Bab 34POV Rina"Jadi Rama mantan suami Dik Rina?" tanya Pak Wahyu dengan tatapan penuh ke arahku saat kami berhasil meninggalkan Mas Rama yang akhirnya tak mampu berbuat apa-apa setelah aku mengancamnya hendak lapor polisi jika dia tetap dengan perbuatannya ingin memaksaku kembali ke rumahnya.Enak sekali laki-laki itu. Setelah luka yang dia torehkan begitu dalam ke sanubariku, dia ingin kembali lagi padaku seperti dulu? Tidak! Aku tak sebodoh itu untuk mengorbankan apa yang telah aku raih saat ini demi laki-laki yang hanya ingin memanfaatkanku saja itu.Aku menganggukkan kepala lalu menunduk."Iya, Pak. Mas Rama adalah mantan suami saya. Hari ini pernikahan kami berakhir dengan keputusan Pengadilan Agama. Jadi saya dan dia udah nggak ada hubungan apa-apa lagi, Pak.""Oh ya, Pak Wahyu kenal dengan Mas Rama? Mas Rama tadi juga bilang kalau Pak Wahyu sudah memecat dia dari pekerjaan? Apa ... Pak Wahyu adalah mantan atasan Mas Rama saat masih kerja di perusahaan kemarin? Kalau iya, maaf
Bab 33Pov Rama Aku menoleh dan refleks memberi arahan dan aba-aba agar mobil yang baru saja datang, bisa parkir dengan rapi di lahan yang telah disediakan, saat sebuah mobil SUV yang sepertinya cukup familiar di ingatanku, masuk kawasan mall.Ya, aku cukup familiar dengan jenis mobil tersebut dan juga warna serta nopolnya sebab dulu sering melihatnya parkir di area khusus direksi perusahaan di mana aku pernah bekerja kemarin.Mobil itu tepatnya adalah mobil perusahaan yang biasanya dipakai oleh Pak Wahyu, mantan pimpinan di mana aku kerja kemarin untuk transportasi beliau selama menjalankan tugasnya.Hmm ... untuk apa beliau ke mall ini ya? Belanja? Awas saja, kalau dia sudah masuk mall nanti, aku akan mengempeskan ban mobilnya diam-diam supaya dia panik dan kelimpungan memasang sendiri ban serep sebagai upaya balas dendam karena dia dengan seenaknya telah memecatku dari perusahan kemarin hanya karena aku telat masuk kantor!Ya, aku akan balas dendam supaya dia tahu sakitnya hatiku
Bab 32Pov RinaAku sedang menyuapi Aldi makan siang saat mendengar pintu diketuk pelan dari luar. Gegas kuletakkan piring dan meminta Aldi menghentikan makan sejenak untuk melihat siapa yang datang. Mungkin saja Nina, meski aku tak yakin sebab biasanya sahabatku itu akan mengabari lebih dulu bila ingin mampir atau datang ke rumah. Tapi ini tidak. Nina tak memberi tahu sama sekali sehingga aku tak cukup yakin jika yang datang itu adalah sahabatku tersebut.Benar saja, saat aku membuka pintu, aku menemukan seraut wajah kharismatik dengan tatapan teduh yang sesaat membuat jantungku berdesir. Desir yang membuatku terkadang mengutuk diri karena tak mampu menepis kehadirannya meski aku sadar tidak ada gunanya sama sekali.Aku tak tahu apa-apa soal Pak Wahyu, pun kedatangannya aku tahu hanya karena rasa tangung jawab yang begitu besar pada Aldi meski buah hatiku itu sudah lama sembuh dari sakitnya. Lalu apa yang aku harapkan darinya? Tidak ada. Apalagi statusku juga baru saja bercerai dari
Bab 31POV RINAHari ini, aku kembali menuju gedung pengadilan agama yang sama untuk menghadiri sidang ketiga gugatan perceraianku dengan Mas Rama. Hatiku berdebar kencang, berharap hari ini akan menjadi hari terakhir aku menginjakkan kaki di tempat ini. Semoga hari ini putusan cerai itu bisa aku dapatkan juga.Aku menggenggam tangan Nina erat-erat. Seperti dua sidang sebelumnya, sahabatku itu tetap setia menemaniku, menjaga Aldi saat aku harus mengikuti jalannya sidang. Aldi duduk di pangkuannya sambil bermain dengan mainan kecil yang Nina bawa dari rumah.“Tenang aja, Rin. Kalau Rama nggak hadir lagi di sidang hari ini, hakim pasti menjatuhkan putusan cerai. Kamu siap 'kan dengan status baru sebagai single mother nanti?” tanya Nina memberi semangat.Aku menjawab dengan anggukan kepala pasti. “Lebih dari siap, Nin. Semoga hari ini semuanya selesai ya. Doakan aku ya, Nin," ucapku sembari menggenggam tangan Nina.Nina balas menggenggam tanganku lalu kembali memberiku semangat."Pasti.
Bab 30POV RAMA "Mas, gimana? Dapat alamat Mbak Rina?" tanya Dewi saat untuk ke sekian kalinya aku pulang ke rumah setelah seharian pergi ke luar dengan tujuan mencari pekerjaan dan mencari keberadaan Rina. Namun, keduanya hasilnya nihil.Alih-alih dapat pekerjaan baru atau pun alamat baru Rina, aku hanya dapat rasa lelah saja. Ini sudah hari ke sepuluh aku mencarinya dan hasilnya nol besar hingga rasa putus asa pun mulai mendera hatiku."Belum, Wi. Mas belum dapat pekerjaan baru atau pun alamat baru Rina. Mas udah keliling, tapi gek ketemu juga. Mas capek, Wi. Nggak tau lagi harus nyari kemana," keluhku sembari menjatuhkan tubuh di kursi dengan perasaan lelah.Dewi mendesah kecewa lalu mengikuti gerakanku duduk di kursi plastik yang ada di sampingku dengan lemah."Terus gimana dong, Mas? Mana duit kita udah nggak ada lagi. Besok pagi mau makan apa coba? Aku juga udah berusaha nyari-nyari alamat Mbak Rina, tapi belum juga dapat. Padahal aku yakin banget dia pasti udah kaya sekarang,
Bab 29POV RamaAku baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah sewaan kami ketika Dewi dan Vita dengan sumringah menghampiriku. Wajah mereka terlihat penuh harap seolah tak sabar lagi menunggu kabar baik yang kubawa."Mas, gimana? Udah dapat kerjaannya?" tanya kedua adikku itu tanpa menunggu aku benar-benar masuk ke dalam rumah dan mengistirahatkan raga yang telah lelah setelah seharian berkeliling mencari pekerjaan baru.Aku menghela napas panjang, sebelum kemudian menjatuhkan tubuh di kursi plastik yang ada di ruang tengah dengan tetes keringat yang masih membanjiri dahi."Belum, Wi, Vit," jawabku lelah."Mas udah keliling ke beberapa perusahaan, tapi rata-rata minta pengalaman lebih atau udah penuh. Tapi Mas akan coba lagi besok," sambungku lagi.Dewi tampak kecewa mendengar penuturanku, begitu juga Vita dan Ibu yang berbaring di atas karpet tipis yang ada di ruangan ini. "Yaa, Mas ... sampai kapan dong kita akan hidup begini terus, Mas? Aku capek Mas, hidup penuh kekurangan. Huh
Bab 28POV RamaAku duduk di ruang tamu dengan kepala terasa berputar dan berdenyut kencang. Kepergian Rina membuatku gundah. Saat ini aku betul-betul terpuruk. Jadi tukang parkir liar tanpa sedikitpun diberi bagian oleh Yuni, membuat hidupku benar-benar berada di ujung tanduk. Apalagi Ibu, Vita dan Dewi sekarang juga tak punya apa-apa lagi. Dari kemarin mengeluh lapar tak bisa makan. Bagaimana mungkin aku tidak gundah?Vita dan Dewi duduk di depanku dengan wajah lesu. Ibu juga terlihat pucat, seolah kehilangan seluruh semangat hidupnya. Melihat itu, aku menarik napas panjang sebelum kemudian mengucapkan hal yang sejak tadi berkelebat di pikiranku."Vita, Dewi... sepertinya kalian harus berhenti kuliah," ucapku lirih, setengah putus asa.Mendengar ucapanku, seketika Dewi menoleh kaget. "Apa, Mas?! Berhenti kuliah? Yang bener saja, Mas?" ucapnya tak percaya.Aku menghela nafas panjang, lalu kembali melanjutkan ucapanku."Ya mau gimana lagi, Wi. Kita udah nggak punya uang lagi. Gimana
Bab 27POV Rama"Uang?" Aku garuk-garuk kepala. Barusan aku memang mendapatkan uang cukup banyak hasil kerja jadi tukang parkir liar bareng Mas Anton. Tapi kalau aku berikan pada Vita, apa Yuni tidak akan marah dan mengadu pada kakaknya kalau uang hasil markir hari ini berkurang dari biasanya? Aku tak mau lagi bertengkar dengan perempuan itu, takut imbasnya aku atau adik-adikku diam-diam akan ditarget oleh Mas Anton, setelah ibu yang aku curiga juga sakit karena dianiaya oleh kakak iparku itu.Tapi kalau aku biarkan Ibu kelaparan, apalagi katanya sekarang beliau dalam keadaan pingsan, apa sebagai seorang anak laki-laki, aku tega membiarkan?Ya, aku tak mungkin tega membiarkan ibu kandungku sendiri kelaparan. Biarlah aku bertengkar dengan Yuni, dari pada ibu dan adik-adikku mati kelaparan.Harusnya ada Rina yang menghandle kebutuhan ibu dan adik-adikku menjelang Yuni minta cerai dariku, tapi kata Vita barusan, istri pertamaku itu justru sudah kabur dari rumah dan mengatakan akan meng
Bab 26POV Rina "Terima kasih, Pak Wahyu, udah diantarin pulang dan dibiayai pengobatan Aldi. Terima kasih banyak," ucapku saat akhirnya aku dan Aldi sampai di kontrakan baru yang mulai hari ini akan aku tinggali bersama Aldi.Pak Wahyu tersenyum ramah."Sama-sama Bu Rina. Kalau begitu saya pulang dulu ya karena masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan.""Oh ya besok pagi insyaallah saya datang lagi ke sini ya, untuk mengecek kondisi Aldi. Sampai Aldi sembuh, saya akan bertanggungjawab untuk memastikan keadaannya. Takutnya Aldi kenapa-kenapa, besar penyesalan saya, Bu," sambung Pak Wahyu lagi sembari mengelus bahu Aldi.Mendengar perkataannya, aku buru-buru menyahut."Nggak usah, Pak. Merepotkan Bapak saja kalau Bapak harus datang ke sini lagi. Insyaallah Aldi udah nggak kenapa-kenapa kok, Pak. Bapak nggak usah terlalu khawatir," sahutku yang merasa tak enak jika Pak Wahyu terpaksa harus terus terusan menyempatkan waktunya untuk menjenguk Aldi dan mengecek kondisinya.Namun,