Bab 24 Aturan Yang Mulai MengendurKeluarga kecil itu telah kembali ke Indonesia, sementara Lusiana dan teman-temannya masih betah di Paris. Bahkan sekumpulan perempuan paruh baya itu mengatakan, mereka akan melanjutkan perjalanan ke Belanda.Aruna masih mencoba untuk beradaptasi dengan kegiatan ibu mertuanya. Wajar sekali jika Lusiana dengan mudah bepergian ke luar negeri, tanpa perlu memikirkan biaya dan lain-lain, karena sudah pasti Lusiana terlahir dari keluarga konglomerat sejak lahir, ditambah sekarang ini putranya menjadi pemimpin perusahaan."Besok saya ada acara di luar kota," ucap Bastian saat ia dan Aruna tengah berada di meja makan. Fathan berangkat ke sekolah lebih awal dari biasanya, karena memiliki kegiatan bersama dengan teman-temannya."Oke," sahut Aruna sambil menganggukkan kepala.Bastian memicingkan mata. Terlihat jelas kalau ia ingin melayangkan protes, atas sikap Aruna yang semakin cuek semenjak mereka pulang dari Paris."Kenapa?" tanya perempuan itu menyadari ka
Bab 25 Ultimatum!Aruna lega bukan main, karena ia datang ke sekolah, tepat saat jam bel pulang berbunyi. Aruna memutuskan menunggu di depan lobby. Perlahan tapi pasti, semua murid berhamburan keluar. Mata perempuan itu lekat menatap satu per satu anak yang tengah keluar."Hei, Sayang!" panggil Aruna berhasil membuat Fathan menoleh."Mama!" Fathan menghampiri penuh semangat. Di tangannya, ada selembar kertas yang diangkat tinggi-tinggi. "Coba Mama tebak, aku dapet apa hari ini?""Duh, apa, ya?" Aruna pun berpikir keras. Ia ingin mengintip isi kertas itu, tetapi dengan lihai Fathan menyembunyikannya di belakang tubuh."Mama yakin itu bukan hasil gambar kamu," gumamnya yang langsung mendapatkan gelengan dari Fathan. "Itu pasti ... hasil ulangan kamu, kan?""Mama bener!" teriak Fathan. Suaranya benar-benar melengking, sehingga Aruna tertawa karena berhasil menebak dengan tepat."Coba Mama lihat. Hasilnya pasti bagus, soalnya kamu kelihatan seneng banget!"Fathan memberikan kertas itu. Di
Bab 26 Tekad Kuat!Hatinya berdenyut nyeri, itulah yang dirasakan oleh Aruna ketika membaca pesan dari suaminya sendiri. Jelas sekali bahwa pesan itu menunjukkan, kalau Bastian tengah merendahkannya."Jahat kamu, Mas," ucap Aruna segera menghapus pesan dari Bastian.Tanpa berpikir panjang, Aruna memutuskan pergi dari perusahaan suaminya sendiri. Di sana, ia sama sekali tak dihargai. Turun ke lobby, Aruna bertemu dengan Angga."Bu Aruna?" Sekretaris Bastian itu hendak bertanya ke mana Aruna akan pergi. Namun, Aruna berjalan lebih dulu, tak menolehkan kepalanya sama sekali."Kita pulang sekarang, Pak," ajak Aruna pada Tono."Den Fathan gak ikut, Bu?""Fathan masih sama Mas Bastian di atas. Kita duluan aja."Meski merasa heran karena Angga tampak ingin bicara dengan Aruna, tetapi Tono mengangguk. Mobil pun meninggalkan area perkantoran. Di kursi penumpang bagian belakang, Aruna tak henti meremas tali tas di pangkuannya.Apa yang dikatakan oleh Bastian melalui pesan singkat memang nyata a
Bab 27 Kesibukan Baru"Hei, kamu udah pulang?" Aruna menghampiri Fathan, mengusap puncak kepalanya penuh kasih sayang."Mama kok gak jawab panggilan dari aku?""Maaf, Sayang, Mama gak denger suara kamu dari perpustakaan. Memangnya kamu manggil-manggil Mama?" Perempuan itu memilih duduk, sehingga Fathan menyusul."Iya, Ma. Aku udah nyari Mama ke kamar yang ada di lantai dua, tapi Mama gak ada. Aku pikir Mama pergi lagi ninggalin aku."Kedua mata bocah lelaki itu kembali menunjukkan rasa sedih yang bercampur khawatir. Aruna terenyuh. Senyum manis penuh ketenangan ia suguhkan untuk Fathan. "Dari tadi Mama ada di sini. Maaf, ya, kalau Mama bikin kamu sedih. Satu hal yang harus kamu tau, Mama gak akan ninggalin kamu," tuturnya sungguh-sungguh."Janji ya, Ma?"Aruna mengangguk. "Kamu bawa apa?""Ini lolipop, Ma! Papa yang beliin. Katanya buat Mama!"Kontan Aruna beralih pada Bastian yang masih berdiri. Diam-diam lelaki itu menggeleng, memberikan isyarat bahwa makanan manis itu dibeli bukan
Bab 28 Malu MemujiLusiana telah memesan private room di sebuah restoran mahal. Di atas meja bulat itu, tersaji berbagai macam hidangan. Lusiana sengaja memperbanyak makanan khas Nusantara, karena ia sangat rindu menikmati masakan yang diolah dengan rempah-rempah khusus."Makanan paling enak menurut Mama memang nasi Padang!" kata Lusiana merasakan lezatnya rendang yang melimpah akan bumbu."Dibatasi makan rendangnya, Mam, aku gak mau kolestrol Mami naik karena gak bisa kontrol makanan." Bastian terang-terangan menegur, sehingga Lusiana langsung merengut seperti anak kecil.Perempuan paruh baya itu tahu, kalau anaknya sangat perhatian. Bastian sayang padanya, dan selalu mengecek rekam medis miliknya. Jika sedikit saja kondisi kesehatannya menurun, maka Bastian tak akan segan mengomel panjang, bahkan mempekerjakan ahli gizi agar makanan sang ibu tetapi terjaga.Akan tetapi, ketatnya peraturan yang diterapkan Bastian membuat Lusiana kerap dilanda sakit kepala. Ia jadi prihatin akan nasib
Bab 29 Ketidaksukaan LusianaLusiana menatap punggung Bastian yang sudah berlalu. Perasaannya mendadak tak karuan. Ia tak suka jika Bastian kembali berhubungan dengan perempuan itu. Lusiana pun beranjak, dan kali ini berhasil membuat Aruna penasaran setengah mati, karena raut ibu mertuanya seakan siap menyemprot Bastian dengan omelan panjang."Siapa sebenarnya perempuan itu?" tanya Aruna dalam hati, mengingat jelas bahwa Sandra adalah nama asli dari si Tante Jahat yang sering disebut Fathan.Ia menoleh pada Fathan. Tak mungkin Aruna bertanya pada bocah itu, lantaran ia sudah berjanji pada Bastian, tak akan pernah mencari tahu siapa Sandra sebenarnya.Sementara di luar ruangan, Bastian sengaja naik ke lantai tiga, tentu dengan ponsel yang sudah menempel di telinga."Ada apa, San? Aku lagi ada acara sama Mami dan Fathan.""Acara apa sampai kamu lama banget angkat telepon dariku?!" Perempuan itu marah, tak segan meninggikan suaranya saat bicara dengan Bastian. "Apa Tante Lusi masih berus
Bab 30 Pacar Bastian?"Aku gak bisa mikirin perempuan itu terus-terusan kayak gini." Aruna sampai menggelengkan kepala. Sejak semalam, ia sudah berusaha menyingkirkan nama Sandra dari pikirannya.Akan tetapi, Aruna tak pernah mampu melakukan itu semua. Jujur, ia terusik dengan pernyataan Bastian. Ditambah, Aruna juga tak bisa mengenyahkan hatinya yang terus saja berdenyut nyeri."Apa perempuan itu mamanya Fathan? Tapi kenapa Fathan manggil dia Tante Jahat?"Tanya demi tanya tak pernah mendapatkan jawaban. Aruna memutuskan pergi ke bawah. Satu-satunya orang yang bisa ia jadikan sebagai sumber informasi hanyalah Marini. Sebenarnya, bisa saja Aruna bertanya pada Lusiana. Namun, tentulah ia harus punya nyali yang besar, apalagi sejak kembali ke ruangan dan melanjutkan makan malam, Lusiana menjadi irit bicara.Dengan semua sikap itu, Aruna yakin banyak hal yang disembunyikan darinya. Andai saja Bastian tak berkata jujur sebelum mereka masuk ke kamar masing-masing, mungkin Aruna tak akan pe
Bab 31 Rasa Bersalah"Papa!" teriak Fathan telah menyaksikan semuanya.Bocah itu berlari menyusul Bastian yang membawa cepat Aruna ke lantai dua."Bi Mar, tolong urus Fathan!" titah Bastian dengan suara menggelegar, sehingga semua pekerja yang ada di ruang belakang kontan terkesiap.Marini dan satu pengasuh Fathan bernama Wulan, sigap menahan Fathan yang hendak menaiki anak tangga."Jangan lari-lari, Den, nanti jatuh!" cegah Marini."Mama mau dimarahin sama Papa!" ucap Fathan tak bisa menahan air mata, sehingga ia menangis kencang.Bastian yang mendengar itu mencoba tak peduli. Ia membuka pintu kamar utama, kemudian mendorong Aruna ke dalam sana."Apa yang kamu lakukan barusan?!" tanya Bastian. Jelas ia menggunakan semua tenaganya untuk bertanya dengan nada tinggi.Tak hanya mundur selangkah, Aruna juga memejamkan mata selama hampir dua detik. Jantungnya berdetak cepat. Aruna tahu, kalau kali ini ia tak akan bisa lolos dari amarah Bastian."Kamu tau gak, kalau Fathan punya daya tahan
Bab 56 Kalang KabutAruna menyerah, tak lagi berusaha mendebat Bastian. Ia hanya merasa bersalah, lantaran bunga pemberian dari Juanda berakhir di bak sampah.Ya, Aruna tahu, kalau buket mawar itu berasal dari Juanda, setelah mengkonfirmasinya pada pihak toko. Hanya saja, ia tak tahu mengapa lelaki itu mengiriminya bunga tersebut. Aruna juga tak tahu, dari mana Juanda tahu kalau ia memiliki kegiatan di studio, padahal mereka hanya bertemu satu kali, yakni saat di toko buku.Sementara Bastian tentunya tak akan tinggal diam saja. Akan ia cari tahu siapa pengirim bunga itu. Bastian tak terima, merasa kehadirannya sebagai suami Aruna diremehkan."Suami?" Bastian mengerjap, kala status itu disebutkan oleh hatinya sendiri.Ia berdecak, tak suka tiap kali kepalanya ini memikirkan Aruna. "Punya istri seperti Aruna memang merepotkan!" gerutunya kemudian keluar dari kamar.Akan tetapi, Bastian kembali lagi ke dalam kamar, lantas menghubungi Angga saat itu juga. "Saya akan absen hari ini. Tolong
Bab 55 Salah SangkaAruna benar-benar tertegun. Sangat keheranan melihat Bastian tampak kesal, saat ia membawa buket mawar merah ke dalam rumah. "Bukannya dari kamu?" tanyanya."Dari saya?" Bastian malah menunjuk dirinya sendiri, kemudian tertawa congkak. "Saya gak punya pikiran mau mengirimi bunga buat kamu!" tambahnya kesal sekaligus bingung.Sementara Aruna terhenyak. Ditatapnya bunga yang masih ada dalam pelukan. Karena ukuran buket tersebut benar-benar besar, Aruna harus punya tenaga ekstra agar ratusan bunga mawar yang dihias begitu cantik itu tak jatuh ke lantai."Jawab saya, Aruna! Siapa yang ngasih bunga itu!" desak Bastian mendekat pada Aruna."Aku pikir ini dari kamu, Mas! Tadi ada kurir yang dateng terus ngasih bunga ini," ujar Aruna.Bastian langsung berdecak keras. Tangan kekar nan panjangnya sudah siap merebut bunga itu, tapi Aruna segera berbalik. Perasaan Aruna sungguh tak nyaman dengan gerak tubuh Bastian yang kentara ingin merusak buket miliknya."Kasih bunga itu sa
Bab 54 Pembuktian"Mami ini ngomong apa? Selain penasaran, aku gak mau ada orang yang sampai menjahati Aruna," kilah Bastian."Menjahati gimana maksud kamu? Aruna aman di tangan Tante Merry. Jangan mikir yang aneh-aneh!""Mami tau sendiri aku ini pengusaha besar, musuhku ada di mana-mana. Gimana jadinya kalau salah satu di antara mereka melakukan sesuatu sama Aruna? Fathan bisa sedih kalau perempuan itu terluka waktu pulang ke rumah, Mam!"Lusiana duduk di depan Bastian setelah mendengkus pelan. "Mami jamin, Aruna akan selalu aman, Bas. Karena apa? Karena gak ada satupun dari saingan bisnis kamu yang tau, bahwa kamu sama Aruna adalah sepasang suami istri! Jangankan mereka, orang-orang yang kerja sama bareng Tante Merry aja gak tau kalau Aruna istri kamu.""Tetep aja, Mam, aku akan mengusahakan segala cara. Sedia payung sebelum hujan gak ada salahnya, kan?"Sekarang Lusiana mencebik, lantas kembali berkata, "kamu ngomong ajalah, Bas, kalau kamu ini mulai gak nyaman karena Aruna punya j
Bab 53 Rasa Penasaran"Nah, yang ini namanya Aruna. Aruna juga akan bergabung di acara peragaan busana nanti." Merry mengenalkan Aruna yang beberapa saat lalu tiba di rumahnya.Perempuan yang satu itu mengangguk sopan, senyumnya terpatri ramah, meski dalam hati ia merasa sangat gugup. Di sekelilingnya ini, ada sekitar 12 perempuan dengan tinggi di atas rata-rata. Bisa dibilang, Aruna menjadi yang paling pendek di antara mereka, padahal selama ini ia merasa sudah cukup semampai dengan tinggi badan 170 cm."Halo, Aruna!" Masing-masing mengenalkan diri dan saling bersalaman. Dari yang Aruna tangkap, sebagian para model itu sudah saling mengenal satu sama lain, lantaran pernah berada di acara yang sama lebih dari satu kali."Karena semuanya sudah berkumpul, kita langsung saja pergi ke studio. Miss Laura sudah menunggu di sana.""Wah ... serius ada Miss Laura?""Ya ampun, aku seneng banget bisa belajar sama Miss Laura!"Aruna menjadi satu-satunya orang yang tidak paham, mengapa perempuan-p
Bab 52 Perang DinginPerang dingin telah kembali. Sejak siang kemarin, Aruna benar-benar tak sudi menemui Bastian dan bicara dengan lelaki itu. Bahkan Aruna menghabiskan waktu di dalam kamar, tentu untuk menangis, sampai-sampai Fathan merasa kebingungan."Mama gak enak badan, Sayang."Hanya kalimat itu yang diucapkan oleh Aruna, agar Fathan tidak selalu mengetuk pintu kamarnya dan meminta masuk. Cara itu rupanya berhasil. Seharian kemarin, Fathan hanya bermain dengan Wulan.Di sisi lain, Lusiana tak kunjung mendapatkan jawaban dari hasil pertemuan Aruna dan Sandra kemarin. Aruna sengaja tak membalas semua pesan dari ibu mertuanya. Ia benar-benar ingin sendiri, seraya berusaha menepis perasaannya pada Bastian.Aruna mulai merasa, bahwa rasa suka ini adalah satu hal yang salah. Tak seharusnya ia terbawa perasaan melihat semua kebaikan Bastian. Aruna sungguh menyesal, menganggap suaminya telah berubah menjadi lelaki yang lembut dan perhatian, padahal kenyataannya tidak begitu.Di lantai
Bab 51 Amarah Bastian[Siang, Pak. Sekarang Bu Aruna sedang ada di rumah Sandra.]Pesan yang baru saja dikirimkan oleh salah satu mata-mata Bastian, membuat lelaki itu langsung berdecak keras."Kenapa Aruna tau di mana rumah Sandra?" tanyanya heran. Bastian sudah berdiri dan berkacak pinggang, saat ia menduga mungkin saja Marini yang memberitahu Aruna."Ngapain dia ke sana?"Tahu ada sesuatu hal yang janggal, segera saja Bastian menghubungi istrinya. Butuh hampir lima menit, sampai panggilannya dijawab oleh Aruna."Pulang dari sana!" titah Bastian tak mau berbasa-basi.Aruna yang masih bicara di depan Dina, menatap lurus pada perempuan paruh baya itu, sementara tangan kanannya menempelkan ponsel ke telinga."Kamu dengar saya, Aruna? Pulang sekarang juga dari rumah Sandra!""Iya, Mas," jawab Aruna pelan, kemudian mengakhiri panggilan itu lebih dulu. "Aku gak peduli kalau Tante mau ngasih tau Sandra soal semuanya. Toh aku memang berasal dari kampung," ucapnya seakan menantang.Dina meng
Bab 50 Berpihak Pada Pelakor"Ngapain kamu datang ke sini? Mau cari mati?" tanya Dina benar-benar tak ramah.Dina sengaja berkunjung ke rumah Sandra. Ia ingin memberikan dukungan moral, bahwa Sandra tak boleh menyerah. Selama ini, Dina mati-matian menahan diri, kendati ia tak suka pada Aruna—seorang perempuan miskin yang tiba-tiba saja menjadi istri dari keponakannya."Kenapa Tante ada di sini?" Aruna balik bertanya, berusaha tetap meneguhkan kedua kakinya agar tak goyah."Menurut kamu, kenapa saya ada di sini?" Terang-terangan Dina menatap Aruna dari ujung kepala sampai ujung kaki. Senyum ejekan tercetak begitu jelas. "Kalau berpenampilan seperti ini, kamu mirip seperti orang kaya. Tapi sayangnya ... wajah kampungan kamu masih terlihat jelas!" bisiknya tepat di telinga Aruna.Menelan ludah, sekali lagi Aruna berusaha tidak mundur ke mana pun. Dina memang bukan tandingannya. Namun, jika perempuan paruh baya itu berada di pihak Sandra, maka Aruna harus berani melawan."Siapa, Tan?" tan
Bab 49 Tekad Aruna"Baguslah kalau Mas Bastian gak ketemu sama perempuan itu," ucap Aruna merasa lega. Ia tak sadar telah mengusap dadanya.Ada rasa bersalah dalam hatinya, karena ia sudah berketus ria pada Bastian tanpa memastikan semuanya lebih dulu. Selama ini, Aruna lebih memilih menduga-duga semuanya. Tentu ada alasan mengapa ia sampai melakukan itu.Sekali lagi, Aruna terlampau takut jika ia bicara terlalu banyak tentang Sandra. Bastian akan marah, karena merasa urusan pribadinya dicampuri oleh Aruna. Selain itu, suara Bastian yang kerap menggelegar saat memarahi dirinya, masih menjadi momok paling menakutkan."Tapi, Bi, apa Sandra bilang sesuatu soal saya?" tanya Aruna ingin tahu, barangkali Sandra membahas lagi soal perkataannya di depan rumah Bastian beberapa hari yang lalu."Ada," jawab Marini pelan."Bibi bisa ngasih tau saya?""Sandra cuma bilang, supaya saya menyampaikan pada Pak Bastian, kalau Sandra adalah perempuan terbaik. Kalau dibandingkan dengan Ibu, jelas Sandra l
Bab 48 Silent TreatmentPulang dari tempat berenang, Aruna menjadi irit bicara. Semua itu ada sebabnya. Aruna yakin, Bastian benar-benar pergi menemui Sandra dan mengantarkan perempuan itu ke dokter, lantaran lelaki itu pergi setelah mengantarkannya dan Fathan pulang. Bastian baru kembali ke rumah, saat matahari sudah tak nampak di atas langit.Saat itu Aruna tak henti menggerutu. Ia yakin, Sandra yang sudah tinggal lama di Jakarta, pasti punya banyak kenalan yang bisa dimintai tolong. Lantas, kenapa Bastian mengatakan Sandra hanya punya dirinya seorang? Itu sungguh menyebalkan!Keesokan harinya, Bastian tak henti merasa keheranan. Ia merasa Aruna kerap menghindar darinya. Bahkan perempuan yang satu itu terkesan tak mau bicara padanya."Kamu kenapa?" Bastian tidak bisa tinggal diam, saat sikap orang terdekatnya mendadak berubah seperti ini.Aruna hanya menatap. Alih-alih menjawab, ia malah mengangkat bahu. Aruna bahkan tidak duduk di sebelah Bastian, saat suaminya itu baru saja pulang