengan perempuan kenalannya dan aku hanya bertanya tentang pandanganmu."
"Baik, kamu boleh menikah lagi dengan syarat. Kamu harus memberi nafkah yang layak untukku dan istri kedua mu serta untuk keluargamu. Aku ingin adil!" kataku ketus.
"Selama ini apa aku kurang adil. Cahaya, kerjaan kamu juga gak ada. Hanya ongkang kaki di rumah aja. Jangan bilang aku gak adil sama kamu!" katanya.
"Kamu sama sekali gak adil, Mas. Kamu nggak pernah adil sama ku. Kamu harus pikirkan kenapa kamu nggak pernah adil. Bilang sama keluarga kamu aku nggak setuju kalau kamu menikah lagi. Tapi kalau kamu nekat melakukannya. Aku akan mundur sebagai istri kamu!" kataku ketus.
Mas Arman diam. Mungkin malas mendengar ucapanku. Dia berlalu dariku. Setelah dia selesai makan dan minum teh. Mas Arman cekikikan sambil melihat gawainya.
"Ayah, besok bisa antar Ratu kan sekolah? Ratu pengen pergi sekolah sama Ayah," kata anakku menghampirinya.
"Pergi aja sama Bunda kamu. Ayah sibuk jangan ganggu!" kata Mas Arman tetap sibuk dengan gawainya.
"Kapan Ayah gak sibuk. Di sekolah ada lomba melukis dan mewarnai. Ayah mau lihat gak lukisanku?" tanya putriku.
"Bagus," kata Mas Arman tetap melihat layar gawainya. Dia sama sekali gak peduli dengan Ratu yang sedang bertanya. Hidup Mas Arman hanya untuk pekerjaan, gawainya dan keluarganya. Dia gak punya waktu untukku dan anakku.
Suamiku bekerja pulang malam sekitar jam delapan paling cepat. Bisa diatas jam sepuluh terkadang. Kalau aku bertanya dia hanya mengatakan sibuk dan sibuk. Hatiku sakit dia selalu berkata sibuk. Apalagi melihat anakku yang selalu di abaikannya. Pantaslah aku berpikir kalau Mas Arman hanya menyumbang s p e r m a saja untukku. Tanpa mau tahu perasaanku, perasaan anaknya. Memberi nafkah kurang dan itupun dia juga ikut makan bersama. Tidak ada lebihnya apa yang dia berikan. Padahal dia royal dengan teman-teman dan keluarganya.
Malam semakin merangkak. Aku sudah selesai mengerjakan pekerjaanku untuk meninjau para karyawan buat live besok. Kayaknya mereka pintar banget membuat usahaku maju. Keuntungan yang semakin banyak juga terus mengalir lewat rekeningku.
Setelah mencuci wajahku. Aku melihat ke kaca. Wajahku sudah cantik, bercahaya bahkan glazed dengan produk bagus yang direkomendasikan untukku. Harganya memang selangit. Namun, sangat cocok untuk kulitku. Aku lalu keluar. Kulihat Mas Arman sudah tertidur.
Aku pernah bilang sama Mas Arman kalau menemani kedua putriku tidur. Ratu sering mimpi buruk dan takut tidur berdua dengan Rani. Mas Arman sama sekali gak masalah. Aku lega karena dia gak harus melihat wajahku selama sebulan ini. Dia tahunya aku masih j e l e k dan dekil saja.
Namun, aku penasaran dengan gawainya yang tiba-tiba menyala. Sepertinya dia tadi sedang berbalas pesan. Dengan hati-hati aku mendekati gawainya. Aku mengambilnya dan mencoba membukanya. Namun, gak bisa. Aku mendesah tak kehilangan akal. Kunci dengan sidik jari.
Dengan hati-hati aku mencoba membuka ponsel itu lewat jari suamiku. Alhamdulillah, berhasil. Aku kegirangan. Aku berupaya mengelap wajahku dengan handuk, jantungku berdegup kencang karena takut ketahuan. Kalau marah besar Mas Arman suka main fisik. Jujur, aku takut dia m e n a m p a r ku kalau ketahuan.
Setelah gawai itu terbuka. Aku melihat isinya. Apa saja yang dikerjakan Mas Arman. Dia sepertinya suka main game. Banyak sekali yang dia d******d. Aku lalu membuka aplikasi hijau di mana dia aktif sekali di sana. Benar saja, Mas Arman akrab dengan wanita bernama Angela. Seorang perempuan dengan photo profil karton.
"Kamu udah makan apa belum, Mas?" tanya Angela melalui chat itu.
"Udah, kalau kamu?" tanya Mas Arman.
"Udah. Kangen juga ya Mas. Gak sabar menunggu besok. Makasih ya hadiahnya. Kamu ingat aja aku ulang tahun."
"Gimana? Kamu suka?"
"Suka banget. Makasih loh ya."
"Beres."
"Sampai jumpa besok ya di kantor. Makan siang jangan lupa bareng lagi," katanya Angela lagi.
"Sip, mimpi indah ya."
"Kamu juga, Mas."
Jujur saja hatiku sakit membaca ini. Apa karena ini Mas Arman mau menikah lagi sampai minta pendapatku segala. Kalau seperti itu perbuatannya benar-benar keterlaluan sekali.
Dia menggeliatkan tubuhnya. Aku tersentak. Sepertinya sudah ada alarm dalam diri Mas Arman. Belum sempat ku sadap gawainya dia sudah bangun. Segera kuletakkan sembarangan gawainya.
"Cahaya, kamu sedang apa?" tanyanya dengan suara serak.
"Gak ada. Tadi aku mau ambil selimut baru buat Rani," kataku mencari alasan. Wajahku kututup dengan handuk agar tak ketahuan.
Dia segera mengambil gawainya karena merasa aku tadi memegangnya.
"Handphone ku panas. Kamu pegang ya tadi?!" Dia beranjak marah gak terima.
Awas, Mas. Tunggu pembalasanku sebentar lagi, batinku.
Bersambung
SEBENING CAHAYA CINTA 4. **PoV Cahaya. "Cahaya, kamu barusan pegang handphone aku ya? Ini terasa panas, nggak mungkin kalau nggak kamu pegang. Udah berapa kali ku bilang sama kamu. Jangan pernah pegang handphone ku karena aku nggak suka!" Aku tersentak saat Mas Arman bangun. Dia segera mengambil gawainya diatas nakas. "Enggak, kok. Tapi, kalaupun aku pegang sebenarnya kan nggak masalah. Bukankah kamu suami ku. Nggak ada rahasia dan nggak ada yang ditutup-tutupi dari suami istri!" kataku ke Mas Arman. "Manusia hidup itu perlu privasi. Ngerti kamu! Jadi aku minta sama kamu. Kamu jangan berani pegang handphone ku karena itu adalah privasi ku dalam bekerja!" Mas Arman mencoba mencari pembenaran atas apa yang dia katakan. Entah kenapa rasanya hatiku tidak sakit lagi, lebih ke hambar. Aku sudah sering dihina oleh suamiku sendiri dengan perkataan yang tidak pantas. Seharusnya suami memberikan pujian kepada istrinya agar istrinya semangat mengerjakan pekerjaan rumah dan semangat merias
SEBENING CAHAYA CINTA 5. **"Ibu kasih aja baju-baju bekas Ibu, Arum dan Ria nanti aku belikan Ibu baju baru dan skin … Skincare," kata Mas Arman pada Ibu sekaligus melirikku. Rasanya saat itu ketika suamiku mengatakan hal demikian, aku nggak tahu lagi bagaimana perasaanku. Tentu saja aku sakit hati. Bagaimana mungkin dia bisa memberikan ku baju bekas sementara keluarganya lebih diprioritaskan diberikan baju baru sekaligus skin care segala. "Kamu ini bagaimana sih, Mas kenapa kamu malah memberikan aku baju bekas mereka. Bukankah aku istrimu. Sebagusnya kalau kamu memang bisa memberikan keluargamu yang terbaik pakaian baru dan skin care. kamu juga harus bisa kasih aku!" kataku kesal. Walau mereka akan belanja di tokoku tetap saja aku gak suka sikap Mas Arman. Aku memang harus kasih pelajaran dia untuk menghargai istri. Aku gak suka dia seperti ini. Selalu saja seperti ini gak menghargai aku sebagai istri. Padahal aku sudah berkorban untuknya. "Cahaya, sebaiknya kamu sadar diri. Ka
SEBENING CAHAYA CINTA 6. **PoV Cahaya Aku bingung mau datang lagi ke Kantor di mana Mas Arman bekerja, aku pernah datang ke sana dan tidak sengaja berpapasan dengan dirinya. Saat itu dia melongo melihat ku dan aku takut hal itu akan terulang lagi. Bagaimana kalau aku tidak bisa mengontrol diriku dan aku akhirnya ketahuan. Jujur saja aku masih nyaman seperti ini. Aku ingin Mas Arman tidak tahu dulu aku itu siapa. Bila waktunya maka dia akan tahu dengan sendirinya. "Cahaya, kamu kenapa?" tanya Mbak Rahma. "Cahaya ..." Aku tersentak saat Mbak Rahma memanggilku. "Eh, ya, Mbak." "Kamu kenapa?" tanyanya heran. "Gak apa kok, Mbak. Ya udah kalau mau pergi. Kita ke sana aja," kataku. Aku kebingungan saat itu. Aku mengikuti saja Mbak Rahma pergi ke kantor suaminya. Mbak Rahma lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya. Di dalam mobil, aku berusaha mengatur nafasku serta berusaha meyakinkan diri sendiri kalau aku bisa berakting dengan bagus agar Mas Arman bisa menerima pelajaran yan
SEBENING CAHAYA CINTA 7**PoV Cahaya. Jujur saja saat itu aku kaget ketika Angela mengatakan kepadaku kalau dia adalah kekasih suamiku. Aku pikir hubungan mereka masih teman biasa dan sekedar TTM tetapi hubungan mereka ternyata lebih dari itu. Aku kecewa dan nggak nyangka Mas Arman tega menghianati ku. Apakah karena penampilanku yang kurang bagus dan selalu dihina-hinanya sampai dia berpaling kepada wanita lain?Kenapa dia nggak bisa bersabar memiliki istri seperti ku dan justru memberikan penghasilannya kepada wanita lain yang tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Wanita itu yang menganggap dia sebagai kekasihnya. Sedangkan aku adalah istrinya. Aku sama sekali nggak menyangka kalau Mas Arman begitu tega menghianati ku. Tapi aku berusaha tegar dan berusaha untuk tidak terkejut. Walaupun kenyataannya aku kaget degup jantungku kuusahakan untuk tidak berdetak lebih kencang, masih banyak permasalahan yang harus aku hadapi setelah ini. Permasalahan sekarang bagaimana menyingkirkan Mas
SEBENING CAHAYA CINTA 8. KLIK SUBSCRIBE YA KAK SEBELUM MEMBACA 🥰BACA JUGA CERITA ON GOINGKU JUDULNYA RUMAH BARU MANTAN ISTRIKU 🙏**"Iya, Cahaya saya lupa kalau kamu dulu seperti ini. Sudah enam bulan berlalu. Rasanya masih gak percaya sama penampilan kamu sekarang. Kamu jauh beda." Aku tertawa ringan. Akhirnya Mbak Rahma ingat kembali kalau 6 bulan lalu aku tidak seperti ini. Masa dia bisa lupa dengan diriku. "Aku udah kurusan, Mbak. Bukan perempuan enam bulan lalu yang Mbak temui. Tetapi, makasih karena Mbak Rahma mau membantuku jadi aku bisa berubah drastis." "Alhamdulillah, kamu orang yang bisa dipercaya dan diandalkan. Makanya saya mau bantu kamu. Karena kamu juga saya dapat keuntungan penjualan dan kita sama-sama beruntung." Aku teringat enam bulan lalu di saat aku dan anak-anakku sedang suntuk. Kami bertiga berjalan-jalan ke Mall karena gak tau mau berjalan-jalan ke mana. Hanya lihat-lihat saja kedua putriku sudah sangat senang. Maklumlah Mas Arman gak pernah mengajak
SEBENING CAHAYA CINTA 9. **SEBELUM MEMBACA JANGAN LUPA DUKUNG DENGAN SUBSCRIBE YA KAK. BIAR MAKIN SEMANGAT UPDATE NYA. 🙏Malamnya seperti biasa. Aku tidur di kamar Ratu. Kedua putriku sudah terlelap. Sebelum aku tidur. Kucium keduanya dengan penuh kasih sayang. Meminta maaf dalam lelap mereka kalau aku mungkin belum jadi Ibu yang baik untuk keduanya. Anakku sungguh baik. Apalagi Rani sekarang sudah paud dan Ratu kelas 1 SD. Walau tak dekat dengan Mas Arman. Mereka legowo dan sekarang tak terlalu menuntut ke Ayah mereka. Aku membuka gawaiku. Kulihat ada komentar di akun fake ku sebagai Ayu. Dia dari suamiku, Mas Arman. Kulihat juga massenger. Dia melambaikan tangan padaku. Aku mendengkus kesal. Dia harus kukerjai terlebih dahulu. [Ternyata kita berteman ya, Ayu.] katanya sok kenal dan sok dekat di massenger. Suamiku ada di kamar sebelah. Ternyata dia belum tidur. [Siapa ya?] kataku. [Semudah itu aku di lupakan. Yang tadi di kantor. Kamu lupa?][Oh, Pak Arman pacarnya Angela?]
SEBENING CAHAYA CINTA 10**"Kamu serius, Mbak? Kamu mau tinggal di mana sekarang?" tanya Fikar saat aku sudah sampai di toko sekaligus studio kami. Di sini kami memasarkan produk kecantikan dan menjual pakaian juga. Karyawan sedang sibuk membungkus untuk di pasarkan. Aku dan Fikar berbicara berdua. Anakku masih sekolah. Rani sudah paud. Kebetulan Paud tak jauh dari tokoku. "Iya, Mbak sangat serius. Bagaimana mungkin bisa bertahan dengan lelaki yang tega ngasih makan mie instan. Sudah seminggu lebih gak kasih uang belanja. Selama uang habis. Mbak pakai tabungan buat makan. Terkadang Mas Arman juga ikut makan. Di mana pikiran dia! Belum lagi selalu ngasih lungsuran Ibu dan adik-adiknya. Sakit hati, Mbak!" kataku kesal. Rasanya aku gak bisa lagi menangis. Sudah habis air mataku untuk yang dulu-dulu. Aku benar-benar b o d o h akibat terlalu percaya sama mas Arman. "Iya, aku mengerti perasaan Mbak memang seharusnya Mbak keluar dari rumah itu dan meninggalkan laki-laki seperti Arman.
SEBENING CAHAYA CINTA 11.**"Jadi kamu mau mempertimbangkan aku, Ayu?" tanya Arman ke Cahaya. Lelaki itu sama sekali gak sadar kalau Ayu adalah Cahaya. Cahaya sangat pintar memanipulasi pikiran Arman. Apalagi Cahaya sekarang memakai kawat gigi disertai kulit putih bersih sama sekali Arman tidak menyangka kalau istrinya bisa secantik itu. Dia malah mengira orang lain. "Ya, tergantung sikap kamu sama aku. Bukankah seorang pria itu dinilai bagaimana dia sukses atau tidak untuk mendapatkan wanita yang tepat. Maka kamu juga harus menunjukkan jati diri kamu." "Baiklah, aku akan memberikan yang terbaik buat kamu." "Aku akan tunggu perkataan kamu. Apakah benar-benar kamu jalankan atau tidak untuk mendekatiku," kata Cahaya. Arman mengangguk. Dia merasa senang sekali. Tiba-tiba gawai Cahaya bergetar. Ada panggilan dari Mbak Rahma. "Assalamualaikum, Mbak." "Waalaikumsalam, kamu di mana. Mbak udah di Toko. Mau ketemu anak kamu," katanya. "Oh, aku juga dekat kok. Sebentar lagi aku ke sana