Share

Kiara Feels Insecure

Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.

Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.

Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.

Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.

Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.

Sampah? Menjijikkan?

Serendah itukah dirinya?

Kiara adalah tipe orang yang sangat menjaga harga dirinya. Itulah mengapa ia akan merasa hina jika ada orang yang merendahkan harga dirinya. Apalagi dengan cara yang sangat keji seperti yang Ray lakukan padanya.

Dilecehkan dengan sangat keji itu adalah hina dan menjijikkan!

Sepertinya ia sudah tidak pantas lagi menampakan dirinya di depan umum. Menampakkan dirinya? Menampakkan wajahnya saja terasa begitu berat. Ingin rasanya memakai topeng untuk menutupi malunya.

.

.

.

Pertanyaannya, kenapa pagi ini Kiara nampak senang? Bahagia karena bisa belanja ke supermarket bersama Yuna? Tidak! Ia muak dengan dirinya. Ia muak karena setiap ia berada di mansion, ia akan bertemu dengan Ray.

Bukankah ini kontradiksi dengan rasa malunya akibat menanggung aib itu? Ini memang benar, namun, di mansion milik Ray pun juga rasanya sulit bernafas.

Ia bertanya dalam hati, kenapa ia selalu bertemu dengan Ray di setiap sudut ruangan maupun tempat di mansion Ray yang begitu luas dan besar itu?

Setiap kali ia bertemu dengan Ray, ia akan teringat dengan kejadian malam itu. Malam yang begitu menyakitkan baginya. Karena malam itu ia kehilangan harta satu-satunya yang selalu ia pertahankan.

Kiara ingin sekali melampiaskan semua amarahnya pada Ray, tapi entah kenapa hatinya tidak mau sependapat dengan otaknya. Hatinya justru menyuruhnya untuk menerima.

Ray adalah pemilik mansion, sementara dirinya hanya menumpang. Itu fakta yang tidak bisa disanggah.

Hanya saja, Kiara tidak bisa melepaskan prinsip hidup yang selalu ia tekankan pada dirinya sendiri. Menjaga harga diri itu harga mati!

Kadang terlalu menghakimi diri dengan prinsip itu terlalu berlebihan.

Hidup itu tidak akan pernah ada yang tahu ke depannya. Banyak hal yang tidak diharapkan terjadi. Sedih dan kecewa itu wajar, tapi apakah berhak sebagai manusia biasa menyalahkannya?

Tidak!

Hidup itu untuk berjuang memperjuangkan semua asa dan mimpi. Nanti bagaimana besar usaha kita untuk menggapainya, maka Sang Penguasa dunialah yang akan menentukannya. Setidaknya seperti itulah yang Yuna katakan pada Kiara.

Yuna akan terus berusaha menyemangati Kiara, karena hidup itu hanya sekali, dan karena sekali itu pula sebagai manusia bijak sebaiknya selalu berusaha dengan keras agar tidak terselubungi kabut gelap karena penyesalan.

“Tidak apa-apa, Kiara. Jangan kawatir! Jangan menutup dirimu seperti itu! Kita aman di sini, tidak ada kak Ray!"

Bukan karena sosok Ray untuk saat ini, tapi tatapan orang-orang yang ada di supermarket terasa begitu mengintimidasi dirinya.

"Mata mereka menatapku dengan tatapan menjijikkan."

"Stop jangan berpikir yang tidak-tidak, Kiara!" Yuna mencoba memberi saran pada Kiara yang mulai menunjukkan sikap insecure-nya.

Memang tak akan mudah sih. Luka psikisnya Kiara tidak akan mudah terobati dalam waktu singkat.

"Mereka tidak tahu apa yang terjadi padamu. Bersikaplah seperti manusia normal! Jika kau terlalu bersikap takut seolah sedang menutupi sesuatu, mereka akan penasaran dengan tingkah yang membuat mereka merasa aneh terhadapmu."

"..."

"Berbaurlah seperti seolah-olah tidak terjadi apa-apa! Itu akan jauh lebih baik untukmu.. Kau akan merasa nyaman.” Kata Yuna yang tidak nyaman dengan Kiara yang selalu menundukan kepalanya, menyembunyikan wajah cantiknya, dan berjalan was-was di belakang dirinya.

“Tidak Yun, aku yakin itu, mereka seolah menatapku dengan tatapan hina. Apa mereka menyadari jika aku sudah pernah.” Kata Kiara pelan.

Kiara menatap ke sekeliling orang-orang yang ada di supermarket. Sorot mata tajam yang ia temukan. Ia menunduk lagi dan memegang erat tangan Yuna. Sangat erat. Kiara ketakutan.

Yuna mengulumkan senyuman yang membuat Kiara heran. Bagaimana Yuna bisa tersenyum saat ia ketakutan?

“Astaga.. Aku tahu jika mendengarkan pembicaraan orang lain itu bukan perilaku yang baik, tapi kadang kita juga perlu memasang telinga kita. Kenapa?"

"..." Kiara tak paham maksud perkataan Yuna.

"Karena saat mata tidak bisa diandalkan, kita masih memiliki indera yang lain, termasuk pendengaran kita Kau tahu, mereka bukan sedang menatapmu dengan tatapan hina atau merendahkanmu, mereka sedang menatapmu karena mereka kagum dengan kecantikanmu yang tidak biasa itu."

"Aku tidak sebaik itu."

"Aku sendiri yang mendengarnya. Tadi, dua laki-laki bau kencur itu bilang jika kau itu mirip dengan artis. Ada juga yang di sebelah sana bilang jika kau itu seperti model. Intinya apa? Kau hanya perlu untuk tidak menanggapi lebih hal-hal kecil di sekitarmu! Jangan terlalu sensitive dan berfikirlah positif! Ayolah Kiara-chan, jalan hidup masih panjang!” Jelas Yuna.

Kiara tertegun mendengarkan penuturan dari Yuna. Meski berat, tapi jika difikir-fikir Yuna benar juga.

Hidup akan terus berlanjut. Bukankah ia sudah membulatkan tekat untuk bertahan?

“Aku akan berusaha yang terbaik.” Kiara tersenyum dan menegakkan kepaanya. Ia tidak akan menyembunyikan wajahnya lagi.

"Jangan menghakimi dirimu senderi sekeras itu!"

"Iya, maafkan aku."

"Minta maaflah pada dirimu sendiri, Kiara. Dirimulah yang sering kau sakiti dengan pola pikirmu."

"Hm, aku mengerti."

“Walau kau merasa malu akan dirimu itu, tapi berfikir lebih jauh juga tidak ada gunanya. Memang hal itu terjadi padamu, dan hanya orang di dekatmu saja yang tahu, orang lain tidak ada yang tahu. Lalu kenapa kau harus malu pada orang lain jika mereka saja tidak tahu apa yang terjadi padamu? Kau hidup untuk dirimu, kau juga harus berjuang untuk dirimu sendiri, setelah itu jika kau berniat membahagiakan orang yang kau cintai, maka bahagiakanlah mereka! Tapi ingat, kau juga harus bahagia lebih dahulu.”

Yuna sudah menunjukkan jalan yang terang untukknya. Kurang apa lagi? Kiara hanya perlu sedikit keberanian untuk mengubah takdirnya di masa depan. Menyerah tidak akan mengubah apa-apa.

“Yuna-chan sugoi! Hebat! Aku beruntung memiliki teman sepertimu. Sebelumnya aku juga memiliki banyak teman. Mereka terlihat baik di awalnya, tapi semua berubah saat keluargaku bangkrut. Mereka entah dimana, menghilang begitu saja.”

Sugoi(Jepang): Hebat.

“Tenang saja Kiara-chan, aku tidak sama dengan mereka. Kau hanya perlu mempercayaiku.”

“Aku mengerti. Terima kasih banyak, Yuna.”

"Sama-sama, Kiara."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status