Share

Bab 3

Aвтор: Siti_Rohmah21
last update Последнее обновление: 2021-09-19 23:18:24

ISTRIKU SERING MENANGIS

Bab 3

Ia menghela napasnya perlahan, semoga saja Mayang bicara jujur padaku. Namun, baru ingin mengatakannya padaku, tiba-tiba ibu datang. Seperti biasa ia datang membawa lauk pauk makan siang. 

Tadi ibu bicara di telepon besok tidak antar lauk pauk, tapi hari ini ia masih mengantarkannya untuk kami.

"Assalamualaikum," ucap ibu dengan wajah semringah.

"Waalaikumsalam," jawab kami berbarengan, tapi suara Mayang masih agak serak karena tadi menangis.

Ibu menautkan kedua alisnya, ia keheranan melihat kami sedang saling berhadapan.

"Mayang, kamu kenapa? Matamu sembab begitu, apa nangis?" tanya ibu saat melihat mata Mayang yang sembab.

Namanya Diah Sarita, ibuku tinggal di daerah kompleks sebelah. Namun, memang tiap siang ia mengirimkan masakannya ke sini. Kalau pagi, sarapan biasa dengan roti atau nasi goreng buatan Mayang. 

Aku yang meminta ibu untuk memasak setelah Mayang melahirkan anak kami, Arya. Selain karena aku lebih suka masakan ibu, ini semua kulakukan agar Mayang tidak terlalu lelah. Paskah Caesar, ia didiagnosis oleh dokter memiliki anemia. Jadi, tidak boleh terlalu capek dan terlalu banyak begadang. Untuk itulah Mbok Ani yang menjadi perawat khusus untuk Arya, agar kesehatan Mayang pun tidak terganggu.

"Bu, sini makanannya, agar aku tata di meja makan." Aku dan Mayang tak menjawab pertanyaan ibu tadi, kualihkan dengan meminta masakan yang ibu bawa.

Kemudian, aku pergi ke dapur dan meletakkan makanan di atas meja satu persatu. Setelah selesai mengaturnya, aku pun kembali ke ruang tamu.

Ketika ingin melangkah, aku dengar suara bisikan ibu pada Mayang. Namun, tidak jelas ia bicara apa padanya.

"Ehem ...." Aku mengejutkan mereka berdua. Kelihatannya ada pembicaraan yang serius antara mereka berdua. 

"Kalian ngobrolin apa?" tanyaku penasaran.

"Nggak, Ibu coba hapus air mata istrimu tadi," sahutnya. Kemudian Ibu berdiri dan seperti biasa ia menengok cucunya di kamar terlebih dahulu sebelum pulang.

"Mau aku antar, Bu?" tanyaku ketika ibu keluar dari kamar Arya.

"Tidak usah, istrimu lebih membutuhkan kamu ketimbang Ibu. Ya sudah, Mayang, Ibu pulang dulu, ingat pesan Ibu tadi, ya!" cetusnya. 

"Pesan apa, Bu?" tanyaku heran.

"Rahasia wanita," ledek ibu. Kemudian, ia pun pergi begitu saja.

Kulanjutkan obrolan tadi yang terjeda dengan kedatangan Ibu. Namun, sepertinya Mayang sudah tak lagi mau bicara. Ia malah bangkit dari duduknya.

"Sayang, Mayangku, istriku, lanjutkan lagi ya, apa kamu punya utang?" tanyaku lagi sambil menarik tangannya karena ia sudah berdiri dan hendak bergegas pergi.

"Mas, aku ingin mandi. Bicarakan ini nanti lagi ya," jawabnya membuatku mendesah kesal. 

"Huft, padahal jika kamu ada utang, aku mau membayarnya. Asalkan kamu tidak lagi ngojek, Sayang!" teriakku kesal, tapi Mayang tak menoleh sedikitpun ketika aku teriak.

Usai mandi, kami pun makan di meja makan. Masih kuperhatikan Mayang dengan tatapan penasaran. Ada yang mengganjal di hati ini jika belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Mayang, tolong ceritakan padaku, berapa utangmu? Dan utang dengan siapa? Apakah banyak hingga uang yang kuberikan tidak cukup untuk membayarkannya?" tanyaku dengan penuh selidik. Pertanyaanku begitu banyak yang keluar dari mulut.

"Mas, kita makan dulu, ya!" suruhnya sembari menyendok makanan untukku.

Tidak ada kebahagiaan di matanya, apakah ia begitu tersiksa menikah denganku? Sepertinya dulu ia tidak begitu. Sepertinya semenjak melahirkan Arya, Mbok Ani tadi juga keceplosan bilang begitu.

Setelah makan, ia pun merapikan piring kotor ke wastafel, aku turut membantunya agar pekerjaan ini cepat selesai, dan ia segera menceritakannya padaku.

"Mayang, aku mohon cerita ya, kamu itu ibu menyusui, harus tenang pikirannya," ungkapku sembari merapikan sedikit rambutnya yang kusut. 

Mayang menatap wajahku, kemudian ia menyergap pundak ini lalu menyandarkan kepalanya di bahuku. Rapuh ketika pelukan seorang istri diiringi dengan isak tangis. Rasanya aku telah gagal menjadi kepala rumah tangga yang baik.

"Nanti tepat bulan September, di hari ulang tahun Arya, aku akan ceritakan semuanya, Mas," bisiknya sembari memelukku.

"Kenapa harus nunggu bulan September, Mayang? Aku nggak mau kamu kepanasan lagi, ngojek lagi!" sanggahku berusaha menyecarnya.

"Mulai besok aku hentikan ngojek, tapi maaf aku belum bisa cerita sekarang. Tepat tanggal 5 September nanti, akan kuceritakan semuanya," jawab Mayang.

Aku sedikit lega dengan ucapannya yang akan menghentikan pekerjaan.

"Ya, kuharap jangan ada lagi ke luar rumah tanpa izin, aku akan tambah uang untukmu, jika memang kamu butuh uang," sahutku lagi.

"Pokoknya, nanti tanggal 5 September selesai, Mas," sahutnya membuatku cemas. Mau apa Mayang pada tanggal itu?

"Mayang, apa yang kamu lakukan nanti di tanggal 5 September? Bukan meninggalkan aku, kan?" tanyaku lagi. Kemudian ia pun bergeming. 

"Jawab, Mayang! Jangan diam begitu! Jangan bilang kamu ingin kita pisah, kita harus selesaikan masalah keluarga secara baik-baik!" cecarku dengan nada tinggi.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Ekstra Part

    Pov MayangSemua yang terjadi atas izin pemilik Sang Alam, jalan yang dipilih pasti yang terbaik untuk manusia.Proses melahirkan tidaklah ada yang beda, semua ada rasa sakit, maka dari itulah Allah menyebutkan bahwa ibu yang meninggal ketika melahirkan termasuk mati syahid.Keramaian ketika menyambut kedatanganku membuat kami semua berpencar."Mbak, kamu lihat Sita, nggak?" tanya Rayyan menyorot sudut netraku."Nggak, memang nggak bareng kamu?" tanyaku balik."Nggak, Mbak. Aku cari Sita dulu, ya!" Rayyan berlalu pergi dengan melangkah setengah berlari.Rumah ini lumayan besar, jadi kalau terjadi sesuatu, pastinya takkan terjangkau dengan mata. Kecuali, ada yang melihatnya."Aku mau bantu cari Sita dulu, ya!" ucapku pada Rindu, adik kembaranku."Aku ikut, Mbak," sahutnya merangkulku.Kemudian, kami mencari Sita ke sudut taman, tapi tak ketemui juga bobot tubuhn

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Bab 60

    Pov SitaAku tak menyangka semua sudah berakhir. Ibu mertuaku telah mengakui kesalahannya. Sekarang, semua akan baik pada Mbak Mayang. Beruntung sekali wanita itu, ia anak orang kaya dan ternyata Mas Ardan juga orang kaya raya. Tidak seperti aku yang harus menerima kenyataan memiliki suami yang kere.Aku sedang hamil anaknya, dengan usia yang rentan keguguran. Lebih baik memang aku tak usah melahirkan lagi anak dari Mas Rayyan. Percuma, hidupku akan susah terus menerus, karena didampingi oleh laki-laki kere dan mertua yang tidak mampu.Mumpung berada di rumah sakit, lebih baik aku melakukan aborsi saja di sini. Dari pada harus menanggung benih dari laki-laki yang tidak memiliki harta yang melimpah.Percuma rasanya menghasut Bu Diah bertahun-tahun jika akhirnya ia tersadar. Namun, ada sebagian harta Bu Diah yang sudah kuamankan di kampung. Ya, sebagian uang yang disuruh deposit oleh Bu Diah. Kini sudah kubelikan rumah da

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Bab 59

    Pov Bu Anika"Kalau bisa jangan ada pihak kepolisian," sahut Mayang."Itu harus, agar Bu Diah menyesal dan kapok," sambung Aldo."Tapi aku tidak ingin Bu Diah masuk sel," sahut Mayang lagi."Nggak, aku ingin Bu Diah sadar, meskipun kamu sudah disakiti olehnya, tapi berusaha untuk membantunya," usul Aldo."Bagaimana rencananya?" tanyaku."Ini kita butuh bantuan Rayyan, dan temanku yang bertugas di kantor polisi terdekat sini," ungkap Aldo.Kemudian, Aldo meminta ponselku untuk bicara dengan Rayyan."Halo, Rayyan, nanti ketemu di depan rumah sakit, kamu seperti sandiwara kecopetan atau jambret, ya," usul Aldo."Ya, kebetulan saya masih di depan rumah sakit. Saya tahu Ibu dan istri saya telah melakukan hal yang merugikan kalian, makanya saya sebagai anak dan suami, mencoba ingin membuat mereka sadar," ungkap Rayyan."Ya, itu saja dulu, untuk selanjutnya, nanti say

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Bab 58

    Pov Bu Diah"Kalian ini ngomong apa sih? Saya juga sadar kalau sudah tus," sahutku kesal. Wajahku sudah mulai bisa tenang."Kamu kan yang ngerjain keluarga kami? Bu Diah, kamu tak bisa mengelak itu, ngaku saja!" tekan Rindu."Ardan, bantu Ibu yang telah mengasuhmu, bantu Ibu Ardan!" pintaku, tapi ia menepis rengekanku. Tanganku ditepis ketika bergelayut di lengannya."Bu, sudahlah jangan sandiwara, Ibu kan yang meneror keluarga kami?" sentak Ardan. Rupanya mereka mengetahui apa yang kulakukan. Tahu dari mana mereka? Apa jangan-jangan Sita telah mengkhianatiku?Aku menggelengkan kepala, masih mengelak atas apa yang telah kulakukan."Bukan saya," elakku."Ngaku, Bu!" teriak Rindu."Diah, ngaku saja, bukti sudah kami pegang, sebentar lagi, pihak kepolisian akan membawamu ke kantor polisi," ujar Anika membuatku semakin ketakutan. Astaga, mereka benar-benar mengetahui perbuatanku, tapi jika

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Bab 57

    Pov Bu Diah"Sita, Rayyan sudah berangkat?" tanyaku pada Sita, menantu satunya. Kalau Mayang sudah tak anggap aku sebagai mertua, masih ada Sita yang bisa disuruh-suruh."Bu, Ibu udah bisa bicara? Maaf loh, aku pulang ketika Ibu sulit mengontrol mata dan mulut Ibu," ucapnya. Aku sudah melupakan hal itu, karena tahu ia sedang mengandung cucuku."Sudahlah, eh Ibu dapat cek senilai 1 milyar, bisa kamu cairkan," ucapku."1 milyar? Yang bener Bu?" tanya Sita dengan nada terkejut."Iya, kamu nanti ke sini, Ibu kasih kamu 20 juta, tapi harus ikutin apa kata mau Ibu dulu," suruhku. Untukku harus ada timbal balik, kalau aku kasih uang dua puluh juta, maka ia harus mengikuti perintahku lebih dulu."Apa Bu?" tanya Sita."Kamu teror Mayang dan keluarganya, suruh orang aja, pakai cara yang bikin Mayang stress, Ibu nggak rela Mayang sembuh," jelasku."Cara apa ya?" Sita berpikir sejenak.

  • ISTRIKU SERING MENANGIS   Bab 56

    Pov Ardan"Rumah Sakit Mayang Bhakti, mungkinkah ini Bu Diah?" tanyaku heran, tapi dadaku sudah bergemuruh ingin memakinya. Sudah dikasih ati minta jantung. Sudah diberikan kesempatan berkali-kali tapi tidak ada rasa penyesalanya sama sekali."Siapa, Mas? Bu Diah kah maksudnya?" tanya Mayang. Aku menyodorkan ponsel Aldo ke pangkuan Mayang. Rasanya aku sudah malu padanya."Tuh kan, apa kita laporkan ke polisi saja?" tanya Bu Anika."Tidak, Bu. Aku tidak ingin ke jalur hukum, nanti jadi panjang," cegah Mayang. Aku pun tak mampu berkata-kata, hanya kesal dan sesal telah berkali-kali menuruti keinginannya."Mayang, maafkan Bu Diah," ucapku sambil menutup wajah ini dengan kedua tangan. Malu pada Mayang terhadap kelakuan ibu asuhku."Kita kasih peringatan sekali lagi saja, sekalian tanya maksud Bu Diah itu apa?" usul Aldo.Aku yakin, tujuan Bu Diah hanya satu. Mayang stress dan tidak jadi berangkat ke lua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status