Beranda / Romansa / Ibu Bayaran Anak Bos Tampan / Bab 7. Perkara Makan Bareng

Share

Bab 7. Perkara Makan Bareng

Penulis: Orion Hunter
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-03 01:34:42

Gelap adalah hal pertama yang Nara dapati saat membuka mata. Satu-satunya cahaya hanya berasal dari seleret sinar bulan yang menembus jendela yang tirainya tersingkap sedikit.

Perempuan itu seketika terlonjak bangun. Tangannya meraba-raba tempat tidur, mencari ponsel yang berhasil ketemu dalam hitungan detik dan langsung menyalakannya. Angka 18.20 tertera di layar kunci. Nara mendesah, sadar ia sudah tidur hampir lima jam di kamar Sagara.

Jangan tanya di mana Sagara sekarang, karena ia sendiri juga tidak tahu. Terakhir yang Nara ingat, siang tadi ia kedatangan tamu—seorang laki-laki berpakaian kantor yang mengaku sebagai asisten Sagara.

"Selamat siang, Bu. Perkenalkan saya Darwin, asisten Pak Sagara. Saya datang ke sini karena diminta Pak Sagara mengantarkan ini untuk Ibu." Darwin mengulurkan dua plastik belanjaan, yang lantas diterima Nara dengan ragu. Satu berisi makanan dari salah satu restoran cepat saji dan satu lagi berisi camilan serta minuman botol.

"Pak Sagara juga berpesan kalau Ibu bisa menggunakan kamar utama dulu selama di sini," lanjut Darwin, yang lagi-lagi berhasil membuat Nara heran. Kenapa Sagara sampai repot-repot melakukan ini semua?

Tidak, bukannya Nara tidak tahu terima kasih. Ia tahu dan ia sangat berterima kasih kepada Sagara atas semua hal yang sudah laki-laki itu lakukan untuknya hingga saat ini. Hanya saja, ia tidak ingin terlalu banyak berhutang budi kepada laki-laki itu. Bagaimanapun juga, mereka hanya orang asing, bukan?

Setelah berhasil mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya lagi, Nara bangkit. Sebenarnya Nara suka gelap, karena dengan begini ia bisa mengagumi titik-titik cahaya di langit malam dan lampu-lampu gedung yang tampak menakjubkan. Namun, tidak saat ini. Kegelapan di tempat asing bukanlah sesuatu yang bagus, jadi ia pun segera menyalakan lampu.

Nara lalu mengambil pakaian ganti di tas dan masuk kamar mandi. Ia butuh menyegarkan otak dan tubuhnya yang hari ini terasa lebih lelah daripada biasanya. Belasan menit kemudian, Nara keluar kamar mandi dengan mengenakan kaus oversize warna putih bergambar beruang dan celana jin selutut. Sebuah handuk warna pink bertengger di kepalanya, melilit rambutnya yang basah.

Bersamaan dengan itu, aroma wangi makanan menyapa indra penciumannya. Asalnya dari arah ruang tamu. Nara mengernyit bingung. Otaknya sudah nyaris berpikir macam-macam, andai seseorang tidak muncul tepat waktu di depan dapur.

"Mas Saga?"

Yang dipanggil sontak berbalik. Di tangannya ada secangkir minuman berwarna hitam. "Oh, halo, Nara. Saya mampir ke sini bawain kamu makan malam, tapi karena tadi kamu masih mandi, jadi saya taruh makanannya di ruang tamu," jelas Sagara. Sedetik kemudian, laki-laki itu mengangkat cangkirnya. "Kamu mau kopi? Saya bikinkan."

Nara menggeleng. "Saya nggak suka kopi," jawabnya. "Tapi omong-omong, terima kasih tadi Mas Saga sudah kirimin saya makan siang dan camilan lewat Pak Darwin. Terus sekarang dibawain malam juga. Maaf, jadi ngerepotin Mas terus-terusan."

Mereka mengambil tempat masing-masing di ruang tamu. Nara di sofa panjang dan Sagara di sofa tunggal. Di hadapan mereka, sudah ada sebuah plastik putih berisi sebungkus nasi goreng, serta sebotol minuman dingin.

"Selama kamu di sini, kamu jadi tanggung jawab saya, Nara. Jadi, kamu nggak perlu terus minta maaf begitu lagi. Sekarang, lebih baik kamu makan dulu. Saya mau selesaikan kerjaan saya sebentar."

Laki-laki itu meraih remote di atas meja dan menyalakan televisi. Setelah menemukan saluran yang diinginkan, ia kembali meletakkan remote dan beralih mengeluarkan laptop dari tas kerjanya.

Nara menghentikan gerakannya membuka bungkus nasi goreng. "Loh, saya kira Mas Saga juga ikut makan?"

"Enggak, kamu saja yang makan. Saya cuma perlu kopi ini saja," balas Sagara. Kemudian kembali fokus pada laptop.

Perempuan itu berdecak pelan. "Kopi mana bikin kenyang sih, Mas? Nggak dengar apa perut Mas barusan bunyi, gitu? Sudah, kerjanya nanti dulu, sekarang kita makan bareng. Lagian ini porsinya banyak banget, saya nggak akan bisa ngabisin."

"Kata siapa nggak bisa? Kan belum kamu coba."

"Tetap nggak akan bisa, Mas. Porsi makan saya dikit, kalau sebanyak ini bisa sampai besok siang habisnya. Pokoknya Mas Saga harus ikut makan. Kalau Mas nggak mau, saya juga nggak mau makan."

Nara menutup kembali bungkusan makanan itu dan memilih fokus pada tayangan televisi di hadapannya. Entah kenapa ia kesal pada Sagara. Pasalnya, ia sudah menuruti permintaan rumit Sagara, tapi kenapa laki-laki itu tidak mau menuruti permintaan sederhananya? Sekadar makan bareng—menghabiskan nasi goreng yang porsinya tidak sanggup ia habiskan sendiri—apa sih susahnya?

Hingga beberapa menit terlewati, tak ada suara selain suara televisi serta ketukan jari pada papan ketik. Nara masih tetap fokus menonton, pura-pura tak peduli juga ketika Sagara meletakkan laptop di ujung sofa panjang dan beranjak pergi.

Tak lama kemudian, Sagara kembali. Laki-laki itu meraih bungkusan nasi goreng itu dalam diam dan membukanya. Lalu menatap Nara.

"Ayo makan. Saya nggak mau kamu sampai sakit cuma gara-gara saya nggak mau diajak makan bareng," ucap laki-laki itu.

"Yes! Gitu dong, dari tadi. Saya sudah lapar banget, tahu!" Nara kemudian menyendok sesuap nasi goreng dan melahapnya.

"Salah kamu sendiri kenapa sok-sok ngambek kayak tadi."

"Biar Mas ngerasa bersalah."

"Astaga, dasar bocah."

Namun bukannya marah, Nara justru tertawa. Tawa lepas yang beberapa hari terakhir hanya terpendam di dasar dirinya. Tawa lepas yang entah kenapa mampu membuat laki-laki di sampingnya kesulitan mengalihkan pandangan dari perempuan itu.

Sudut bibir Sagara terangkat. Lucu, batinnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 18. First Meet

    "Breath, Nara," ujar Sagara ketika mereka sudah berada di dalam mobil. Hari ini, Sagara datang ke rumah Nara untuk menjemput dan meminta izin orang tuanya agar Nara diizinkan bekerja dengannya. Menurut, Nara menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Diulangi kegiatan itu beberapa kali hingga ia merasa lega. "Thank you," balasnya. "Kita berangkat sekarang saja, ya?" Sagara mulai menyalakan mesin mobil. Nara hanya mengangguk singkat sebagai jawaban, lalu memasang sabuk pengamannya dalam diam, seolah ia tidak punya tenaga lagi untuk sekadar berkata "ya". Tubuhnya memang berada di mobil ini bersama Sagara, tapi pikirannya justru terlempar ke beberapa waktu lalu sebelum kedatangan laki-laki itu. Tadi pagi, ayah tiba-tiba menanyakan tentang pekerjaan Nara di toko Maharani, padahal sebelum ini ayah tidak pernah mau peduli. Tidak ingin menambah dosa karena berbohong, Nara pun memberitahu kalau ia sudah berhenti bekerja di Maharani dan jawaban tersebut malah membuat ayah mara

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 17. Resmi Resign

    Beberapa kali bertemu Darwin, Nara berpikir laki-laki itu adalah orang yang ramah dan mudah bergaul. Pemikiran tersebut terbukti benar, apalagi setelah ia dan Darwin mengobrol sambil menikmati makan siang—dua porsi mi ayam dan dua gelas es teh manis—di warung mi ayam bakso di seberang toko. Laki-laki itu tiba-tiba mengajak Nara makan siang bareng setelah keluar dari ruangan Bu Maharani, padahal lima belas menit lagi jam istirahat Nara habis.“Kamu tenang saja. Saya sudah izin Tante Rani untuk ajak kamu makan siang. Nggak lama kok, nggak akan lewat dari jam istirahat kamu,” ujar Darwin, yang akhirnya disetujui Nara karena perutnya juga lapar. Sementara Salma dan Maya, sudah makan saat Nara masih berada di ruangan bosnya.Dari obrolan mereka pula, Nara jadi tahu kalau ternyata laki-laki yang dua bulan lagi berulang tahun ke tiga puluh itu adalah keponakan Bu Maharani. Sejak orang tuanya meninggal saat ia berusia lima belas tahun, Darwin tinggal bersama Bu Maharani, yang juga merupakan a

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 16. Resign

    Keesokan harinya, Nara segera bersiap-siap untuk berangkat ke toko. Kebetulan pula hari ini jadwalnya ia sif pagi. Setelah memastikan kalau ayahnya sudah berangkat kerja, barulah Nara pergi.Ya, sejak pertengkaran semalam, Nara dan ayahnya terlibat perang dingin. Entah, ia lupa ini perang dingin ke berapa selama ia hidup. Mereka tidak saling bicara, bahkan ayah terang-terangan membuang muka ketika tak sengaja berpapasan dengannya. Namun, Nara tidak mau ambil pusing dengan hal itu karena ia paham betul memang begitulah sifat buruk ayahnya.“Lo benaran mau resign, Ra?” tanya Salma sambil melirik kaca spion kirinya. Motor yang ia kendarai melaju dengan kecepatan sedang menuju toko Maharani.“Yakin. Gue nggak bisa nunda, Sal, waktunya sudah mepet,” jawab Nara. Semalam, ia sudah memberitahu ibunya dan Salma tentang keputusannya berhenti bekerja di toko Maharani, dan mereka mendukung apa pun keputusan yang diambilnya selama itu yang terbaik. Meskipun ia masih belum memberitahu ibunya apa pe

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 15. Pelukan Paling Nyaman

    “Namanya Sagara. Dia bos baru Nara dan dia juga nggak punya istri atau pasangan seperti yang Ayah kira.”Ucapan itu berhasil membuat dua orang dewasa di ruang makan itu menoleh. Nara yang awalnya ingin menahan pembahasan ini hingga selesai makan malam nanti, terpaksa harus mengurungkan niatnya demi menengahi pertengkaran yang terjadi.“Dan soal kenapa Mas Sagara mau bantuin Nara untuk melunasi utang-utang Ayah ...” Nara menoleh. “Itu karena dia tahu kalau anak nggak seharusnya dijadikan alat pelunas utang. Anak bukan barang yang bisa ditukar seenaknya dengan apa pun sesu—”Satu tamparan tiba-tiba mendarat di wajah Nara, bersamaan dengan suara pekikan ibu. Nara meringis. Rasa panas juga perih menjalari pipi kanannya yang baru saja ditampar ayah. Berikutnya, makian demi makian ganti menampar Nara lebih keras lagi.“Anak kurang ajar! Percuma Ayah sekolahin kamu capek-capek, tapi kamu nggak tahu balas budi sama orang tua! Bukannya bantuin orang tua, malah pergi keluyuran sama laki-laki. M

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 14. Keributan Baru

    “Saya sudah transfer dua puluh lima juta ke rekening Anda. Silakan, Anda bisa cek mutasi rekening Anda,” ucap Sagara seraya menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah bukti transfer kepada seorang pria di sofa tunggal.Pria itu mengecek ponselnya. “Nah, begini dong! Jadi kan sama-sama enak. Saya nggak perlu lagi capek-capek nagih utang kalian kayak kemarin,” balasnya puas begitu melihat angka-angka di rekeningnya bertambah. “Oke, saya ambilkan sertifikat kalian dulu.”Pak Johan lantas beranjak meninggalkan ketiga tamunya. Tak lama, pria itu kembali ke ruang tamu seraya membawa sebuah map berwarna merah. Map tersebut kemudian diletakkan di atas meja, tepat di hadapan Sagara.“Kamu cek dulu, Ra.” Sagara menggeser map tersebut ke arah Nara, yang langsung diterima oleh perempuan itu. Aman. Sertifikat rumah atas nama Marni di dalam map tersebut, aman. Semua sama seperti terakhir kali Nara mengeceknya bersama ibu setelah sertifikat baru itu jadi. “Jadi, semua sudah clear ya, Pak?

  • Ibu Bayaran Anak Bos Tampan   Bab 13. Bantuan Sagara II

    Pada akhirnya, Nara memang tidak bisa mengabaikan permintaan tolong sang ibu untuk datang ke toko dan mengecek keadaan ayahnya. Ditambah lagi, perkataan Sagara sedikit banyak juga membayangi benaknya. Karena itu, setelah menerima pakaian akad—yang batal ia pakai gara-gara ditinggal kabur—dan bekal makan siang untuk ayah, Nara segera mengajak Sagara pergi. "Itu tokonya. Yang depannya ada balon joget itu, Mas," beritahu Nara saat mereka sampai di ujung lain gang rumahnya.Tempat yang mereka tuju berada di seberang jalan, beberapa meter ke kanan dari gang. Lokasinya yang strategis, ditambah tidak adanya toko bangunan lain di sekitar sana, membuat toko bangunan milik Pak Johan sebagai satu-satunya yang terbesar di daerah itu. Sesaat Sagara tertegun. Toko bangunan yang dimaksud Nara tampak tidak asing. Tapi sayangnya, ia tidak punya cukup waktu untuk menggali ingatan karena ada hal lain yang lebih penting.Nara keluar lebih dulu dan menunggu di dekat balon joget sambil menenteng tas beka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status