RESTI
"Mas, bangun, Mas!"Aku mengguncang-guncangkan tubuh mas Andra yang baru saja tidur memunggungi. Aku tak mau terus dicuekin begini. Pokoknya malam ini harus terjadi itu.Bingung banget, salahku di mana coba? Tiap hari aku dandan habis-habisan buat nyenengin dia. Bergaya manja dan centil supaya suami tetap bergairah. Intinya mau mengikatnya sangat kuat."Aku cape, Res. Nanti saja mainnya!"Mendengar itu emosiku naik lagi. Enak bener ngomong gitu. Aku sudah seminggu sabar nunggu, pas ada di rumah malah diabaikan."Mas ini kenapa, sih? Kok jadi cuek gini? Aku udah sabar, loh nungguin kamu seminggu!"Mas Andra bergeming. Ia tetap saja pada posisinya, yaitu membelakangi. Aku makin sebal sebab ocehan ini tak direspon.Kupaksa tubuh mas Andra berbalik. Berat banget emang, tapi harus bisa. Lumayanlah dia jadi mau membalikkan badan."Oh, apa karena mas udah kenyang di rumah Armila, terus lupain aku gitu?" serangku sesaat setelah mata kami saling tatap."Aku 'kan kerja, Res, bukan ke rumah Armila! Kamu tahu itu! Sudahlah jangan seperti anak kecil, aku mau tidur, cape!"*Sebulan ini mas Andra uring-uringan, gampang marah dan jarang menyentuhku. Tidur pun kadang di sofabed ruang santai. Malah pernah di meja kerjanya.Aku mencoba bersabar dengan perubahan drastis sikapnya. Meski dongkol setengah mati aku tetap menahan emosi.Suasana pengantin baru yang seyogyanya dihiasi canda tawa, berubah seperti rumah tangga bermasalah. Aku ingin marah, tapi tak bisa. Takut kalau malah jadi bumerang yang menghancurkan penikahan seumur jagung ini.Fase berikutnya, mas Andra tak lagi marah-marah. Tapi bukan berarti kehidupan kami kembali membaik. Lelaki itu malah menganggapku seperti tak ada. Pulang kerja, mandi lantas melamun di beranda.Entah apa yang terjadi antara dia dan Armila. Yang pasti jiwa mas Andra seperti tak normal kini. Pria itu sering sekali menyendiri sambil melamun.Rayuanku pun bahkan tak mempan membuatnya kembali ceria.. Ia seperti kehilangan semangat hidup.Apa Armila menuntut cerai sampai segitu sedihnya? Baguslah kalau begitu. Semoga cepat terealisasi.Atau Armila menghasut mas Andra agar mengabaikanku atau menceraikanku. Lalu, lelakiku itu jadi dilema tak tahu harus berbuat apa. Kalau begitu, jahat sekali dia.Awalnya aku biarkan mas Andra begitu. Mungkin butuh waktu berpikir dan menenangkan diri. Namun, lama-lama kesabaranku habis. Dia seperti tak menghargai keberadaanku. Lebih asyik larut dengan dunianya sendiri.Selalu saja menyebut-nyebut nama Armila. Baik secara sadar, maupun dalam keadaan mengigau. Otak mas Andra sudah diracuni oleh Armila sepenuhnya.Aku tak tahan!Puncaknya ketika malam ini ia tak menoleh sedikitpun pada masakanku. Padahal aku sengaja masak khusus untuk merayunya. Walau kurang enak, tak masalah, yang penting usaha."Mas!"Aku menegurnya sebab dari tadi melamun terus. Jangankan dimakan, disentuhpun tidak makanan itu"Ada apa Armila?"Darahku seketika mendidih mendengar jawabannya. Jadi, yang ada di pikirannya itu Armila dan Armila. Lalu, aku dianggap apa?Karena tak sanggup lagi menahan emosi, kuacak-acak saja masakan yang sudah tersaji di meja makan."Apa yang kamu lakukan?"Aku tak menjawab, malah terus membanting piring, gelas dan apa saja yang masih tersisa di meja."Restiii!"Mas Andra mencekal tanganku yang akan menggulingkan meja. Matanya menatap tajam, semantara rahang mengeras."Apa? Mau nampar, tampar aja! Anggap aja aku patung yang bisa seenaknya kamu abaikan! Armila, Armila terus yang ada di pikiranmu! Aku juga ini istrimu, Mas. Istrimu!"Dada mas Andra turun naik. Ia mengeratkan cekalan hingga sakit sekali pergelangan tanganku.Melihatku meringis, ia melepas cekalan itu. Buru-buru aku berlalu dari hadapannya sebelum pria itu melakukan hal yang lebih menakutkan.Di kamar, aku kembali meluapkan emosi. Ruangan ini dalam beberapa menit sudah berubah berantakan. Sprei, bantal, guling berserakan memenuhi lantai.Sialan kau Armila, kau apakan mas Andra sampai ia mengabaikanku.*Hari ini aku pergi ke rumah Armila untuk menasehtinya jangan ingin menguasai mas Andra sendiri. Dia harus ingat kalau sekarang lelaki itu berstatus suamiku juga.Selain itu aku juga ingin memanas-manasinya. Biar makin terbakar cemburu. Syukur kalau kejang dan langsung mati.Aku sengaja dandan sangat cantik. Semua perhiasan yang dibelikan mas Andra tentu saja dipakai. Aku akan perlihatkan bahwa memang pantas jadi istri tercinta mas Andra.Arti lain wanita yang sudah mengalahkannya dalam mempertahankan cinta mas Andra.Sesampainya di rumah Armila, aku langsung masuk. Tak peduli dia suka atau tidak. Aku harus memperlihatkan siapa diri ini di hadapannya.Ternyata Armila bersikap sangat tenang. Ia tidak memperlihatkan kekesalan, tak ramah pula. Rautnya datar, dingin serupa salju."Aku tak mau basa-basi, langsung saja. Aku ke sini mau memperingatkanmu. Jangan jadi wanita serakah ingin menguasai mas Andra sendiri. Ingat, sekarang dia punya dua istri!"Armila menyandarkan badannya di dinding ia menyedakapkan tangan di depan dada. Tatapannya seperti orang mau menguliti lawan.Aku tak boleh gentar oleh tatapan intimidasi itu. Ingat, Resti adalah pemenang, bukan pecundang."Apa kau menghasut mas Andra untuk mengabaikanku dan menceraikanku. Jahat sekali kau!""Jadi mas Andra mengabaikanmu? Sudah kuduga. Bagaimanapun juga, mas Andra masih sangat cinta padaku. Mungkin ia menikahimu karena khilaf saja! Ibaratnya sedang pingsan, nanti kalau sudah siuman kau pasti ditinggalkan!""Kau! Ternyata kau masih sombong meski sudah kalah telak. Jelas-jelas mas Andra tergila-gila padaku. Itu adalah bukti bahwa cintanya padamu sudah berakhir. Dasar sampah!""Mau bukti? Kalau sekarang aku meminta mas Andra menceraikanmu, ia pasti akan melakukannya! Ingat, ya dia itu hanya mau tubuhmu saja. Kalau sudah didapat, ya sudah tinggal dibuang. Sebentar, aku ambil ponsel dulu!""Jangan coba-coba melakukan itu, atau aku akan-!""Akan apa? Memangnya kau bisa apa, Gundik menyedihkan?""Kaaau! Kurang ajar kauuu! Beraninya bicara begitu padaku!"Aku kalap dan menghambur ke arah Armila. Tangan ini langsung saja menjambak rambutnya."Restiii! Apa yang kau lakukan pada Armila?"Hah, mas Andra? Ke-kenapa dia ada di sini?. Bukankah harusnya masih di kantor?ANDRASekarang bukan hanya Armila yang membuatku pusing tujuh keliling, Resti pun mulai berulah. Dia tak pernah membiarkanku duduk di beranda untuk sekedar menenangkan diri. Pasti curiga dan marah-marah. Wanita itu sangat manja dan egois. Dia selalu menuntut suaminya untuk perhatian detik demi detik saat di rumah. Tak peduli suaminya capek pulang kerja seharian. Hobinya mengganggu dan meminta perhatian. Sebisa mungkin kupenuhi nafkah lahir batin Resti. Tapi Resti tidak pernah puas. Kadang aku sudah terkapar pun tetap saja wanita itu meminta. Apa memang tergolong maniak? Gairahku memang tak meledak-ledak lagi mungkin itu pengaruh dari tekanan batin. Tapi, tetap bisa, kok melayani keinginannya. Baik siang maupun malam. Anehnya Resti selalu bilang, aku tak pernah menyentuhnya. Lalu, yang kami lakukan dianggap apa.Pun dengan uang belanja. Selalu bilang sedikit dan kurang. Malah lancang menyelidiki berapa yang kuberi pada Armila. Jelaslah berbeda sebab Armila sudah punya bayi, dia masi
ANDRABadanku malam ini panas tinggi. Untuk pertolongan pertama, Armila mengompres dahiku, juga memberikan tablet paracetamol. Aku biasa menggunakan obat ini bila demam menyerang. Kalau tak sembuh dalam tiga hari barulah pergi ke dokter.Semalaman aku merasa tubuh ini menggigil. Tidur tak lelap Sebentar-sebentar bangun dengan kondisi terkaget-kaget. Untunglah Armila terjaga hingga ia sigap memberi bantuan jika suaminya memerlukan sesuatu."Tidurlah, nanti kamu sakit. Aku sudah mendingan!"Setelah yakin aku membaik, Armila merebahkan diri di sampingku. Dalam hitungan menit, napasnya sudah teratur. Ia pasti sangat lelah begadang mengurusiku. Belum lagi kalau bayi kami bangun, haruslah disusui dan ditidurkan lagi.Paginya badanku membaik, tak lagi panas, tapi masih lemas. Mau tak mau harus istirahat jadi tak bisa pergi kerja.Meski Armila tak bicara, ia melayaniku dengan baik. Pagi-pagi sudah disiapkan sarapan dan vitamin herbal yang selalu distok. Juga menyiapkan pakaian ganti."Aku mau
RESTIKesempatan untuk membalaskan kekesalanku pada Armila akhirnya datang juga. Aku bisa pura-pura merawat Mas Andra yang sedang sakit di rumahnya. Akan kubuat Armila emosi dan marah-marah di depan suaminya. Maka nilai kehebatan sainganku itu akan turun di mata Mas AndraAku sangat tidak rela kalau mas Andra selalu memuji-muji Armila. Emangnya dia siapa? Aku loh yang paling hebat. Aku loh yang gak ada akan tersaingi. Buktinya aku bisa membuat mas Andra berpaling dari Armila.Sebenarnya aku malas mengurus orang sakit. Pastinya nanti cerewet ingin ini itu. Bakal mengganggu kesenanganku bermain handphone. But, demi drama mengikat hati mas Andra okelah kurawat suami tersayang.Lepas Magrib Aku berangkat ke rumah Armila. Pasti dong semua orang yang ada di sana terkejut melihat putri cantik datang.Aku langsung main drama memeluk Mas Andra pura-pura menangis di bahunya. Sebenarnya aku malas melakukan semua ini. Tapi demi tercapainya tujuan harus kulakukan.Melihat Armila kesal ada kepuasa
ARMILAResti memang jahat. Dia memasukkan sesuatu pada minumanku. Padahal aku sudah menerimanya di rumah ini. Tidak mengusirnya malam-malam.Untung saja ponselku ada di dalam saku hingga bisa merekam perilaku busuknya. Kalau otak kriminal memang susah. Diberi hati akan minta jantung. Rekaman ini akan menjadi bukti kejahatannya.Setelah Resti pergi, aku menukar satu minuman saja. Rencananya yang satu akan kuminum sedikit. Ingin tahu reaksi yang akan ditimbulkan dari obat tersebut. Sebenarnya gampang mengusir Resti. Namun, aku tak ingin melakukan sebab menunggu aksi dari Mas Andra. Apakah dia peka perasaanku atau tidak? Apakah ia akan membela istrinya ini dari kekurangajaran madu tak tahu malu itu atau malah membiarkan? Aku juga ingin melihat seberapa tunduk Mas Andra pada Resti. Jadi bisa memutuskan sebenarnya siapa dikuasai siapa dalam hubungan tersebut.Ternyata Mas Andra lemah di hadapan Resti.. Buktinya dia tidak memaksa istrinya pulang, malah mereka masuk ke dalam kamar utama.B
ANDRAUntunglah mama percaya pada kebohonganku hingga kondisi aman terkendali. Bukan tak ingin menyampaikan soal pernikahan ini, tapi belum saatnya. Harus cari waktu tepat agar tak menimbulkan huru-hara.Jika mama tahu sekarang, aku khawatir jantungnya akan kumat. Hal tersebut sangat membahayakan. Maka dari itu aku mengawasi Armila agar tak salah bicara.Urusan Resti tangguhkan dulu saja. Sebelum mama pulang, aku harus tetap di rumah ini.Resti memang keterlaluan sebab melakukan tindakan yang bisa mencelakakan orang lain. Aku tak boleh terlalu lemah padanya. Harus lebih tegas agar perilaku buruknya bisa dihilangkan.Aku mengaku selama ini selalu kalah di hadapannya. Bukan takut kehilangan tapi takut dia semakin lancang pada suaminya.Tak pernah kusangka sifat asli Resti begitu buruk. Sepertinya butuh waktu lama untuk mengubahnya menjadi baik. Entah bagaimana hidup kami jika tak ada perubahan sama sekali. Bukan surga dunia yang akan didapat, tapi derita panjang yang dirasakan nanti.Ke
ANDRANyatanya aku sangat takut kehilangan Armila. Tak apa dia diam selamanya, asal tak pergi dari sisiku, apalagi sampai berpaling pada pria lain, termasuk Reiga.(Reiga itu mantanku sewaktu SMP. Tadi kami bertemu tak sengaja. Dia lelaki jail, tapi baik dan setia. Reiga itu kapten basket yang jadi idola para siswi seantero sekolah)Whaaaat?Bom Hiroshima sepertinya kalah dahsyat dari ledakan dalam dadaku saat ini. Rasanya aku ingin merentangkan kaki dan tangan terus berteriak lantang.Armila begitu santai menulis keterangan itu. Bahkan tadi sempat kulihat tersenyum. Pasti karena sedang membayangkan masa lalu mereka.Ini adalah bahaya paling besar sepanjang sejarah hubungan kami. Hati Armila sedang benci padaku. Kalau Reiga memberi lampu, bisa jadi dia menyambutnya. Dan, aku akan ditinggalkan.Ini tak boleh terjadi, tidak boleh!Aku meninggalkan wanita itu dengan membawa kedongkolan setengah mati. Emosi ini butuh pelampiasan.Apa, tapi apaaa?Di tengah emosi yang memuncak, ponselku be
RESTISialan! Mas Andra ninggalin aku demi Armila! Kurang ajar nenek sihir itu!Kenapa, kenapa Armila selalu menang? Dari obat pencahar itu saja dia lolos. Untunglah aku masih bisa merayu Mas Andra agar tidak menjatuhkan hukuman berat. Kalau ingat bagaimana aku berakting merasa bersalah dan menyesal jadi ingin tertawa. Ekspresi dibuat sesedih mungkin agar terlihat nyata penyesalannya.Mas Andra hanya mendiamkanku dua hari saja. Setelahnya ngajak bobo bareng lagi. Laki-laki memang begitu. Marah, sih marah, tapi melihat istri selalu tampil vulgar, runtuh juga gengsinya. Aku sangat paham kelemahan Mas Andra. Pria itu tak tahan dengan permainan malam. Karena itu mudah sekali menaklukkan ketika hal tersebut diumpankan. Tapi malam ini kejadian lagi, baru saja hubunganku dengan mas Andra membaik Armila mengacaukannya. Ia. berhasil membuat pria itu meninggalkanku di pesta sendirian. Aku sangat murka pada Armila yang selalu menganggu keromantisan kami. Pikirnya, dia itu paling cantik apa
Dari mana dia tahu namaku? Apa dari bu Mimin. Tapi 'kan wanita itu bilang tak kenal dengan dukun itu. Waktu ke sini saja kami dipandu oleh temannya secara online. Kalau bisa menerawang berarti dia bukan dukun palsu. Rekomendasi dari Bu Mimin memang oke ternyata. "Ibu ingin suami menceraikan istri pertamanya 'kan? Ibu juga ingin mengikat suami selama-lamanya. Bagi saya itu sangat mudah, Bu. Bahkan, membuat madu Ibu matipun saya bisa!"Jangan dibikin mati, saya gak mau bunuh orang nanti takut masuk penjara. Saya cuma ingin dia diceraikan dan ditendang. Lagian kalau mati tidak bisa dong melihat kebahagiaan saya dengan suaminya.""Kalau begitu kita akan mulai ritualnya.. Saya sudah tahu identitas madu ibu, tapi Ibu tetap harus memjawab semua pertanyaan terkait dia. Oh ya sebelumnya kita sepakati dulu maharnya. Saya lempar tawaran dua pulih juta.""Jangan dua puluh juta, dong. Itu kemahalan. Lagian :kan belum terlihat hasilnya!" "Kalau tidak mau, ya sudah berarti ibu akan tetap menjadi