Share

Dirga Family

Mansion Ray...

"Bibi, maaf selalu merepotkan." Kata Kiara lemah.

Bibi Willy tersenyum. "Makanlah meski rasanya pahit sekalipun! Kau perlu memulihkan diri."

"Iya. Terima kasoh, Bibi."

"Sama-sama. Oh iya, apa kau ingin berbicara dengan Tuan Ray? Menurut Bibi, ada baiknya jika kalian berbicara membahas apa yang sudah terjadi. Tuan Ray pasti akan bertanggung jawab, dia anak yang baik." Kata Bibi Willy hati-hati.

Terlihat tangan Kiara yang gemetar. Saat itu Bibi Willy tahu jika Kiara masih belum siap untuk bertemu dengan Ray.

"Maaf, lupakan saja saran dari Bibi untuk saat ini."

"Maafkan aku juga, Bibi. Maaf..."

Bibi Willy pun keluar kamar Kiara dan di depan kamar berjumpa dengan suaminya, paman Willy.

"Apa Kiara mau makan?" Tanya Paman Willy.

"Entahlah, sepertinya dia makan walau hanya sedikit. Sedari kejadian pemerkosaan itu, dia terus saja mengurung diri di kamar. Dia pasti sedang sangat sedih." Jawab Bibi Willy.

"Dia butuh teman seumuran yang bisa mendengar keluh kesahnya." 

"Benar juga, semoga kedatangan Yuna nanti bisa menghiburnya."

"Ya, semoga saja." Bibi Willy sungguh berharap akan hal ini. "Ah iya, Tua Muda nampaknya mulai terobsesi dengan Ankara Corp." 

"Ini yang aku takutkan, nampaknya memang tidak bisa menghindarinya. Tuan Muda memang mengincar perusahaan besar itu."

"Dendam masa lalu tak bisa Tuan Muda hapuskan."

"Kita harus selalu mendukungnya sampai akhir."

"Ya."

.

.

.

Dirga family adalah salah satu keluarga yang terkenal di Indonesia. Marga Dirga sering sekali muncul di pemberitaan media masa. Entah cetak maupun digital. Marga Dirga ini juga sering disegani oleh banyak orang.

Konglongmerat dan terpandang.

Kokoh dan memiliki banyak kekuasaan.

Dirga family dikepala keluargai oleh Surya Dirga. Seorang laki-laki berusia lima puluh dua tahun ini memiliki dua orang anak dari istri yang berna Maria Dirga. Seorang pemain bisnis yang sangat handal dalam bidangnya. Seorang pemimpin keluarga yang sangat menyayangi keluarganya.

.

.

.

Angkara Corp..

Seorang laki-laki muda sedang sangat sibuk dengan tumpukkan file di meja kerjanya. Punggungnya sangat pegal, pantatnya juga sangat panas. Sudah berapa jam dirinya bekerja? Terhitung sejak tadi pagi ia sampai di kantor!

Ia datang cukup awal karena ada kontrak kerja sama yang harus segera ia tanda tangani. Usai menandatangani kontrak kerja sama itu, tiba-tiba sekretarisnya datang dan membawa setumpuk file di tangan. Belum selesai meninjau file-file itu, sekretarisnya kembali datang dengan setumpukkan file di tangan lagi.

Belum kelar, file kerja nambah.

Selalu seperti itu.

Apa tidak bosan?

Apa tidak jenuh?

Haruskah pertanyaan seperti itu dijawab? Pertanyaan yang sudah memiliki jawaban pastinya itu sama sekali tidak penting. Bosan iya, jenuh juga iya, kadang tak tahan dan ingin istirahat dengan sangat tenang.

Bukan diidentikkan dengan kematian, percayalah meski hidupnya berat, tapi ia bukan tipe yang mudah menyerah. Masih ada hal yang perlu ia kerjakan. Tentu apa yang ingin ia kerjakan itu bukan masalah urusan bisnis. Apa yang sangat ia inginkan adalah untuk menyenangkan hatinya. Untuk memenuhi segala keinginan dirinya.

"Tuan Muda..." Panggil seorang sekretaris yang sangat ayu rupawan. Ada nametag bertuliskan Selia Tang tergantung di saku kemejanya.

"Masih butuh berapa file lagi agar aku bisa beristirahat, Selia?" Tanya laki-laki muda itu tanpa menoleh ke arah sekretarisnya.

Mata dan tangannya terlalu fokus mengerjakan pekerjaannya. Ia hanya ingin menyelesaikan pekerjaannya secepat yang ia bisa. Ada hal penting yang ingin segera ia lakukan setelah ini.

"Maaf Tuan Muda, ini bukan masalah file yang harus Anda kerjakan. Tuan Besar Surya meminta agar Anda segera ke ruangannya." Jawab Selia.

Tangan yang sedang memegang pulpen itu terhenti. Ia lalu menoleh ke arah sekretaris pribadinya itu. "Ayah mencariku?" Tanyanya.

"Ya, ayah Anda saat ini sedang mencari Anda, Tuan Muda." Jawab Selia lagi.

Ada apa sang ayah memanggilnya di saat jam sibuk kerja seperti ini? Bukankah sebelum-sebelumnya hal seperti ini jarang terjadi? Ayahnya sangat menggilai pekerjaan, lalu apa ini? Bukankah ini cukup menghambat kinerja dirinya?

Hei, itu berlebihan!

Kerja memang penting, tapi panggilan dari anggota keluarga juga penting. Apa lagi dari sang ayah. Tentu saja ia akan bersenang hati menemui ayahnya, kan?

"Ah, baiklah. Aku akan segera menemuinya." Katanya.

Selia mengangguk.

"Oh iya Selia, bisakah kau membuatkanku secangkir kopi? Aku ingin meminumnya lagi."

"Anda berencana lembur lagi hari ini, Tuan Muda?" Tanya Selia.

"Ya."

"Baiklah, saya akan membuatkannya untuk Anda."

Sejujurnya, Selia menghawatirkan kesehatan bosnya itu. Tapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Ia hanya bisa terdiam ketika sang Tuan Muda itu berlalu meninggalkan ruangan.

.

.

.

Ruang kerja Surya Dirga..

Surya Dirga sedang berdiri di dekat jendela ruang kerjanya, ia melihat pemandangan sekitar perusahaannya. Pemandangan sekitar perusahaan yang penuh dengan gedung-gedung tinggi menjulang.

Ia berdiri dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Berdiri dengan tegaknya tanpa sedikit memperlihatkan kelemahannya. Sosok ambisius dan mengutamakan kewibawaannya.

Surya berdiri membelakangi seorang laki-laki usia dua puluh lima tahunan. Laki-laki yang cukup tampan dengan postur tubuh yang ideal. Laki-laki itu berdiri tegap dengan menyembunyikan kedua tangannya di balik tubuhnya, tapi ia menundukkan kepalanya. Ia terlihat memiliki beban. Laki-laki tampan itu adalah Ren Dirga.

"Jangan menundukkan pandanganmu, Ren! Apa kau tidak mau melihat jika pemandangan dari atas sini begitu indah?" Kata Surya yang masih setia menikmati pemandangan dari dekat jendela.

"…" Ren menegakkan kepalanya.

"Lihatlah! Betapa indahnya gedung-gedung perusahaan lain itu. Apa ayah salah, hm?" Tanya Surya dengan nada lembut. Ia bahkan menyunggingkan sebuah senyuman di bibirnya.

"Tidak Ayah, gedung-gedung itu memang indah."

"Hampir enam puluh persen gedung-gedung perusahaan itu sudah bergabung di bawah Angkara Corp milik kita. Bukankah itu sebuah prestasi yang membanggakan?"

"..." Ren mengerti dengan jelas arah pembicaraan sang ayah. Dunia bisnis adalah hidupnya sejak ia dilahirkan.

"Tapi rasanya prestasi membanggakan itu sedikit ternodai dengan gagalnya satu target perusahaan." Senyum di bibir Surya hilang seketika.

Suaranya cukup dingin di telinga Ren. Ren tahu jika sang ayah saat ini sedang mengekspresikan kemarahannya. Sang ayah pasti sangat kecewa dengan kegagalan target perusahaan.

"Maafkan saya, Ayah!" Kata Ren cepat-cepat.

"Ren, sepertinya ayahmu ini terlalu menuntut kepadamu?"

"Tidak Ayah."

"Benarkah?"

"Ya."

Surya membalikan badannya dan berjalan menuju Ren yang tengah berdiri. Ia memegang bahu Ren dan tersenyum kepadanya. "Fokuslah dan jangan sampai kecolongan lagi!" Katanya tegas.

"Ya, saya mengerti!"

Surya memeluk Ren sebentar dan melepaskannya. "Kali ini ayah memafaakanmu."

"Terima kasih, Ayah."

"Ayah sedikit terganggu dengan adanya sebuah perusahaan yang akhir-akhir ini memiliki daya saing kuat. Ayah bodoh, baru menyadari jika perusahaan ini ternyata memiliki potensi sekuat perusahaan kita."

"Maafkan saya lagi, Ayah! Itu semua karena kelalaian saya."

"Jadi kau juga menyadarinya?"

"Ya, perusahaan itu adalah Syailendra Corp."

Ren sudah memperhatikan laju Syailendra Corp dalam beberapa bulan terakhir. Sepak terjang Syailendra Corp sangat luar biasa. Syailendra Corp mampu menyusup ke jajaran elit perusahaan besar di Indonesia dan bertengger di posisi ke 3 di bawah Alenka Corp. Sedangkan posisi pertama ada pada Angkara Corp.

"Saat ini, kau fokuskan saja pada Syailendra Corp! Selidiki perusahaan itu! Sepertinya perusahaan itu cukup berbahaya untuk kenyamanan perusahaan kita."

"Ya, saya mengerti! Saya akan segera melakukan penyelidikan!"

"Kau memang anak ayah! Buatlah ayah bangga padamu! Dengan selesainya tugas ini, ayah akan memaafkanmu." Surya menepuk-nepuk pundak Ren.

"..." Ren mengangguk dan langsung keluar dari ruangan kerja ayahnya.

"Syailendra Corp?" Batin Surya dengan senyuman penuh arti.

Surya Dirga adalah sosok ambisius yang selalu ingin menjadi superior, menjadi yang terbaik. Ia akan melakukan banyak hal, mengorbankan banyak hal demi mewujudkan segala ambisinya.

Dibantu putra sulungnya, Ren Dirga, Surya mampu memimpin Angkara Corp ke arah yang sangat baik. Kokoh, kuat, dan berjaya.

.

.

.

Syailendra Corp: Milik Ray

Angkara Corp: Milik keluarga Dirga

Alenka Corp: Misteri

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status