Bersama para pekerja dan tim, saat ini Abe sedang memantau lokasi pendirian hotel. Sejak siang hari, Abe sudah berada di sana bersama Ayman. Namun, karena ada sedikit urusan mendesak, Ayman terpaksa undur diri dan meninggalkan Abe yang berencana akan menginap di bangunan hotel yang sudah jadi, dan memang sengaja dibuat untuk peristirahatan Abe jika berkunjung ke sana.
Sejauh ini, pembangunan hotel tidak memiliki kendala yang berat dan berjalan sesuai rencana. Kalaupun ada, hal itu masih bisa diatasi dengan baik. Selain itu, bangunan hotel yang sudah rampung sekitar 50% dan benar-benar sudah terlihat indah di bagian belakangnya, di mana sebuah taman luas sudah ditumbuhi pepohonan dan bunga serta terasa sejuk nan memanjakan mata.
Waktu sudah menunjukan jam 11 malam. Abe terlihat baru selesai berendam air hangat dan berganti pakaian untuk bersiap tidur. Sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil, Abe meraih handphone yang dia letakkan di atas nakas untuk membaca beberapa memo yang dia buat demi keperluan pekerjaan. Berdecak pelan, Abe terlihat kesal karena melupakan sesuatu di rumah. Menimbang sebentar, akhirnya Abe langsung menyambar kunci mobil dan bergegas menuju garasi. Malam ini juga, Abe harus mengambil berkas yang tertinggal di rumah peristirahatan dan jaraknya sekitar 30 menit dari lokasi hotel. Menembus gelapnya malam, Abe mengendarai mobil sedikit berhati-hati, terlebih karena melewati jalan yang lumayan curam.
Sebuah mobil jeep baru saja memasuki pekarangan rumah besar yang tampak sepi. Seorang pria gagah keluar dari dalam mobil dan disambut oleh seorang pria tampan serta tengil yang tak lain adalah Ayman. Keduanya berjabat tangan dan berpelukan ala pria-pria cool jaman sekarang.
“Lama banget sih baru datang! Macam siput bawa mobil saja!” oceh Ayman yang sudah 3 jam menunggu kedatangan dua sahabat baiknya.
“Sorry, tadi si Kiki mencret-mencret, jadi rehat terus setiap ada pom bensin!” sahut Adit menjelaskan akan keterlambatannya yang sudah tengah malam.
“Terus mana si Kiki? Suruh turun buru, di luar dingin!” ucap Ayman dengan mata menatap mobil yang terparkir dengan tenang.
Adit tergesa mendekati kembali mobil jeep dengan lampu yang masih menyala. Membuka pintu penumpang, akhirnya Kiki keluar. Dengan cepat Kiki membopong sesosok tubuh wanita yang dibawa layaknya karung beras menuju Ayman yang kini diam terpaku.
“Eh, Curut! Itu anak siapa yang lo bawa, huh?” tanya Ayman yang berdiri menghadang Kiki seolah tak keberatan membawa tubuh yang memang terlihat kecil.
“Makanan kita! Sudah cepat tunjuk di mana kamarnya, bagong!” sewot Kiki tak sabaran. Tak mendapat jawaban, Kiki yang diikuti Adit langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan Ayman yang masih bingung dan garuk-garuk kepala kebingungan.
“Isshh, si kamvret emang! Bawa cewek gak bilang-bilang!” gerutu Ayman terlihat kesal.
Melihat sekeliling untuk memastikan jika tak ada orang yang melihat, Ayman bergegas menutup pintu dan masuk untuk menyusul kedua temannya yang telah lebih dulu masuk. Ayman melihat kedua temannya muncul dari kamar atas dan dengan cepat menuruni anak tangga.
“Siapa dia?” tanya Ayman setibanya Kiki di hadapannya.
“Makanan kita malam ini. Kita gak sengaja nemuin dia jalan sendirian tengah malam. Ya sudah, gue ajak daripada kedinginan. Kasihan!” sahut Kiki asal yang diangguki Adit.
“Eh kamvret! Ini bukan rumah gue, tapi rumah Abe. Kalau dia tahu, bisa mati kita semua!” omel Ayman tak suka dengan tindakan arogan sahabatnya yang tak tahu diri.
“Gue minta kalian ke sini bukan buat senang-senang, tapi anterin berkas yang gue minta. Sekarang mana berkasnya?” tanya Ayman berapi-api.
“Ada di mobil noh! Elah, Man, gitu doang marah-marah!” Adit menginterupsi dengan wajahnya yang menyebalkan.
Ayman memijat pelipisnya yang mendadak pusing menghadapi kedua orang stress dari kota yang dia undang. Tak berapa lama, Kiki datang membawa berkas di tangan kirinya serta kantung plastik berisi minuman yang tak lain adalah beer, dan langsung dia letakkan di atas meja.
“Nih!” ucap Adit menyerahkan map pada Ayman yang memutar bola matanya malas.
“Enak banget nih rumah, sepi. Keenakan sambil teriak-teriak amanlah ya, tak ada yang dengar!” ucap Adit dengan mulut frontalnya.
“Gak ada pembantu, Man?” tanya Kiki kali ini.
“Ada, cuma lagi pulang ke rumahnya untuk malam ini karena ada acara keluarga,” jawab Ayman yang tengah memeriksa lembaran map di tangannya.
“Ya sudah hayo, kita sikat tuh cewek. Mau siapa yang duluan? Mumpung belum sadar!” ucap Kiki tanpa mau basa-basi.
Ayman menutup map yang sedang dia baca dan meletakkannya ke meja. Wajah Ayman seolah menimbang atas tawaran keji kedua temannya. Dengan kedua mata yang melihat jelas, Ayman tahu jika Adit sedang memasukkan sesuatu ke dalam sebuah gelas yang beberapa saat lalu diambilnya dari dapur. Obat perangsang. Dengan yakin, Adit menyerahkan gelas itu kepadanya.
“Habisin! Biar lo makin hot gasak tuh cewek. Gue serahin lo jadi yang pertama. Iyakan, Ki?” kata Adit pasti yang langsung diangguki oleh Kiki dengan seringaian mesum.
Ayman menerima ragu gelas berisi minuman yang telah dicampur obat perangsang oleh Adit. Menatapnya sambil menggoyangkan beberapa kali seolah mempertimbangkan tawaran kedua temannya. Bergumam pelan, Ayman yang sudah seminggu tidak menyentuh wanita, tentu sangat merindukan kegiatan rutinnya tersebut. Tak dia pungkiri, jika tiba-tiba daerah pribdinya terasa berdenyut meminta diberi jatah segera.
“Ah, kamvret kalian! Tombak gue ngajakin senam tengah malam!” beo Ayman yang tak tahan dengan godaan setan di hati dan hadapannya.
Perlahan tangan kanannya bergerak mendekati mulut yang siap menikmati minuman mujarab tersebut, hingga akhirnya terhenti ketika terdengar suara mobil yang memasuki pekarangan rumah. Mendengar suara mobil yang kian mendekat, Ayman sontak berdiri dan menghampiri jendela untuk melihat siapa yang datang.
“Mampus gue! Abe pulang. Mati gue kalau dia tahu kalian datang!” ucap Ayman kalang kabut melihat mobil Abe yang baru saja terparkir di sebelah mobil jeep milik Adit.
“Setan! Bagaimana ini, Man?” seru Kiki yang kini ikut mengintip di balik jendela bersama Adit.
“Gimana-gimana gigi lo gondrong! Elo pada yang bikin runyam, kambing!” ucap Ayman mulai sewot dan hilang kendali.
Ketiganya terlihat mondar-mandir tak jelas, berpikir apa yang harus dikatakan kepada Abe dan tak diduga ternyata malah kembali ke rumah ini. Padahal seharusnya dia menginap di hotel bersama tim yang lain. Di luar rumah, Abe menatap bingung sebuah mobil yang terparkir dan tak dikenalnya. Menelisik sesaat, Abe memandang arah rumah karena lampunya masih menyala, pertanda jika di dalam masih ada yang belum tidur.
“Mobil siapa ini? Apa iya Mama datang?”
Berdiri sebentar, Abe mengayunkan langkahnya ke dalam rumah. Dia yakin benar jika ada orang yang datang dan masih berbincang di dalam. Selangkah memasuki pintu, tiba-tiba Abe dikagetkan oleh Ayman beserta lainnya yang muncul dengan tiba-tiba.“Eh, Be!” ucap Ayman menyapa lebih dulu sebagai pengalihan rasa cemasnya yang ketahuan Abe karena telah mendatangkan tamu tanpa seizinnya.Berkerut kening, Abe tak menjawab dan menatap kedua teman Ayman yang baru datang mengekori Ayman penuh selidik. Keduanya tampak sep
Waktu sudah menunjukkan jam 3 dini hari. Ayman dan lainnya sedang menuju arah pulang karena membatalkan rencana ke kota karena teringat dengan gadis tak dikenal yang diculik Adit dan Kiki, serta mereka tinggalkan di kamar. Melaju dengan kecepatan penuh, Ayman mengendarai mobil jeep seperti seorang sopir ingin buang hajat membuat yang lainnya berteriak karena ketakutan.“Anjirr, Man, pelan-pelan kamvrettt!” omel Adit yang duduk di sebelah Ayman yang mengemudi ugal-ugalan.“Diam lo, jangan banyak bacot.
Dengan tubuh kaku, Ayman berdiri menatap ke arah ranjang besar di depannya. Matanya menelisik tajam melihat pakaian berserakan di lantai dan bergulir pelan ke atas ranjang besar di mana nampak seorang pria dan wanita terbaring di sana. Seorang pria yang tak lain adalah Abe terlihat begitu pulas tertidur layaknya orang kelelahan, dan berbanding terbalik dengan seorang wanita yang meringkuk di tepi ranjang dengan selimut menutupi tubuhnya.Tak berapa lama, duo kadal buntung sampai dan berdiri tepat di samping Ayman yang hanya bungkam. Keduanya melihat Ayman seperti sedang melihat hantu dan menggeser pandangan ke arah apa yang Ayaman lihat. Perlahan mata mereka yang awalnya biasa kini berubah melotot sempurna mendapati pemandangan yang sejak tadi tak diharapkannya. Namun, harapan tinggallah harapan. Apa yang mereka khawatirkan telah terjadi.“Gue kata juga apa, Man. Pasti Abe yang minum!” gumam Adit menarik lengan baju Ayman yang masih terpaku.“S
Setelah semuanya beres dan tak meninggalkan jejak apa pun, ketiga trio gundal gandul itu bergegas meninggalkan rumah Abe. Semua lampu di dalam rumah sudah dimatikan seolah Abe sudah mengecek kondisi rumah dengan baik sebelum dia beranjak tidur. Mobil membawa tubuh Ayumi tak sadarkan diri langsung bergerak meninggalkan pekarangan yang kembali sepi. Kiki melajukan mobil dengan kecepatan penuh, di sebelahnya tampak Adit sesekali melirik pada Kiki yang tentu merasa jika Kiki mengendarai mobil tergesa-gesa."Ki, hati-hati bawa mobilnya, anjir. Gak lucu kalau kita mati nyemplung ke jurang dalam keadaan belum kawin!" gerutu Adit yang berpegangan kuat pada pintu mobil."Lo diam saja, kupret. Kalau pelan-pelan gak keburu, bentar lagi warga mulai pada bangun!" beo Kiki menjawab kepanikan Adit."Baru jam 3, anjirr!" sambar Adit lagi."Heh, blegug. Ini tuh pedesaan alias pegunungan. Warganya rajin bangun pagi, kagak kayak kita dari kota yang tidur tengah malam
Ayman melajukan mobilnya kembali menuju tempat di mana dia telah meninggalkan Ayumi terbaring di sebuah gubuk bambu. Sesampainya di sana, waktu sudah menunjukkan jam 05.30 waktu setempat. Suasana perkebunan yang semula gelap gulita sudah mulai terang dan nampak para warga memulai aktifitasnya masing-masing. Dari kejauhan, Ayman bisa melihat gubuk bambu di mana Ayumi berada tengah dikerumuni beberapa warga, hingga beberapa saat sebuah mobil tiba dan membawa tubuh Ayumi. Memberanikan diri, Ayman turun dari mobilnya dan menghampiri warga untuk sekedar bertanya."Permisi, Pak. Ada apa ya, kok ramai-ramai?" kata Ayman menyapa seorang pria paruh baya bersama seorang wanita yang diduga istrinya."Ada gadis dibuang dan sepertinya korban pemerkosaan karena hanya mengenakan selimut yang dibungkus seperti kepompong!" jawab bapak paruh baya itu."Gadisnya cantik banget lagi, tapi untungnya pelaku masih berbelas kasih menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, ya, Pak!" sambar sang w
Waktu sudah menunjukkan jam 8 pagi, Ayman yang baru tiba di kediaman Abe secepat kilat masuk ke dalam rumah dan membaringkan tubuh ke ranjang yang belum dia sentuh sejak semalam. Tubuhnya benar-benar lelah dan belum tidur sama sekali, tapi rasa cemas, dan bersalahnya terus menggelayut di hati dan pikirannya, sehingga tak ada rasa kantuk yang dirasakan. Tubuh besar dan kekarnya terlentang di ranjang tanpa melepas kaos kaki putih yang membalus kakinya. Matanya menatap langit kamar yang terang akan sinar matahari pagi yang masuk dari jendela. Ayman membuka jendela kamar dan membiarkan udara dari halaman belakang masuk untuk menyapa paru-parunya yang mendadak sesak karena beban bersalah terus menggelayut di hati."Gadis yang cantik, tapi sudah dimiliki Abe!" ucap lirih keluar dari bibir Ayman yang entah disadarinya atau tidak."Jika Abe tak pulang, pasti gadis itu sudah jadi milikku," gumam Ayman terdengar lagi.Perlahan-lahan, mata Ayman mulai berkedip pelan, hingga akhirnya t
Di rumah Kepala Desa, sekitar jam 11 siang akhirnya Ayumi tersadar dari pingsannya. Ayumi langsung terisak sambil memeluk tubuhnya dan bersandar di kepala ranjang. Kepala Desa bernama, Dirman serta istrinya, Ellis, tampak iba melihat Ayumi yang terisak. Ellis duduk di tepi ranjang dan memeluk tubuh Ayumi guna menengkannya."Tidak apa-apa, Nak. Kamu sedang di rumah kami. Jangan cemas!" ujar Ellis mengelus punggung Ayumi. Ayumi melepas pelukannya dan menatap Ellis dengan mata berkaca."Ibu siapa dan saya ada di mana?" tanya Ayumi pelan."Saya Ellis, ini suami saya, Dirman, dan dia Kepala Desa di sini. Kamu berada di desa Sukatenang," sahut Ellis menjelaskan pada Ayumi yang menghapus air mata di pipinya."Terima kasih sudah menolong saya. Semoga Allah membalas kebaikan kalian!" ucap Ayumi tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam. Sepasang suami istri itu membalas ucapan Ayumi dengan senyuman. Kuat sekali pikir mereka karena Ayumi masih bisa tersenyum, walaupun san
Setahun kemudian, pembangunan hotel milik Abe telah rampung dan beroperasi. Kondisi hotel selalu ramai setiap akhir pekan karena banyaknya pengunjung yang berlibur ke daerah tersebut berkat alamnya yang masih sejuk dan jauh dari polusi. Perkebunan teh terbentang luas memanjakan mata dan bisa dilihat dari hotel tersebut serta taman bunga yang sengaja dirancang dan menyatu dengan hotel sebagai tempat rekreasi.Di Jakarta, Abe tentu sibuk menjalankan usaha lain serta banyak berdiskusi dengan ibunya, Mariana, yang memiliki pengalaman jauh lebih mumpuni. Rencananya, Abe akan kembali membangun hotel di daerah Kalimantan, tapi lokasinya masih belum ditentukan karena masih melakukan beberapa survey di beberapa tempat, sehingga akhir-akhir ini Abe yang masih setia ditemani oleh Ayman mondar-mandir ke Kalimantan.Untuk hotel yang ada di Sukamekar di mana Ayumi berada, Abe sudah tak pernah berkunjung ke sana sekitar enam bulan lalu karena sibuk mengurus pekerjaan lain, dan hanya Ayma