Share

Rasa Mual yang Menyiksa

Hoek.

Anisa merasakan mual yang luar biasa di pagi hari, terlebih ketika pelayan membawakan sarapannya ke dalalm kamar.

"Setiap hari seperti ini rasanya benar-benar tidak enak." Tangannya tergerak mengelus perutnya yang masih rata.

Setiap pagi, Anisa bolak-balik dari ranjang ke kamar mandi untuk memuntahkan sesuatu.

Rasa mual ini, rasa tak nyaman ini membuat Anisa ingin menyerah. Dirinya yang belum pernah hamil tentu merasa stres menghadapi gejala ibu hamil sendirian, apalagi Ana dan Leo yang hanya memikirkan sang anak dan mengabaikan gejala morning sickness yang serupa siksaan.

Di atas tempat tidurnya, Anisa menangis. Dia merenungi semua yang terjadi dalam hidupnya, dan betapa beratnya hamil seperti ini.

"Siapa yang mengijinkan kamu menangis?" Suara bariton Leo membuat Anisa segera menghapus air matanya.

Dia segera beranjak menyambut Leo yang datang membawa makanan untuknya.

Anisa menahan napas, kala mendekat. Nampak, Leo membawa makanan yang berbeda dengan yang dibawa pelayan tadi.

"Masih mual?" tanya pria itu.

Anisa menjawab seperlunya. "Sedikit Tuan."

Leo lantas merangsek masuk dan menaruh nampan berisi makanan itu di meja sudut kamar Anisa.

"Orang hamil mual itu wajar, tapi kamu harus tetap makan."

Anisa mengerjap. Ini kali pertama dia melihat Leo melakukan hal seperti ini, dengan nada suara yang meski dingin tetapi terdengar lembut. "I-iya, Tuan."

"Habiskan makananmu. Aku tidak ingin anakku kekurangan nutrisi," perintah Leo sebelum pria itu. Pundak pria itu nyaris berbalik, tetapi kemudian dia kembali bersuara, "Ingat, kamu juga tidak boleh menangis, sebab ibu yang sedih berpengaruh terhadap perkembangan janin yang dikandung."

Anisa meneguk ludah dengan kasar. Dia mengangguk, meski pada akhirnya Leo sudah lebih dulu pergi dari hadapannya.

Rasa mual masih dirasakan, tetapi mengingat 'ancaman' dari Leo, Anisa tetap berusaha menghabiskan makanannya.

Tidak lama perutnya kembali bergejolak. Cepat-cepat, dia berlari menuju kamar mandi.

Hoek.

Makanan yang baru dia telan pun terkuras kembali.

Anisa terduduk lemas di lantai kamar mandi sembari memegangi perutnya. "Tolong, jangan siksa aku seperti ini."

Dengan tertatih dan menahan pening di kepala, Anisa kembali ke tempat tidur. Dia merebahkan diri sejenak untuk menghilangkan rasa peningnya.

Saat Anisa keluar kamar mandi, dia begitu terkejut melihat Leo duduk di sofa kamarnya.

"Eh Tuan." Anisa segera menunduk.

"Makan lah," titahnya.

Leo beranjak dari sofa, namun tiba-tiba Anisa berlari kembali ke kamar mandi.

Leo yang ingin keluar mengurungkan niatnya, suara Anisa muntah perlahan menarik rasa simpatinya.

Kali ini Anisa keluar dengan tubuh yang lemah, bahkan untuk berjalan pun dia sedikit sempoyongan.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Leo yang masih berdiri di tempatnya.

Anisa menggeleng, "Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah biasa begini."

"Istirahatlan, jika besok masih seperti ini ... Kita periksa ke dokter."

**

"Kamu tuh gimana sih, Anisa! Kan sudah aku bilang makan yang banyak! Lihatlah tubuh kamu kurus dan nggak segar! Bagaimana bisa anakku sehat kalau seperti ini!"

Keesokan harinya, Ana yang baru tiba dari kegiatan liburannya berkacak pinggang kala melihat penampilan Anisa di kamarnya.

Ya, karena morning sickness yang menyiksa ini, tubuh Anisa memang bukan menggemuk, tetapi justru terlihat lebih kurus. Asupan makanan yang tidak mencukupi kebutuhan hariannya juga menyebabkan kulit tubuhnya, pun wajahnya menjadi lebih pucat.

Anisa menundukkan wajahnya, "Maaf, Nyonya. Saya sudah coba untuk habiskan makanannya, tapi rasa mual itu selalu datang."

"Dasar lemah!" hina Ana. "Pokoknya aku nggak mau tahu Anisa, kamu harus lawan rasa mual itu, dan buat tubuhmu kembali bugar!"

Tanpa terasa, air mata mulai mengembun lagi di pelupuk matanya. Hati Anisa rasanya seperti dicubit. Ana yang menolak hamil mengatainya lemah, padahal wanita itu belum tentu bisa melewati morning sickness seperti yang dia rasakan.

Namun, mengesampingkan perasaannya sendiri, Anisa seketika ingat jika tidak semua makanan ia tolak. "Sebenarnya, saya tidak mual kalau makan makanan yang segar, Nyonya."

Sayangnya, niat baik Anisa untuk memperjuangkan asupan makanan untuk janin yang dikandungnya dibalas lirikan tajam dan dengusan oleh sang majikan.

"Jangan manja, Anisa!" kata Ana. "Kamu seharusnya bersyukur karena dengan hamil anak kami, kamu jadi bisa merasakan makan makanan sehat, enak dan mewah. Jadi, nggak usah pilah-pilih segala."

Keributan tersebut rupanya mengundang perhatian Leo. Pria itu melangkahkan kakinya menuju kamar Anisa. "Siapa yang ingin makanan segar-segar?" tanyanya.

Ana segera mengubah sikap. Tangan yang semula wanita itu letakkan di pinggangnya, kini turun di samping tubuh. Wajahnya yang semula keruh karena kesal pun kini dibuat santai, dan tatapannya mengiba menatap Anisa.

"Ini Mas, si Anisa mual dan ingin makanan yang segar-segar."

Anisa lantas menunduk, tidak berani menatap dua majikannya.

Leo kemudian menatap sang istri, "Kenapa tidak dibelikan?"

Mendengar kalimat dukungan dari Leo, seketika perasaan Anisa berubah bahagia. Dia yang semula ingin menangis, kini tersenyum penuh haru sebab keinginannya terpenuhi.

Terlebih, kala melihat Ana mengangguk menuruti permintaan sang suami. "Ah, itu ... Aku sedang bertanya jenis makanannya. Biar nanti pelayan yang belikan."

Leo mengangguk, kemudian meninggalkan Ana dan Anisa lebih dulu.

Tidak lama, Ana berdecak kemudian mengikuti Leo.

Anisa tahu, Ana kesal. Sebab wanita itu menghentak-hentakkan kakinya sembari berujar, "Jika bukan karena warisan Mas Leo, ogah aku melayani seorang pelayan seperti ini."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Libra Girl
lanjut thor seru bngt
goodnovel comment avatar
Elena El
Leo dan Anisa bakal bersatu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status