"Dasar anak durhaka, bisa-bisanya kamu melawan papa hanya karena laki-laki kere ini," ucap seorang lelaki paruh baya, sambil menunjuk ke arah putrinya, yang saat ini sedang berdiri di depannya, bersama seorang lelaki yang dicintainya.
"Pah, aku dan Mas Miko saling mencintai, tolong restui kami, Pah." ucap gadis itu mohon, dengan netra yang terlihat sudah berkaca-kaca."Iya Om, saya mohon ijinkan kami untuk menikah, saya sangat mencintai Ratih, Om, saya janji akan membuat putri Om bahagia," ucap lelaki itu, mencoba meyakinkan ayah dari wanita yang dicintainya."Apa tadi kau bilang? Membahagiakan putri saya? Apa saya tidak salah mendengar? Bahkan kau sendiri saja belum bekerja, bagai mana caramu untuk membahagiakan anak saya? Jangankan membahagiakan nya, mungkin memberi makan saja belum sanggup kamu," ucap remeh lelaki paruh baya tersebut, dengan amarah yang mulai memuncak."Tapi orang tua saya punya usaha Om, dan saya yang akan meneruskan usaha tersebut, saya yakin, putri Om tidak akan kesulitan hidup dengan saya," ucap lelaki itu, yang masih berusaha meyakinkan ayah dari kekasihnya."Sampai kapanpun, saya tidak akan sudi, punya menantu sepertimu, sekarang lebih baik kau tinggalkan rumah saya! Dan jangan pernah memperlihatkan wajahmu lagi, di depan saya," ucap lelaki paruh baya tersebut yang ternyata bernama Pak Restu Prakoso."Tapi Om, saya --," belum sempat lelaki muda itu menyelesaikan kalimatnya, Pak Restu lebih dulu memotong kalimatnya."Pak Wardi, ke sini sebentar!" teriak Pak Restu saat memanggil satpam rumahnya yang berjaga di depan rumahnya.Tidak lama terlihat satpam tersebut lari dengan tergopoh-gopoh datang kehadapan mereka."Iya Tuan, ada apa?" tanya satpam tersebut."Sekarang kau usir laki-laki ini, keluar dari rumah saya, karena saya tidak ingin melihatnya ada di sini," ucap Pak Restu memerintah."Baik Tuan," jawab satpam tersebut patuh.Saat satpam yang bernama Wardi itu hendak menarik dengan paksa tubuh kekasihnya, dengan cepat, Ratih langsung menghalanginya."Jangan Pak Wardi, saya mohon, lepaskan Mas Miko," ucap Ratih memelas, membuat satpam tersebut tentunya tidak tega melihat anak majikannya tersebut."Jangan dengarkan Ratih! Kamu seret saja lelaki tidak berguna itu dari rumah saya!" Pak Restu mengacungkan telunjuknya ke arah pintu."Lepaskan saya!" Kekasih Ratih yang ternyata bernama Miko itu, memberontak saat Pak Wardi, satpam yang bekerja di rumah tersebut hendak menariknya keluar dari rumah."Pah, tolong lepaskan Mas Miko, jangan pisahkan kami Pa, Ratih mohon." ucap gadis itu, yang kini sudah bersimpuh dihadapan ayahnya."Ratih cepat bangun! Kenapa kamu begitu membela lelaki miskin ini, sampai kamu melakukan hal serendah ini, asal kamu tahu, jika kamu memilih untuk hidup bersama dengannya, maka papa tidak akan mengakui kamu lagi sebagai putri papa, jadi sebaiknya lupakan laki-laki miskin ini," ucap Pak Restu, dengan nada serius."Itu tidak mungkin Pah, lagi pula Ratih sangat mencintainya, jadi Ratih mohon restui kami," ucap gadis itu, yang masih bersimpuh di kaki sang ayah."Mau kamu sampai menangis darah sekalipun, papa tidak akan sudi memberikan restu untuk kalian," ucap Pak Restu."Wardi, cepat kau seret laki-laki itu dari sini, dan jangan sampai saya melihat nya kembali di rumah ini," sentak Pak Restu."Baik Tuan," ucap satpam tersebut, yang langsung membawa Miko keluar dari rumah mewah Pak Restu."Dan kamu Ratih, sebaiknya masuk ke kamarmu! Papa tidak ingin mendengarmu kembali menyebut nama lelaki miskin itu," ucap Pak Restu dengan nada dingin dan datar."Tapi Pah, Mas Miko bukan lelaki miskin, keluarganya punya usaha," ucap Ratih, yang masih berusaha membujuk ayahnya." Papa tidak perduli, dan kamu jangan terus membela pria itu, lagi pula papa sudah mencarikan kamu pasangan yang lebih baik dari lelaki ini. Sebaiknya sekarang kamu masuk ke dalam kamar, dan jangan pernah lagi membahasnya, karena sampai kapanpun papa tigak akan menerimanya sebagai menantu di rumah ini," ucap Pak Restu.Di kamarnya, Ratih menangis tersedu-sedu, rasanya ia tidak sanggup jika harus berpisah dari lelaki yang dicintainya, namun disisi lain, keinginannya terhalang restu dari sang ayah."Maafkan aku Pah, aku tidak bisa menuruti keinginan Papa, aku sangat mencintai Mas Miko, dan aku tidak bisa hidup tanpanya," gumam Ratih.***"Bagai mana Mbok, apa Ratih masih belum mau membuka pintu kamarnya?" tanya Pak Restu saat asisten rumah tangganya kembali dengan wajah cemas. Saat ini Pak Restu sedang berada di meja makan untuk sarapan pagi, sejak tadi lelaki paruh baya itu duduk di sana, sambil menunggu pembantunya memanggil putrinya."Nona Ratih masih tidak menjawab panggilan saya Tuan," jawab asisten rumah tangga tersebut."Tapi ini sudah jam sembilan, tidak mungkin dia masih tidur, apa jangan-jangan dia--," Pak Restu menggantung kalimatnya saat menyadari sesuatu. Tiba-tiba lelaki paruh baya itupun langsung bangkit dari kursinya, dan langsung melangkah menuju anak tangga, di mana kamar putrinya berada. Entah mengapa tiba-tiba hatinya gelisah, pikirannya berkecamuk. Pak Restu takut jika dugaannya ternyata menjadi kenyataan."Mbok, tolong ambilkan kunci serap kamar Ratih di laci meja itu," ucap Pak Restu sambil menunjuk ke arah meja yang tidak jauh dari kamar tersebut."Baik Tuan,"Tidak lama asisten rumah tangga tersebut memberikan kunci cadangan kamar milik Ratin. " Ini tuan kuncinya," ucapnya sambil menyerahkan kunci tersebut.Tanpa menunggu lama, Pak Restu langsung mengambil kunci tersebut, lalu membukanya. Pandangannya menyapu seluruh ruangan kamar yang terlihat sepi, seketika perasaannya gusar, ia takut apa yang ada dipikirannya saat ini menjadi kenyataan."Ratih, di mana kamu?" ucap Pak Restu sedikit meninggikan suaranya, apa lagi saat melihat kamar mandi yang terlihat kosong. Tiba-tiba pandangannya beralih pada jendela kamar yang terbuka, membuat Pak Restu seketika mengepalkan tangannya."Kurang ajar, sepertinya anak itu sudah membawa putriku kabur, baiklah, jika itu adalah pilihanmu Ratih, papa tidak akan mencarimu, dan setelah ini papa juga tidak akan menganggapmu sebagai putriku lagi.***Sedangkan di tempat lain, tepatnya disebuah desa yang berada di pinggiran kota, terlihat seorang gadis sedang duduk di atas sofa, matanya terus memindai setiap sudut ruangan yang ada di depannya. Rumah berlantai satu, namun cukup luas,"Sayang maaf kalau kamu lama menungguku," ucap seorang pemuda, yang tidak lain adalah kekasih dari wanita tersebut."Tidak masalah Mas," ucap gadis itu, yang tidak lain adalah Ratih. Semenjak orang tuanya menolak memberikan restu kepadanya, dan juga kekasihnya, Ratih memutuskan untuk meninggalkan rumah, gadis itu tidak perduli dengan ancaman orang tuanya, baginya harta tidaklah penting dari pada orang yang dicintainya. Dan demi rasa cintanya kepada Miko, Ratih rela meninggalkan orang yang telah membesarkannya.Saat Ratih sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita berdehem ke arahnya, membuat Ratih langsung mengalihkan pandangannya ke arah wanita tersebut."Oh, tadi kamu wanita yang membuat anak saya tergila-gila?""Oh, jadi kamu orangnya, wanita yang sudah membuat anak saja tergila-gila, dan meminta agar saya, segera menikahkannya denganmu," ucap wanita paruh baya tersebut, dan dia adalah ibu dari Miko, kekasih yang dicintainya."Ratih, beliau ini adalah Ibuku," ucap Miko, memperkenalkan ibunya.Ratih langsung bangkit dari duduknya, dan langsung meraih tangan wanita paruh baya itu, bermaksud ingin menciumnya. Namun bukannya mengulurkan tangan, wanita itu malah dengan sengaja melipat tangannya di atas dada, sambil terus melempar pandangan sinis ke arah Ratih. Ratih kembali menarik tangannya, jangan lupakan senyum yang masih menghiasi wajah lembutnya, walaupun tidak mendapatkan respon yang baik, dari ibu kekasihnya, namun Ratih sama sekali tidak mempermasalahkannya."Bagai mana Bu, Miko tidak salah pilihkan? Ratih ini cantik, dan pintar Bu, dan yang lebih penting, Miko sangat mencintainya. Miko harap Ibu segera memberikan restu kepada kami Bu, karena Miko sudah tidak sabar ingin segera menikahi
Ratih terkejut bukan main saat pintu kamarnya dibuka oleh seseorang, gadis itu mengusap dadanya beberapa kali, untuk menenangkan diri."Maaf, Mba siapa ya? Kenapa tiba-tiba masuk? " tanya Ratih.Terlihat seorang wanita muda yang lumayan cantik, sedang berdiri di depannya, dengan tatapan menyelidik, Ratih sedikit risih, karena wanita itu terus menelisik penampilannya sejak tadi."Jadi kamu calon istri, Bang Miko?" tanya balik gadis itu."I-iya, memangnya kamu siapanya Mas Miko?" tanya Ratih lagi."Aku adalah adiknya Bang Miko," ucap gadis itu."Oh, jadi kamu yang bernama Yati, adiknya Mas Miko ya, senang melihatmu, maaf ya, kalau tadi Mba kurang sopan sama kamu, habisnya Mba kaget saat kamu tiba-tiba buka pintunya," ucap Ratih. Padahal yang seharusnya minta maaf itu adalah Yati, sebab gadis itu yang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dahulu."Tidak masalah, sebenarnya Ibu itu sudah memiliki seorang gadis yang ingin dijodohkan dengan bang Miko," ucap Yati santai. Gadis itu masih berdiri
Bu Mirna melangkah mendekati ketiga wanita yang berbeda usia tersebut. Wanita paruh baya itu tersenyum ke arah wanita yang bernama Erna."Tumben kamu ke sini, ada perlu apa?" tanya Bu Mirna lembut. Berbeda sekali saat ia berbicara dengan Ratih, kata-katanya selalu kasar, dan terkesan sinis."Kebetulan tadi aku ke pasar, lalu membeli kue ini buat Ibu," ucapnya sambil menyerahkan satu kotak kue pada Bu Mirna."Wah, kamu baik sekali Nak, beruntung sekali Miko jik mendapatkan seorang istri seperti kamu," puji Bu Mirna."Ibu bisa saja, ini juga beli Bu, bukan buatan sendiri," jawab Erna tersenyum malu." Ya tidak masalah Sayang, kalau pun beli, toh yang penting itu kan niatnya, jaman sekarang sangat susah mencari istri yang pengertian dengan ibu mertuanya," ucap Bu Mirna, lalu melirik sinis ke arah Ratih, dan itu disadari oleh Erna."Yati bilang, katanya Ibu sedang masak ya, apakah boleh aku bantu?" tanya Erna, sepertinya wanita itu berniat sedikit lama berada di sana."Tentu saja, nanti j
Ratih terhuyung dan hampir saja tersungkur di atas lantai, jika saja Miko tidak cepat menangkapnya, namun ternyata nasib buruknya tidak sampai disitu, belum lagi hilang rasa kagetnya, tiba-tiba saja Ratih merasakan panas diarea pipinya karena tamparan seseorang.Plaak ..."Dasar wanita murahan, berani-beraninya kamu melakukan hal yang tidak senonoh di rumah saya, merayu Miko, hingga berbuat hal seperti ini, untung saja saya cepat melihatnya, coba kalau tidak, saya tidak tahu lagi apa yang akan terjadi," ucap Bu Mirna, dengan nafas naik turun karena amarahnya."Ibu, apa yang Ibu lakukan? Kenapa menampar wajah Ratih Bu," ucap Miko tidak terima dengan perlakuan Ibunya terhadap sang kekasih. Ya Bu Mirna lah yang dengan berani mendaratkan tangannya diatas wajah cantik Ratih, bahkan wajahnya terlihat ada gambar lima jari milik calon ibu mertuanya itu."Apa yang ibu lakukan kamu bilang? Tentu saja untuk memberi pelajaran pada perempuan murahan ini," ucap Bu Mirna sambil menunjuk ke arah Rati
Ratih cukup terkejut saat melihat seorang lelaki dari masa lalunya, berada di rumah Miko, calon suaminya. Membuat berbagai pertanyaan langsung bersarang di kepalanya."Kamu ..." ucap Ratih, membuat lelaki tersebut langsung menoleh ke arah sumber suara."Ratih," gumam lelaki itu. Walaupun tidak begitu jelas, namun pria itu tahu pasti, sosok gadis yang ada di depannya adalah Ratih. Mantan kekasihnya dua tahun yang lalu."Sedang apa kamu di rumah ini?" tanya Ratih."Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa kamu di sini?" tanya balik lelaki itu."Aku--,""Sayang, sedang apa kamu di dapur?" suara Miko tiba-tiba mengagetkan keduanya, lebih tepatnya Ratih, gadis itu langsung terlihat tegang. Seolah sedang tertangkap basah, padahal mereka sama sekali tidak melakukan apapun."Mas Miko," ucap Ratih sambil memaksakan senyum.Miko menekan tombol lampu, agar ruangan tersebut lebih terang. " Loh Andi, kamu sudah pulang ternyata," ucap Miko, saat melihat seorang lelaki yang ternyata bernama Andi."I
Pagi-pagi sekali, Ratih terpaksa berkutat di dapur. Sesekali gadis itu menutup mulutnya, karena menguap, bagai mana tidak, gadis yang berasal dari keluarga kaya itu, sudah terbiasa bangun siang, setidaknya paling pagi pukul 6 pagi. Namun hari ini, dirinya harus bangun lebih awal di rumah calon suaminya.Bu Mirna melirik ke arah Ratih, tampak seringai tipis yang menghiasi wajah tuanya."Aduk itu nasinya di majicom, biar merata," perintah Bu Mirna. Ratih yang saat itu sedang menggoreng ikan, langsung melangkah menuju meja yang ada di atas meja dapur, di samping lemari tempat menyimpan makanan."Uh, Ratih merasakan sedikit panas, bersamaan uap yang keluar, saat dirinya membuka tutup majicom tersebut. Gadis itu mengibaskan tangannya di atas ucap yang mengepul tersebut, lalu mengambil sendok nasi, dan mengaduknya. Setelah selesai, Ratih menutupnya, dan kembali dengan aktivitasnya semula.Sreeng ....Ratih memasukan ikan ke dalam minyak panas, dengan sedikit melemparnya, membuat minyak ters
Ratih mengamati wajah Miko, yang terlihat sedang serius saat mengobati luka di jari tangannya. Ratih tersenyum tipis, sungguh ia merasa sangat beruntung mendapatkan Miko, lelaki itu terlihat sangat menyayanginya. Walaupun keluarganya memperlakukannya dengan tidak baik, namun Ratih tidak begitu mempermasalahkannya, yang terpenting baginya adalah, dirinya selalu bisa bersama dengan Miko, sang kekasih hati."Lain kali kamu hati-hati," ucap Miko setelah selesai mengobati luka goresan ditangan calon istrinya tersebut."Iya Mas, lain kali aku akan lebih hati-hati lagi," jawab Ratih."Harus itu, lagian kamu tadi ngapain berada di dapur sih? Apa Ibu yang menyuruhmu? Kamu itu calon istriku, aku tidak mau kamu merasa terbebani dengan tinggal di sini, dan melakukan semua pekerjaan di rumah ini," ucap Miko, yang merasa keberatan jika kekasihnya itu ikut turun ke dapur, ada saatnya nanti, pikir Miko."Tidak apa-apa Mas, aku juga tidak ada kerjaan, tidak masalah jika aku ikut membantu Ibu di dapur,
Sudah tiga hari Ratih tinggal di rumah Miko, selama tiga hari pula Pak Restu sang ayah tidak pernah menghubunginya, walaupun Ratih marah dengan penolakan ayahnya pada pilihan hatinya, namun sebagai seorang anak, Ratih juga merasa rindu dengan sosok tersebut. Karena setelah kepergian sang ibu, hanya tinggal Pak Restu lah keluarganya. Walaupun Pak Restu tidak pernah ada untuknya disaat dia butuh sosok seorang ayah. Namun Ratih tetap menyayangi dan menghormati ayahnya.Pernah suatu hari Ratih meminta perhatian sang ayah, walaupun hanya untuk sekedar makan malam saja, ataupun teman untuk bercerita, sebenarnya Ratih merasa kesepian, semenjak kematian sang ibu, Pak Restu sudah jarang di rumah, setiap waktunya selalu ia habiskan diluar, pergi pagi, dan pulang dimalam hari, itupun disaat Ratih sudah tertidur pulas di kamarnya. Jadi, walaupun mereka tinggal satu rumah, namun sangat jarang bertemu.Namun setiap Ratih mengutarakan keinginannya, Pak Restu selalu menolak, dengan alasan banyak kerj