Share

Again

Mansion Ray..

“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.

“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”

“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”

Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.

Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray memberikan banyak cerita di dalam hidupnya.

Cerita yang hampir mengubah seluruh hidupnya. Membuat Kiara tidak bisa mengendalikan jalan cerita yang selama ini ia tulis. Sejuta lembar cerita yang sudah ia tulis tidak ada gunanya karena Ray mengubah alur cerita yang semestinya.

Kiara memang mengeluh dengan apa yang terjadi di hidupnya saat ini. Ia ingin sekali protes pada Tuhan atas semua luka yang ia alami. Tapi mana mungkin ia bisa?

Protes kepada Tuhan? Apa ia sudah kehilangan akal sehatnya? Kiara masih waras. Ia tahu ia itu tidak sebodoh itu. Tuhan memberinya ujian, bukan luka, jika ia lulus maka ia akan menemukan kebahagiaan. Itu yang sampai saat ini Kiara percayai.

Pertanyaannya, sampai kapan ujian itu akan terus berlangsung?

“Kiara..” Panggil Ray parau.

Kiara telonjak kaget saat Ray memanggil namanya. Kiara menoleh ke arah Ray. Laki-laki yang melecehkannya itu akhirnya berbicara dengannya setelah 'sekian lama'.

Jantungnya berdetak lebih kencang. Munafik jika ia tidak takut pada Ray. Mata itu, tatapan itu, sorot mata yang sama, tajam dan menusuk. Kiara masih mengingatnya dengan sangat jelas.

“A..a.. ada apa Anda memanggil sa..saya?” Jawab Kiara terbata-bata.

Ia kesulitan menelan ludahnya. Di depannya sekarang adalah sosok yang menguasai jalan cerita hidupnya. Sang pembuat skenario, heh?

Tanpa Kiara duga, dengan sangat cepat Ray mencium dirinya. Menciumnya dengan sangat kasar.

Menjijikkan!

Kiara berusaha melepaskan ciuman kasar Ray, tapi tidak berhasil. Ray sudah sangat kuat mengunci tubuhnya. Ia selalu saja kalah tenaga dengan Ray.

Setiap Kiara berusaha melepaskan diri, Ray akan semakin kasar memperlakukannya. Tapi Kiara tahu pasti jika apa yang Ray lakukan padanya itu salah, ia sebisa mungkin menahan Ray. Tapi ia bisa apa, Ray bukanlah lawan yang ‘sepadan’ untuknya.

"Saya mohon. Berhentilah, Tuan!" Air mata Kiara mengalir bersama rasa takut yang tak terkira.

Ray menyeret tangan Kiara dengan kasar menutu kamarnya. Kiara bisa merasakan bagaimana Ray mencengkram kuat tangan mungilnya. Rasanya sakit sekali. Kiara bisa melihatnya dengan jelas ada bekas cengkraman di pergelangan tangan kanannya.

Memerah!

Ray benar-benar sangat kuat mencengkramnya. Kiara kembali memberontak, mencoba melepaskan diri dari Ray. Sekali lagi, ia gagal! Kiara hanya pasrah saat Ray menghempaskan tubuhnya di tempat tidur Ray.

“Siapa laki-laki itu?” Tanya Ray pelan.

"..." Kiara terdiam tidak menjawab.

Ray kesal karena Kiara tidak menjawab pertanyaannya. Ray meninggikan suaranya. “SIAPA LAKI-LAKI ITU? Apa dia teman tidurmu yang lain, heh?”

Merasa terhina dengan kata-kata Ray membuat Kiara reflex mengayuhkan tangannya.

PLAAAKKK

Kiara menampar Ray dengan sisa tenaganya.

Bagaimana bisa Ray menghinanya dengan sebutan seperti itu?

Apa Ray fikir jika dirinya itu adalah wanita rendahan yang bersedia tidur dengan lelaki mana saja?

Serendah itukah Ray memandangannya setelah apa yang sudah Ray lakukan padanya?

Mendengar Ray merendahkan harga dirinya itu jauh lebih menyakitkan daripada harus mengakui jika Ray sudah melecehkannya!

Apa yang ada di dalam otaknya Ray? Bukankah selama ini hanya Ray yang berani menyentuhnya? Bagaimana Ray bisa mengatainya jika ia memiliki teman tidur lain?

Menyesakkan dada.

Kiara memegang dadanya kencang. Ia tak habis fikir. Kesal.

Ray bisa merasakan pedihnya tamparan dari Kiara yang mendarat di pipi mulusnya. Anehnya bukan merasa kesakitan, Ray justru tersenyum dengan tatapan amarah setan.

"Berani juga kau." Kata Ray.

"..."

Dengan sekali dorongan ia menindih Kiara. Kiara akan mengerahkan seluruh tenaganya agar Ray tidak seenaknya saja mempermainkannya seperti malam itu.

"JANGAN MENOLAKKU!" Kata Ray.

"Saya mohon. Jangan lakukan ini lagi!"

"Jangan? Kau tidak memiliki hak untuk menolakku!"

"Tuan Muda, saya mohon. Jangan lakukan! Jangan lakukan lagi!"

Kiara semakin ketakutan. Air mata yang begitu banyak mengalir di kedua pipinya tak mampu meluluhkan hati Ray untuk sekedar mengasihaninya.

Ray justru semakin kasar dan brutal. Bak binatang memperlakukannya.

Kiara berusaha dengan sangat keras meski pada akhirnya ia kembali gagal karena Ray melakukannya lagi. Ray melakukan hal yang sama seperti malam kelam itu.

Ini gila, sungguh gila, seperti jatuh ke dalam lubang gelap yang sama. Ia hancur untuk yang ke sekian kalinya.

Kiara menangis meratapi keadaannya yang terlihat sangat buruk itu. Ia marah, ia kesal, ia kecewa, ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

Kiara hanya bisa menangis saat Ray menikmati tubuh indahnya seperti iblis laknat dari neraka.

Tanpa ampun, tanpa belas kasihan. Mengoyak setiap inchi tubuhnya. Lebih sakit dari malam itu.

Ya..

Peristiwa keji malam itu terulang lagi di saat ia mencoba menyembuhkan lukanya. Usahanya sia-sia. Kenapa ia tidak bisa melawan? Kenapa ia hanya bisa diam? Kenapa ia hanya bisa pasrah begitu saja? Kenapa ia tidak bisa melakukan sesuatu? Kenapa hal itu harus terjadi lagi padanya? Kenapa harus ia? Kenapa harus ia yang mengalami semua itu?

Jika boleh egois, Kiara selalu bertanya, salah apakah dia? Dosa apa yang ia perbuat sehingga ia harus mendapatkan ganjaran yang memberatkannya? Kenapa?

Kenapa?

Tuhan, kenapa harus dirinya?

.

.

.

Kiara dengan gemetaran mencoba merapikan pakaiannya yang berantakan. Ia sesekali menoleh ke arah Ray yang tertidur pulas di sampingnya. Air matanya kembali menetes.

Jika dia melihat lebih dekat wajah tampan Ray, ia tidak pernah berfikir jika tampang polos Ray itu sanggup melakukan hal keji padanya. Tapi nyatanya pemikirannya terhadap Ray salah, Ray tega melakukannya. Ray bahkan bisa tersenyum dengan sangat manis.

Kiara merutuki dirinya karena sempat mengakui jika Ray memiliki senyuman yang sangat manis. Senyuman yang membuatnya tidak mengerti. Senyuman yang seolah melelehkan pertahanannya. Akal sehatnya tidak mau menelaah lebih dalam. Ia terbawa permain Ray. Ray memegang peranan penting dalam scenario hidupnya. Ray mengendalikan segalanya.

.

.

.

Setelah Kiara selesai merapikan pakaiannya, ia beranjak dari tempat tidur Ray. Entah ia sadari atau tidak, tangannya bergerak menarik selimut dan menyelimuti Ray yang tengah tertidur pulas.

Meski ia kacau, tapi ada sisi lain yang membuatnya tidak mengerti. Ia hanya menuruti naluri yang mengalir begitu saja. Ia kembali menangis dalam diam, lalu dengan gontai ia meninggalkan kamar Ray. Saat Kiara menutup pintu kamar Ray, Yuna sudah berada di depan kamarnya yang memang berada di samping kamar Ray.

Kiara mematung.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Theresia Debbie
knp tdk pergi saja, kan punya teman senior
goodnovel comment avatar
ZiChimi
aku bantu review deh
goodnovel comment avatar
ZiChimi
keren loh..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status