ARMILA
Aku memandangi cermin yang tengah menampilkan satu sosok wanita cantik, muda dan tubuhnya masih padat berisi Sayangnya fisik yang sempurna tidak mampu menjadikan sang suami tetap setia.Seluruh syarat jadi istri yang baik telah kupenuhi. Pekerjaan rumah tangga, pengasuhan anak dan pelayanan kebutuhan biologis kulakukan sempurna. Tentang pergaulan pun aku selalu berusaha menyenangkannya.Bersikap romantis, lembut dan manja senantiasa mengiringi rumah tangga kami. Hadiah kejutan kadang kuberikan untuk menciptakan dinamika kehidupan kami.Aku merasa itu sempurna, nyatanya tidak. Semuanya tak pernah mampu menundukkan pandangan mas Andra pada pesona kerlingan wanita lain. Ia tergoda, terpedaya oleh bunga yang bersedia menggoyangkan putiknya.Meski aku tengah berupaya membekukan hati, tetap saja nyeri jika mengingat sketsa hidup kali ini. Betapa kebahagian yang sedang ada di puncaknya, seakan dileburkan dengan satu hantaman.Aku pernah berharap akan menua bersama. Menyelaraskan langkah dalam menapaki suka dan duka. Berbagi cerita di tiap malamnya hingga kami masuk ke peraduan untuk mengistirahatkan raga.Tapi, semua itu mimpi semata. Hidupku dalam pertaruhan untuk bertahan atau dilepaskan.Mas, aku pernah gila karena cintamu dulu. Sekarang aku hampir sekarat sebab kau khianati itu.Mas, aku sakit, sakit sekali. Pengkhianatan yang kau rejamkan ini tak terperi hingga menusuk ke palung hati. Bahkan, aku pernah berpikir untuk mengakhiri hidup ini.Kalaulah tak ada Affan, mungkin sudah kulakukan.*"Andra ke mana, Ar?" tanya mama mertua malam ini. Beliau rencananya akan menginap beberapa hari sebab rindu pada cucunya."Dinas, Mah. Besok baru pulang!" jawabku tanpa menoleh padanya. Takut kalau perubahan mimik wajah menjadi bahan kecurigaannya."Dinas, kok gak pulang? Sesibuk apa memang?""Sangat sibuk, Mah!"Sibuk memadu kasih sama istri barunya, Mah. Inginku berkata begitu, tapi takut mama kena serangan jantung. Kasihan, biar saja beliau tak tahu soal ini.Cukup aku yang mengatasi urusan dengan mas Andra. Tanpa perlu melibatkan keluarga, aku pasti bisa membuat mas Andra tersiksa, bisa gila juga.Tenang saja, aku sudah membuat tahapan untuk menghadapi situasi ini. Semua sudah kuperhitungkan hingga endingnya ada dua pilihan, dia tetap bertahan dalam siksaan atau melepaskan.Pernikahan mas Andra dan Resti tak diketahui keluargaku dan keluarganya. Ia melakukannya diam-diam. Kalau aku tak diberitahu teman, sampai sekarang mungkin akan menyangka semua baik-baik saja.Aku takkan membocorkan rahasia ini kecuali terpaksa. Belum waktunya kartu ini dimainkan. Cukup yang ringan saja dulu biar hatinya sakit seinchi demi seinchi."Sudah kirim pesan belum kalau mama datang. Biar dia pulang cepat. Masa iya ada orang tua tetap gak bisa menunda pekerjaan."Terpaksa aku membuka blokiran mas Andra. Kukirimlah pesan singkat yang isnya hanya dua kata 'Mama menginap'Setelah itu pesannya diarsipkan agar tak terlihat balasannya. Betelah mata ini melihat chat-chat lebaynya nanti."Mama tidur saja, biar Affan aku yang jaga. Udah mau bobo juga bayi lucunya!"Tapi, ya namanya nenek. Saking kangen tetap saja cucu yang udah nguap diajak main.*"Kamu ini gimana, Andra. Kerja sampai gak pulang. Ngapain aja emang. Jangan semaniak itulah. Kasihan anak istri ditinggal-tinggal!"Baru juga pulang kerja, mas Andra sudah diomeli mama. Dan tahu sendiri kalau wanita paruh baya itu sudah bicara. Susah diremnya."Iya, Mah!""Mas Andranya biar mandi dulu, Mah. Ngomelnya dipending dulu aja!"Di depan mertua aku harus pandai bersandiwara. Kami akan tetap terlihat romantis dan baik-baik saja."Makasih, Sayang!"Mas Andra rupanya memanfaatkan kesempatan dengan terus mepet padaku. Ingin menepis, tapi takut ketahuan."Kamu ini udah cantik, baik banget, Armila. Beruntung banget Andra punya istri kayak kamu. Kalau sampai menyia-nyiakan atau selingkuh itu namanya kebodohan hakiki!""Semoga, Mah mas Andra gak pernah selingkuh, ya!""Awas aja kalau Andra berani selingkuh, mama yang akan turun tangan!"Aku menajamkan pandangan pada mas Andra, lalu mengangkat satu sudut bibir padanya. Tentu saja tak bisa diketahui mama sebab sekarang aku membelakanginya.Pria itu mengusap wajahnya perlahan, lalu cepat-cepat masuk kamar. Gentarlah pasti dengan ancaman ibunya.Tenang, Mas. Ini baru pemanasan. Kita lihat kalau apinya sudah kukobarkan. Bersiaplah bersimpuh sambil menangis darah di hadapanku.Inilah tujuanku tak melepas mas Andra sekarang. Keenakan kalau hanya sekedar bercerai. Aku ingin ia dan Resti menikmati rasanya disakiti sangat dalam. Permainan ini akan berlangsung hingga keduanya hidup segan, mati tak mau.*Kemarin mama mertua pulang. Aku kembali sendiri sebab mas Andra pun pulang ke rumah Resti.Untunglah banyak urusan rumah tangga, jadi tak perlu terlalu larut dalam kesedihan yang masih suka datang. Kalau sudah beres, kuhabiskan waktu bermain dengan bayi lucu, Affan.Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Mumpung Affan tidur, aku pun ingin rebahan sebentar. Eh, tapi tak jadi sebab bel berbunyi.Sambil bertanya dalam hati siapa gerangn yang datang, aku bergegas menuju ruang depan. Saat pintu terbuka, mata ini jadi membulat sempurna.Di depanku sekarang berdiri Resti, perempuan yang menghancurkan segala harapanku. Oke, kita lihat apa tujuannya datang ke sini."Hmm, rumah ini sangat besar, beda banget dengan rumah yang kutinggali. Mas Andra harusnya adil memberiku rumah yang besar juga sebab aku ini istrinya juga 'kan Mba?"Resti menekan kata istrinya dengan kuat. Ia pasti ingin membangkitkan emosiku.Hmmm! Baiklah, aku akan ladeni serangannya! Kamu kira, aku istri di sinetron lebay yang hanya bisa mewek? Tentu saja tidak, aku Armila, perempuan yang akan membuatmu menyesal pernah hidup di dunia ini.RESTI"Mas, bangun, Mas!"Aku mengguncang-guncangkan tubuh mas Andra yang baru saja tidur memunggungi. Aku tak mau terus dicuekin begini. Pokoknya malam ini harus terjadi itu. Bingung banget, salahku di mana coba? Tiap hari aku dandan habis-habisan buat nyenengin dia. Bergaya manja dan centil supaya suami tetap bergairah. Intinya mau mengikatnya sangat kuat."Aku cape, Res. Nanti saja mainnya!"Mendengar itu emosiku naik lagi. Enak bener ngomong gitu. Aku sudah seminggu sabar nunggu, pas ada di rumah malah diabaikan."Mas ini kenapa, sih? Kok jadi cuek gini? Aku udah sabar, loh nungguin kamu seminggu!"Mas Andra bergeming. Ia tetap saja pada posisinya, yaitu membelakangi. Aku makin sebal sebab ocehan ini tak direspon.Kupaksa tubuh mas Andra berbalik. Berat banget emang, tapi harus bisa. Lumayanlah dia jadi mau membalikkan badan. "Oh, apa karena mas udah kenyang di rumah Armila, terus lupain aku gitu?" serangku sesaat setelah mata kami saling tatap."Aku 'kan kerja, Res, bukan ke ru
ANDRASekarang bukan hanya Armila yang membuatku pusing tujuh keliling, Resti pun mulai berulah. Dia tak pernah membiarkanku duduk di beranda untuk sekedar menenangkan diri. Pasti curiga dan marah-marah. Wanita itu sangat manja dan egois. Dia selalu menuntut suaminya untuk perhatian detik demi detik saat di rumah. Tak peduli suaminya capek pulang kerja seharian. Hobinya mengganggu dan meminta perhatian. Sebisa mungkin kupenuhi nafkah lahir batin Resti. Tapi Resti tidak pernah puas. Kadang aku sudah terkapar pun tetap saja wanita itu meminta. Apa memang tergolong maniak? Gairahku memang tak meledak-ledak lagi mungkin itu pengaruh dari tekanan batin. Tapi, tetap bisa, kok melayani keinginannya. Baik siang maupun malam. Anehnya Resti selalu bilang, aku tak pernah menyentuhnya. Lalu, yang kami lakukan dianggap apa.Pun dengan uang belanja. Selalu bilang sedikit dan kurang. Malah lancang menyelidiki berapa yang kuberi pada Armila. Jelaslah berbeda sebab Armila sudah punya bayi, dia masi
ANDRABadanku malam ini panas tinggi. Untuk pertolongan pertama, Armila mengompres dahiku, juga memberikan tablet paracetamol. Aku biasa menggunakan obat ini bila demam menyerang. Kalau tak sembuh dalam tiga hari barulah pergi ke dokter.Semalaman aku merasa tubuh ini menggigil. Tidur tak lelap Sebentar-sebentar bangun dengan kondisi terkaget-kaget. Untunglah Armila terjaga hingga ia sigap memberi bantuan jika suaminya memerlukan sesuatu."Tidurlah, nanti kamu sakit. Aku sudah mendingan!"Setelah yakin aku membaik, Armila merebahkan diri di sampingku. Dalam hitungan menit, napasnya sudah teratur. Ia pasti sangat lelah begadang mengurusiku. Belum lagi kalau bayi kami bangun, haruslah disusui dan ditidurkan lagi.Paginya badanku membaik, tak lagi panas, tapi masih lemas. Mau tak mau harus istirahat jadi tak bisa pergi kerja.Meski Armila tak bicara, ia melayaniku dengan baik. Pagi-pagi sudah disiapkan sarapan dan vitamin herbal yang selalu distok. Juga menyiapkan pakaian ganti."Aku mau
RESTIKesempatan untuk membalaskan kekesalanku pada Armila akhirnya datang juga. Aku bisa pura-pura merawat Mas Andra yang sedang sakit di rumahnya. Akan kubuat Armila emosi dan marah-marah di depan suaminya. Maka nilai kehebatan sainganku itu akan turun di mata Mas AndraAku sangat tidak rela kalau mas Andra selalu memuji-muji Armila. Emangnya dia siapa? Aku loh yang paling hebat. Aku loh yang gak ada akan tersaingi. Buktinya aku bisa membuat mas Andra berpaling dari Armila.Sebenarnya aku malas mengurus orang sakit. Pastinya nanti cerewet ingin ini itu. Bakal mengganggu kesenanganku bermain handphone. But, demi drama mengikat hati mas Andra okelah kurawat suami tersayang.Lepas Magrib Aku berangkat ke rumah Armila. Pasti dong semua orang yang ada di sana terkejut melihat putri cantik datang.Aku langsung main drama memeluk Mas Andra pura-pura menangis di bahunya. Sebenarnya aku malas melakukan semua ini. Tapi demi tercapainya tujuan harus kulakukan.Melihat Armila kesal ada kepuasa
ARMILAResti memang jahat. Dia memasukkan sesuatu pada minumanku. Padahal aku sudah menerimanya di rumah ini. Tidak mengusirnya malam-malam.Untung saja ponselku ada di dalam saku hingga bisa merekam perilaku busuknya. Kalau otak kriminal memang susah. Diberi hati akan minta jantung. Rekaman ini akan menjadi bukti kejahatannya.Setelah Resti pergi, aku menukar satu minuman saja. Rencananya yang satu akan kuminum sedikit. Ingin tahu reaksi yang akan ditimbulkan dari obat tersebut. Sebenarnya gampang mengusir Resti. Namun, aku tak ingin melakukan sebab menunggu aksi dari Mas Andra. Apakah dia peka perasaanku atau tidak? Apakah ia akan membela istrinya ini dari kekurangajaran madu tak tahu malu itu atau malah membiarkan? Aku juga ingin melihat seberapa tunduk Mas Andra pada Resti. Jadi bisa memutuskan sebenarnya siapa dikuasai siapa dalam hubungan tersebut.Ternyata Mas Andra lemah di hadapan Resti.. Buktinya dia tidak memaksa istrinya pulang, malah mereka masuk ke dalam kamar utama.B
ANDRAUntunglah mama percaya pada kebohonganku hingga kondisi aman terkendali. Bukan tak ingin menyampaikan soal pernikahan ini, tapi belum saatnya. Harus cari waktu tepat agar tak menimbulkan huru-hara.Jika mama tahu sekarang, aku khawatir jantungnya akan kumat. Hal tersebut sangat membahayakan. Maka dari itu aku mengawasi Armila agar tak salah bicara.Urusan Resti tangguhkan dulu saja. Sebelum mama pulang, aku harus tetap di rumah ini.Resti memang keterlaluan sebab melakukan tindakan yang bisa mencelakakan orang lain. Aku tak boleh terlalu lemah padanya. Harus lebih tegas agar perilaku buruknya bisa dihilangkan.Aku mengaku selama ini selalu kalah di hadapannya. Bukan takut kehilangan tapi takut dia semakin lancang pada suaminya.Tak pernah kusangka sifat asli Resti begitu buruk. Sepertinya butuh waktu lama untuk mengubahnya menjadi baik. Entah bagaimana hidup kami jika tak ada perubahan sama sekali. Bukan surga dunia yang akan didapat, tapi derita panjang yang dirasakan nanti.Ke
ANDRANyatanya aku sangat takut kehilangan Armila. Tak apa dia diam selamanya, asal tak pergi dari sisiku, apalagi sampai berpaling pada pria lain, termasuk Reiga.(Reiga itu mantanku sewaktu SMP. Tadi kami bertemu tak sengaja. Dia lelaki jail, tapi baik dan setia. Reiga itu kapten basket yang jadi idola para siswi seantero sekolah)Whaaaat?Bom Hiroshima sepertinya kalah dahsyat dari ledakan dalam dadaku saat ini. Rasanya aku ingin merentangkan kaki dan tangan terus berteriak lantang.Armila begitu santai menulis keterangan itu. Bahkan tadi sempat kulihat tersenyum. Pasti karena sedang membayangkan masa lalu mereka.Ini adalah bahaya paling besar sepanjang sejarah hubungan kami. Hati Armila sedang benci padaku. Kalau Reiga memberi lampu, bisa jadi dia menyambutnya. Dan, aku akan ditinggalkan.Ini tak boleh terjadi, tidak boleh!Aku meninggalkan wanita itu dengan membawa kedongkolan setengah mati. Emosi ini butuh pelampiasan.Apa, tapi apaaa?Di tengah emosi yang memuncak, ponselku be
RESTISialan! Mas Andra ninggalin aku demi Armila! Kurang ajar nenek sihir itu!Kenapa, kenapa Armila selalu menang? Dari obat pencahar itu saja dia lolos. Untunglah aku masih bisa merayu Mas Andra agar tidak menjatuhkan hukuman berat. Kalau ingat bagaimana aku berakting merasa bersalah dan menyesal jadi ingin tertawa. Ekspresi dibuat sesedih mungkin agar terlihat nyata penyesalannya.Mas Andra hanya mendiamkanku dua hari saja. Setelahnya ngajak bobo bareng lagi. Laki-laki memang begitu. Marah, sih marah, tapi melihat istri selalu tampil vulgar, runtuh juga gengsinya. Aku sangat paham kelemahan Mas Andra. Pria itu tak tahan dengan permainan malam. Karena itu mudah sekali menaklukkan ketika hal tersebut diumpankan. Tapi malam ini kejadian lagi, baru saja hubunganku dengan mas Andra membaik Armila mengacaukannya. Ia. berhasil membuat pria itu meninggalkanku di pesta sendirian. Aku sangat murka pada Armila yang selalu menganggu keromantisan kami. Pikirnya, dia itu paling cantik apa