Angkara Corp..
Ren berjalan menuju ruang kerjanya yang berada di lantai tujuh belas. Di sepanjang perjalanan banyak karyawan yang menyapanya. Ren memang memiliki karakter seorang pemimpin. Tegas dan berkarisma.
Meski usianya masih dua puluh lima tahun, usia yang terbilang muda tapi sudah bisa memimpin perusahaan dengan sangat baik. Ayahnya, Surya Dirga adalah orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.
Ditambah lagi, Ren juga memiliki wajah yang sangat rupawan. Tak heran jika banyak wanita yang curi pandang dengannya. Pemandangan seperti itu sudah biasa Ren dapatkan dimana pun ia berada.
Seperti saat ini, saat ia di kantor, setiap karyawan wanita yang melihatnya akan memamerkan senyum terbaiknya untuk Ren. Meski tidak mungkin akan bisa mendapatkan balasan simpati dari Ren, tapi cukup dengan melihat senyuman manis Ren sudah sangat cukup untuk mereka.
Banyak wanita di sekitar Ren yang selalu berusaha mendapatkan hati Ren, tapi tidak pernah sekalipun Ren menanggapinya. Itu karena di dalam hatinya sudah ada wanita yang ia pilih.
Seorang wanita yang mampu menyentuh hati dinginnya. Mengubahnya menjadi sosok yang bisa memaknai arti hidup yang sesungguhnya.
Wanita itu sangat berarti untuk Ren.
.
.
.
Ren Dirga, dua puluh lima tahun usianya. Sudah menjadi CEO sejak usia delapan belas tahun ketika sang ayah memintanya untuk menduduki kursi tertinggi tahta Angkara Corp.
Surya Dirga mempercayakan tanggung jawab Angkara Corp terhadapnya. Meski ia tahu jika semua ini tidaklah mudah, tapi Ren pantang menyerah. Ia tak pernah lelah untuk belajar. Ia terus berusaha dengan keras hingga akhirnya bisa diakui oleh petinggi-petinggi Angkara Corp.
Ia mampu menguasai pasar saham di tri wulan pertama usai menjadi CEO Angkara Corp. Itu adalah prestasi yang sangat gemilang, apalagi dengan usia yang masih sangat muda. Bocah ingusan yang baru lulus dari sekolah menengah atas.
Angkara Corp di bawah kepemimpinan Ren menjadi satu-satunya perusahaan yang mampu bersaing dengan Alenka Corp yang terkenal misterius itu. Meski kini ada perusahaan baru yang mulai merusak tatanan perusahaan elit Indonesia, tapi Ren tetap tak gentar. Ia selalu memiliki banyak trobosan baru dalam ide bisnisnya.
Syailendra Corp bukan masalah berat karena ia yakin jika ia akan bisa membungkam perusahaan yang tergolong baru ini. Ia hanya perlu bekerja lebih keras melebihi siapapun di dunia ini.
"Aku hidup dalam kemewahan dan berkelimangan harta. Bukan hasil manja pada orang tuaku, terutama ayah. Aku berusaha setengah mati untuk mendapatkannya. Ketika aku berhasil, aku bisa menikmati hasilnya. Apapun yang aku tanam dengan kebaikkan, hasilnya juga akan baik. Baik di sini maksudnya adalah tahta dan harta. Lalu, bagaimana dengan wanita? Harusnya kata wanita mengikutinya setelah dua kata itu, bukan? Ya, seharusnya memang seperti itu. Namun, aku tak tertarik bermain-main dengan wanita-wanita menjijikkan yang hanya berusaha mendapatkan ketenaran dan uangku. Aku tak membuta soal kriteria wanita yang pantas aku cintai. Aku memiliki standar versiku layaknya aku mematok standar tinggi pencapaian bisnis juga. Aku tidak suka bermain-main soal wanita apalagi cinta."
Ren memang seperti itu. Meski dirinya adalah seorang bos dengan kekayaan melimpah ruah, tapi ia tak suka mempermainkan wanita. Ia memilih menolak banyak wanita yang mendekatnya daripada bermain-main dengan mereka yang ujung-ujungnya justru merugikan dirinya sendiri.
Untuk masalah rasa dan kisah romantisnya, Ren sangat menjaganya. Ia bahkan memberikan penghargaan tertinggi untuk satu ini.
Ini adalah Ren Dirga. Inilah hidup Ren Dirga.
.
.
.
Ren memasuki ruang kerjanya, dengan kasar ia melonggarkan dasi dan duduk bersandar di kursi kerjanya. Ia menjambak rambutnya untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya.
Bukan karena ia sedang sakit, tapi beban fikiran yang membuat kepalanya terasa berat. Kepalanya terasa seperti mau pecah.
Ia tidak pernah merasa bebal-tanpa arah seperti ini sebelumnya. Kenapa akhir-akhir ini terasa semakin berat untuk melangkah?
Sungguh lelah dan membuat letih diri. Kadang ingin menyerah dan memilih pasrah, tapi hatinya memaksa untuk terus lanjut. Terus melangkah meski kakinya terlilit rantai kapal sekalipun.
Ren membuka laci yang ada di meja kerjanya, ia mencari sesuatu di antara map-map yang ada di dalam laci itu. Matanya terlihat serius saat mencarinya.
Tak butuh waktu yang lama, akhirnya sesuatu yang ia cari ia dapatkan terselip di tumpukan map yang paling bawah. Sesuatu itu rupanya sebuah foto seorang laki-laki yang merangkul seorang wanita.
Foto dirinya dengan wanita cantik yang sudah mengisi hatinya.
Ren tersenyum ringan saat mengambil foto itu. Ia memandangi foto itu dengan seksama. Fikirannya membawanya ke dalam kenangan saat foto itu diambil, saat ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Kenangan itu adalah kenangan yang tak akan pernah ia lupakan. Kenangan dimana ia benar-benar bisa bersama dengan wanita pujaan hatinya.
“Kau dimana?” Tanyanya frustasi.
Frustasi?
Ya.
Memang benar, Ren sedang frustasi. Sangat malahan. Bukan karena beban tugas dari ayahnya, tapi karena ia frustasi tidak bisa menemukan wanita yang ia puja.
Wanita itu menghilang begitu saja dari hidupnya. Menghilang tanpa kabar, tanpa jejak, tanpa ia ketahui. Sudah berapa kali ia mencoba mencari wanita itu, tapi tetap saja ia tidak bisa menemukannya. Ia bahakan sudah menyuruh para mata-mata yang bekerja untuknya, tapi sampai sekarang belum juga ada hasilnya.
Ren benar-benar sudah di ambang frustasi. Tapi bukan Ren jika dia akan menyerah begitu saja. Ren bukan tipe laki-laki yang gampang putus asa. Ayahnya yang luar biasa itu selalu mengajarinya. Ia masih memiliki seribu satu cara untuk mendapatkan wanita pujaannya kembali di sisihnya.
“Jika kau tidak ada, aku seperti mati untuk yang kedua kalinya..”
Mati yang kedua kalinya?
Apakah maksud dari perkataan Ren itu? Tentu saja itu bukan menyangkut masalah fisiknya, kan? Ayolah ini bukan masalah dunia dengan kisah reinkarnasi atau isekai.
Mati di sini artinya dimana Ren sudah tak memiliki tujuan dan keinginannya sendiri untuk diwujudkan. Ren hidup dengan mewujudkan keiginan orang lain. Ren hidup dengan tujuan milik orang lain. Ren bergerak tak sesuai dengan keinginannya.
Oleh karena itu, wanita yang kini sangat ia rindui harus segera ia temukan. Ia harus bersama-sama lagi dengan wanita itu. Wanita yang membuatnya hidup lebih hidup lagi.
"Kau dimana, Kiara? Sudah lama kita tak jumpa. Aku sangat merindukanmu. Aku kalut dan tak menentu karenamu. Emosiku menjadi sulit aku kendalikan jika tak dengar kabarmu. Aku ingin bertemu denganmu. Aku ingin memelukmu. Merengkuh jiwa dan ragamu di pelukkanku. Jika kau mendengar saat ini, titiplah salam pada malam ketika muncul bulan baru. Sayangku padamu lebih dari sekedar yang kau tahu."
.
.
.
Kiara menghela nafas, mengamati dirinya di depan cermin. Kulitnya yang seputih porselin itu masih ternoda dengan bekas kissmark dari Ray.
Ia menyentuh bekas yang menghitam itu. Sakitnya masih terasa dan hal itu pun membawanya ke dalam ingatan yang menjijikkan itu. Ia ingin menghancurkan cermin yang ada di hadapannya, tapi ia urungkan.
"Aku tak boleh seperti ini! Aku harus segera pulih dan kembali menjadi diriku yang kuat!"
Kiara lalu menyisir rambutnya dan seketika itu, ia menangis. Hatinya ternyata harus lebih bekerja keras lagi.
"Senior Ren, jika kau tahu aku seperti ini, apa yang akan kau pikirkan tentang diriku?"
Ken baru saja memarkirnya mobil merci-nya di garasi mansion Ray. Dengan senyuman mengembang di bibirnya ia memasuki mansion Ray."Rumah ini masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Bahkan bonsai yang aku beli dengan harga tiga belas juta rupiah itu masih ada di tempatnya. Masih ada di teras dekat dengan kolam ikan koi milik Ray. Ray iblis itu menyukai ikan koi? Ayolah, meski dia mewarisi sifat iblis sekalipun, tapi karena cukup lama berbaur dengan manusia, ia menjadi sedikit terkontaminasi. Jiih, dia akan mengirimku ke Afrika jika dia mendengar kata-kataku ini." Ken bergidik ngeri jika harusmembayangkan bagaimana cara Ray menatapnya jika sedang marah.Mansion yang sudah lama tidak ia datangi karena tugas bisnis di luar negeri. Ia merindukan mansion Ray. Mansion yang banyak menyimpan kenangan dirinya, Ray, dan keluarganya.Meski mansion itu milik Ray, tapi Ray memintanya untuk menganggap sebagai rumah sendiri. Hal itu karena
Hari-hari berlalu begitu saja. Ray masih belum berminat kembali ke mansion mewahnya. Ia lebih memilih tinggal di hotel dekat kantornya. Ini sudah hari ke sepuluh.Sementara Ken menjadi semakin bingung dengan keengganan Ray itu. Ia juga heran dengan Kiara yang tidak pernah sekalipun menunjukan batang hitungnya di mansion Ray padahal mereka tinggal di satu atap.Ken merasa penasaran dengan Kiara. Ia selalu bertanya orang seperti apakah Kiara itu? Kenapa Kiara tidak mau keluar dari kamarnya? Apa Kiara cantik sehingga Ray mengizinkan Kiara memiliki kamar Ray padahal banyak kamar kosong di mansion itu?Kenapa Kiara A, B, C, atau D? Lalu apakah Ray A, B, C, atau D?Pertanyaan-pertanyaan penasaran muncul begitu saja di benak Ken....Kamar Kiara..“Kamu Kiara, kan? Perkenalkan aku adalah Yuna, adik bungsu dari kak Ken dan kak Ray. Ibuku sudah menceritakan apa
Yuna dan Ken memaksa Ray untuk pulang ke rumah. Ray bersikeras tidak mau. Jika Ken menanyakan alasan kenapa Ray tidak mau pulang ke rumah, Ray hanya menjawab jika ia hanya sedang tidak ingin di rumah.Yuna memang sudah mengetahui alasan kenapa kakak tercintanya itu tidak mau pulang ke rumah, tapi ia tidak memberitahukannya pada Ken. Yuna hanya ingin Ray yang menceritakannya sendiri.Hubungan persaudaraan Ray dengan Ken itu berbeda, Yuna tak bisa seenaknya saja.Dengan berbagai usaha, akhirnya Ray mau kembali ke mansion mewahnya itu. Hal itu karena Yuna mengatakan pada Ray jika Ray itu adalah seorang kakak yang sangat kejam karena tidak mau melihat adiknya yang baru pulang dari Jepang.Sebenarnya Ray dapat dengan mudah menolak pernyataan konyol dari Yuna, tapi tidak tahu kenapa sifat egonya itu bisa hilang begitu saja. Rupanya ia merasa kesepian hidup di hotel sendirian....
Setelah selesai makan, Ken berjalan ke kamar Ray. Banyak hal yang ingin ia bahas dengan Ray. Semua masalah kantor begitu menggunung di otaknya. Ia tak mampu menghandlenya sendiri, ia butu kemampuan jenius Ray untuk membantunya menyelesaikan masalah-masalah itu.Langkah kaki Ken menapaki setiap anak tangga utama mansion Ray. Perlahan tapi pasti, pijakkannya mengantarkan dirinya sampai di depan kamar milik Ray."Bukankah kamar ini?" Gumam Ken. Ia ingat jika ibunya mengatakan kamar Ray sudah pindah di sebelah kamar Ray yang sebelumnya.Ternyata benar. Ini memang kamar Ray. Ia sangat tahu bagaiman karakter dari sosok seorang Ray. Hanya dengan memperhatikan kondisi ruangan, ia yakin seyakin-yakinnya jika itu adalah tipikal kamar Ray.Sudah seperti biasanya, Ken masuk ke dalam kamar Ray tanpa mengetuknya. Dari dulu memang seperti itu.Ray dulu tidak pernah menutup pintu kamarnya. Jendela juga selalu terbu
Gadis yang Ray lecehkan adalah Kiara Fellicia!Kiara Fellicia?Benar, itu adalah nama yang Ray sebutkan. Itu adalah nama yang Ray ucapkan lewat mulutnya yang bau red wine itu. Ken sangat jelas mendengarnya. Ray bahkan mengatakannya beberapa kali agar ia percaya."Aku melecehkan Kiara Fellicia!" Kata Ray."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia!" Ray bahkan memakai kata yang mudah dipahami."...""Aku memperkosa Kiara Fellicia berkali-kali dalam waktu semalam!""Aku mendengarnya! Kau tak perlu mengulangi kata-katamu dan menambahinya dengan kata-kata mengerikan! Aku sudah paham, bodoh!"Ken menggertakan gigi-giginya karena kesal. Baru saja ia berniat ingin mengenal lebih jauh Kiara. Ternyata sudah keduluan Ray. Mengenal dengan cara yang maksudnya ingin tahu lebih jauh lagi. Kiara itu sangat cantik, memiliki senyum yang
Yuna mengajak Kiara pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dapur. Kiara terlihat sangat bahagia, karena lebih dari sebulan ia tidak pernah sekalipun keluar dari mansion Ray.Sejujurnya Kiara merasa agak bosan dengan pemandangan yang ada di mansion Ray. Kiara tahu mansion miliki Ray itu sangat besar bahkan memiliki taman yang luas dan indah, tapi berapapun luasnya mansion Ray tetap saja masih jauh jika dibandingkan dengan luasnya dunia luar.Mansion milik Ray-pun masih memiliki batas, sementara dunia luar? Luas dan tak terbatas.Bukan hanya alasan bosan saja yang Kiara rasakan. Kiara hampir kehilangan kepercayaan dirinya karena perlakuan Ray terhadapnya. Rasanya hanya dengan melihat tatap orang-orang yang menatap kearahnya seperti ia adalah seonggok sampah yang tak bernilai. Ia merasa dirinya sangat menjijikkan.Kiara bahkan mengibaratkan dirinya sampai sejauh itu.Sampah? Menjij
Kiara dan Yuna, mereka berdua melanjutkan acara belanja. Yuna tersenyum senang saat melihat kiara begitu antusias hanya karena harus memilih mana buah yang baik mana yang tidak.Dari situlah Yuna mulai memahami sedikit demi sedikit karakter Kiara. Ternyata Kiara adalah sosok yang ceria dan keibuan. Bukan berarti seperti ibu-ibu, tapi karena terlihat begitu ahli memilih berbagai macam kebutuhan dapur itulah yang membuat Yuna memiliki pemikiran seperti itu.Dirinya adalah putri keluarga pelayan, tapi urusan masak-memasak beserta seisi dapurnya bukan ahlinya. Ia iri dengan Kiara yang tahu banyak hal, terutama urysan dapur.Selain itu, Kiara juga sosok yang ramah, Kiara menjawab pertanyaan dari salah seorang pengunjung supermarket yang bertanya soal letak barang-barang kebutuhan dapur dengan senyuman manisnya.Kiara juga sosok yang peduli dengan orang lain, Kiara dengan senang hati mengambilkan margarin pada seoarang ib
Mansion Ray..“Kiara, sepertinya aku tidak bisa membantumu menata semua belanjaan kita. Ibu menyuruhku menjemputnya.” Kata Yuna.“Tidak apa-apa Yuna, lagi pula ini mudah. Aku bisa melakukannya sendiri. Kau segeralah pergi, kasihan bibi Willy jika harus terlalu lama menunggu.”“Aku tahu, baiklah aku akan pergi menjemputnya. Kau berhati-hatilah di rumah, kak Ken sedang tidak ada, ayah juga sedang pergi, jika kau membutuhkan sesuatu mintalah bantuan pada kak Ray! Sepertinya dia sudah pulang, aku melihat mobilnya ada di garasi.”Kiara hanya mengangguk mengerti. Berarti ia hanya sendirian di rumah bersama Ray! Semua orang penghuni rumah sedang memiliki urusannya masing-masing.Tidak Kiara pungkiri jika ia masih takut dengan Ray. Ia sangat jarang bertemu Ray meski mereka berdua seatap, bukan jarang bertemu, lebih tepatnya berusaha saling menghindar, mereka juga belum genap dua bulan berkenalan, tapi Ray m