Share

Meet Ren Dirga

Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.

Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.

Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.

Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.

Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ibu tua karena tidak bisa mengambilnya di rak margarin yang tinggi.

Melihat hal itu, Yuna hanya kembali tersenyum sambil mendorong trolli belanjaan yang baru ia sadari jika sudah penuh dengan semua kebutuhan dapur.

Ini akan menyenangkan jika Kiara itu adalah saudaranya. Sejenak ide itu terlintas di benak Yuna.

“Ah melelahkan sekali. Hei Kiara, cobalah smooties strawberry ini! Ini enak sekali.” Kata Yuna sambil menyodorkan smooties strawberry yang baru ia dapatkan dari pelayan kafe yang ada di supermarket itu.

“Tapi aku sudah memesan rasa cokelat.”

“Sudahlah, sedikit saja. Ayo!”

Kiara meminum smooties strawberry yang Yuna tawarkan padanya. “Hmm, ternyata enak juga. Kupikir rasanya akan sangat asam, ternyata tidak begitu. Ini bahkan sangat enak.”

“Sepertinya kau tidak menyukai rasa asam?” Tanya Yuna.

“Ya begitulah, Yuna. Aku hanya tidak kuat dengan rasa asam. Di lidah bagaimana rasanya gitu, di perut juga tidak nyaman. Kadang juga, gigiku akan ngilu setelahnya dan itu benar-benar membuatku tidak nyaman sama sekali.”

"Sayang sekali, padahal asam itu vitamin C-nya banyak loh."

"Hm, mau bagaimana lagi. Tidak suka kan tidak bisa dipaksa untuk suka."

Kiara dan Yuna hanya berbincang ria untuk mengobati rasa lelah mereka setelah belanja.

Tak jauh dari kursi yang mereka berdua tempati, sosok laki-laki berparas tampan tengah mengawasi mereka. Setelah memastikan dengan yakin, sosok laki-laki itu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju tempat dimana Kiara dan Yuna tengah duduk.

“Kiara…”

Kiara menoleh kepada sosok laki-laki yang memanggilnya. Matanya membulat lebar. “Se..senior?” Kaget Kiara.

Sementara Yuna hanya terdiam belum mengerti.

“Kau kemana saja? Kenapa kau menghilang begitu saja? Apa kau tidak tahu jika aku mencarimu?”

“Ma..maafkan aku senior, bukan maksudku seperti itu.”

“Aku tahu semua yang terjadi padamu. Kenapa kau tidak mengabariku, hah?” Laki-laki itu meninggikan suaranya membuat hampir seisi kafe menoleh ke arah mereka.

Merasa menjadi pusat perhatian, akhirnya Kiara meraih tangan laki-laki itu dan mengajak laki-laki itu unutk berbicara di tempat yang lebih sepi, di tempat parkir mobil.

Yuna hanya mengekor mereka berdua di belakang. Yunapun juga menjaga jarak untuk memberikan ruang privasi mereka. Yuna hanya bisa melihat dua muda-mudi yang tengah bercengkrama seperti pasangan kekasih yang sedang bertengar.

Tanpa mereka sadari, ada sosok lain yang mengawasi mereka dari dalam mobil.

“Aku kau anggap apa, Kiara? Aku memiliki segalanya. Aku juga tidak masalah untuk membantumu.”

“Karena kau memiliki segalanya itu yang aku tidak bisa. Senior, ada orang baik yang menolongku.” Kiara agak berat mengucapkan kata orang baik. Ray yang membuatnya kesulitan.

“Apa orang itu memperlakukanmu dengan baik?”

Tidak sama sekali jika ingat pelecehan Ray malam itu.

“Hm, bahkan aku diberi kamar yang luas, makanan yang lezat. Senior Ren jangan khawatir!” Kiara tersenyum pada Ren.

REN?

Benar, Ren Dirga yang sedang berbicara dengan Kiara saat ini. Ren yang begitu sangat menghawatirkannya. Ren yang ia panggil senior.

Tanpa Kiara duga, Ren menarik tubuhnya ke dalam pelukkan. Ren memeluknya dengan sangat erat.

Kiara merasa canggung dengan pelukan itu karena Ren sangat jarang memeluknya. Kiara berusaha melepaskan pelukan Ren, tapi tidak bisa. Ren masih tidak mau melepaskan pelukannya.

Pelukan khawatir, cemas, takut, senang, dan rindu yang bercampur aduk. Ren hanya sedang mengekspresikan perasaannya yang tidak bisa ia jelaskan saat ia akhirnya berhasil menemukan Kiara, sosok yang yang selama ini ia cari.

“Senior, sepertinya aku harus segera pulang. Aku tidak enak dengan temanku yang sedang menungguku.” Pinta Kiara.

“Bawa handphone ini agar aku bisa menghubungimu sewaktu-waktu!” Kata Ren sambil menyodorkan sebuah smartphone dari dalam saku celana kerjanya.

Kiara menerimanya.

"Te..terima kasih, Senior."

"Iya. Ingatlah untuk selalu memegang hadphone ini, aku pasti akan menghubungimu! Kau mengerti?"

"Iya, aku mengerti."

.

.

.

Sosok lain yang mengawasi mereka dari dalam mobil hanya diam dengan tatapan yang sulit diartikan. Penuh tanda tanya dan terlihat sedikit… kesal?

Matanya menatap tajam ke arah Kiara dengan seorang laki-laki. Meski tidak tahu apa yang Kiara dan laki-laki itu bicarakan, tapi ia mencoba sedikit menebak dengan otaknya. Ia memiliki otak yang sangat jenius, sepertinya hanya menceritakan hal yang ia lihat itu suatu hal yang sangat mudah.

Seperti mendiskripsikan sebuah gambar dalam soal bahasa Indonesia. Misalnya, gambar itu menunjukkan dua orang lawan jenis yang tengah berpelukan. Apa itu sebuah hubungan? Hubungan apa? Keluarga? Tidak mungkin, pelukannya sangat erat. Cinta? Ayolah, kadang persahabatanpun bisa.

Jujur saja banyak pertanyaan yang membanjiri setiap sudut otaknya.

Siapa laki-laki itu?

Kenapa memeluk Kiara dengan eratnya?

Kenapa memberikan handphone pada Kiara?

Kenapa mereka terlihat serasi?

Pertanyaan-pertanyaan itu kembali menghampiri otak jeniusnya. Pertanyaan yang menurutnya aneh dan tidak masuk akal.

Bagaimana bisa seorang Ray bisa memiliki pertanyaan tidak penting seperti itu?

Ray?

Ray adalah sosok lain yang mengawasi Kiara dan Ren dari dalam mobilnya. Sebenarnya ia tidak berminat menanggapi drama mellow yellow ala FTV yang ada di depannya itu.

Jika bukan hanya karena janji temu dengan klien di kafe yang ada di lantai paling atas gedung supermarket itu, mana mungkin ia akan bertemu dengan Kiara dan sosok laki-laki yang tidak ia ketahui.

Sekali lagi, itu hanya unsur ketidak sengajaan.

Tapi, rasa penasarannya yang entah datang dari mana membuatnya ingin tinggal sementara.

Menguping? Menguntit? Detektif?

Ray tidak tahu menyebut dirinya itu apa. Daripada ia menjadi pusing, lalu akan membuatnya jatuh sakit, mungkin saja bisa membuatnya pingsan, lebih baik ia menyalahkan mesin mobilnya dan meninggalkan drama mellow yellow ala FTV itu. Memang sangat berlebihan, yang jelas ada sedikit rasa aneh di dadanya.

Ingat, hanya sedikit! Sedikit!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status