Ibu Sambung Untuk Shanaya

Ibu Sambung Untuk Shanaya

last updateLast Updated : 2025-02-07
By:  cobaltpenOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
167views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

10 tahun yang lalu Isyana ditinggalkan oleh kekasihnya. Siapa sangka mantan kekasihnya datang lagi untuk melamarnya menjadi ibu sambung. Yang benar saja, selama 10 tahun Isyana berjuang mati-matian melupakan mantan kekasihnya demi bisa melanjutkan hidup. Dan sekarang dia harus menjadi ibu sambung bagi anak mantan kekasihnya.

View More

Chapter 1

Diremehkan Hanya Karena Belum Menikah

"Pak tolong, beri kami kesempatan. Kami janji akan melunasi hutang---"

"Ahh BOHONG! Grebek saja rumahnya, keluarkan semua barangnya," 

"Pak jangan, Pak!!" 

Surya menghalangi lima orang pria bertubuh kekar itu yang berusaha memasuki kontrakannya. Sudah seminggu jatuh tempo dimana dia harus mencicil hutangnya. 

Sementara sang istri, Herlina yang duduk di kursi roda hanya bisa berteriak agar mereka tidak mengambil barang-barangnya. "Jangan ambil barang kami," teriaknya. 

"Pak, saya mohon Pak!! Saya janji---

"Ah minggir!!!" 

Bruak..

Mereka yang dibayar untuk menagih hutang sesekali tak segan mendorong pria paruh baya itu hingga jatuh ke lantai. 

Sungguh malang nasib keluarga kecil ini. Niatnya ingin merubah nasib dengan berhutang demi menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Namun siapa sangka mereka menggali lubangnya sendiri. Pekerjaan dan masa depan yang cerah hanya menjadi angan-angan saja, usai anak semata wayang mereka yang merupakan sarjana psikologi justru memilih mengabdikan dirinya menjadi pengasuh panti asuhan. 

Tangis Herlina pecah begitu melihat suaminya jatuh, serta para pria bertubuh kekar itu berhasil mengangkut televisi. 

Mungkin harga televisi itu tidak mencapai seperempat hutang mereka, namun benda itu termasuk benda yang amat mewah dan berharga di kontrakan ini. 

"Pak berhenti!!!!" ucap seorang wanita yang berani menghadang pria itu di depan pintu. 

"He nona minggir!!" 

Bentakan pria itu tak menciutkan nyali wanita itu.

"Ambil ini, dan tolong kembalikan tv-nya," ucap Wanita itu sembari menyerahkan amplop coklat berisi puluhan lembar uang. 

Pria itu membuka amplopnya lalu menghitung uang tersebut. Beberapa detik kemudian, dia melirik wanita itu dengan sinis. 

"Maaf untuk bulan ini aku hanya bisa mencicil setengah saja. Aku janji bulan depan akan membayar kekurangan serta bunganya," ucap Wanita itu. 

"Baiklah! Tapi sebagai jaminannya tv ini kami bawa," 

"Tapi pak---"

"Ayo cepat pergi dari sini!!"

Kekuatan pria itu terlalu kuat untuk dilawan seorang wanita. Hingga akhirnya mereka membawa tv itu pergi. Biarpun uang sudah di tangan mereka. 

"Isyana..," Surya memanggil putri semata wayangnya. 

"Ayah! Ayah tidak papa," ujar wanita berambut panjang itu sembari menghampiri ayahnya. 

Surya menggelengkan kepala. 

Isyana beralih menghampiri ibunya yang duduk di kursi roda. Tangisnya masih terdengar. 

"Ibu! Ibu tidak pa---"

"JANGAN DEKATI AKU! PERGI SANA!!" 

Mendengar bentakan sang ibu, langkah Isyana terhenti seketika. 

"Andai saja kau dapat pekerjaan mapan, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Andai saja ada pria yang mau menikahimu, mungkin sekarang Ibu tidak akan kesepian meski tv-nya sudah diambil. Seharusnya saat ini aku sudah menggendong cucu," ujar Herlina dengan nada naik turun. 

Hati Isyana bak teriris mendengar ucapan sang ibu. Wanita mana yang tidak mau menikah, dan wanita mana yang tidak mau menjadi ibu. Tapi apalah daya jika wanita yang sudah memasuki kepala 3, sering ditolak pria hanya karena ada masalah di rahimnya. 

"Ibu, aku juga ingin seperti wanita lain yang bisa menikah dan menjadi seorang ibu. Sama halnya seperti ibu. Aku---"

"Lantas kenapa kau memilih menjadi pengasuh panti asuhan. Apa kau buta ha? Keluargamu lebih membutuhkan, dan kau memilih mengabdikan dirimu menjadi pengasuh?" potong Herlina. 

"Ibu, aku---"

"Cukup!!! Aku sudah sudah cukup malu dan sakit hati karena setiap hari mendengar gunjingan tentang anakku yang tak kunjung menikah. Dan sekarang tetangga pasti akan menghina kita lagi karena hutang," lanjut Herlina. 

Isyana menjatuhkan dirinya di depan sang ibu. Air matanya tumpah seketika. "Maafkan Isyana bu," ucapnya. 

Nafas Herlina terdengar sesak. Sebelum akhirnya dia tak mampu untuk bicara. 

Surya segera mendekatinya. Begitu juga dengan Isyana. 

"Bu, bertahanlah. Ayah dimana obatnya," ujar Isyana sambil berdiri. 

"Sudah habis nak. Ayah lupa mengabarimu," sahut Surya.

"Ha baiklah, aku.. aku akan ke apotik dulu. Ayah jaga ibu dulu ya," ujar Isyana. Tangannya meraba lantai untuk mencari tasnya. 

*

Apotek Medika Lestari~

"Ini uangnya, terimakasih," ucap Isyana sembari mengulurkan sejumlah uang.

"Terimakasih kembali. Semoga lekas membaik," ujar petugas apotek. 

Usai memasukkan dompet dan obatnya ke dalam tas, Isyana mempercepat langkahnya menuju jalan raya. 

Saat menunggu ojek, dia mengamati jalan raya yang lebih ramai dari biasanya. 

"Ya Tuhan kuatkan ibuku," ujarnya sambil menatap sekeliling. 

Pandangannya tertuju pada pusat perbelanjaan yang berada di samping apotek. Matanya yang jeli menangkap apa saja yang bergerak di halaman mall yang luas itu. 

Yang pertama dia lihat adalah dua cepol mini dengan ikat rambut pink di kepala bayi yang merangkak di halaman mall. Isyana memusatkan perhatiannya ke mall itu. Ia sempat ragu benarkah apa yang dia lihat itu bayi. Atau jangan-jangan boneka?

Banyak orang berlalu lalang disana tapi tidak ada satupun yang peduli pada bayi tersebut. 

Hati Isyana tergerak seketika saat ia yakin bahwa itu adalah bayi sungguhan. Ia lantas berlari menuju mall tersebut.

Begitu tiba, ia langsung menggendong bayi itu. 

Siapa sangka ditengah kepanikan Isyana, bayi perempuan itu justru tersenyum menunjukkan gusinya pada Isyana. 

"Nak, dimana orang tuamu. Kenapa kau  bisa disini," ucapnya sembari membelai rambut bayi itu. 

Yang paling membangongkan adalah bayi itu tampak ceria berada di gendongannya. Sampai tangan mungilnya memegang baju Isyana. 

"Tunggu," ucap Isyana begitu matanya melihat gelang pada bayi perempuan itu. 

Bandol gelang itu bertuliskan 'Shanaya'. 

"Oh jadi namamu Shanaya," ucap Isyana pada bayi itu. 

Senyuman bayi itu disertai suara cekikian khas bayi, membuat Isyana enggan melepas bayi itu. 

"Ouh sayang, kau manis sekali," ucap Isyana gemas. 

Kilatan petir mengejutkan Isyana. Tanda-tanda akan datangnya hujan semakin terasa. 

"Sebentar lagi hujan, dan orang tuanya tak kunjung datang. Aku harus bagaimana. Ibu pasti menunggu obat ini," ujar Isyana. 

Biarpun berat melepas bayi itu, Isyana tidak boleh terus-terusan larut dalam suasana ini. 

"Sebaiknya aku titipkan saja ke panti asuhan," ujarnya. 

Ia segera mengeluarkan payung dari dalam tasnya. Sebelum hujannya semakin deras, ia harus tiba di panti yang jaraknya tak jauh dari sini. Dimana panti asuhan itu merupakan tempatnya bekerja sekaligus mengabdi. 

Bukan sekedar mengabdi melainkan untuk menghibur dirinya kala dekat dengan anak-anak.

*

"SHANAYA!!!"

"SHANAYA, KAU DIMANA NAK," 

Satu jam kemudian, seorang pria tampak panik sambil berteriak dari dalam mall. 

"Nyonya, apakah anda melihat anak ini? Umurnya 11 bulan. Di rambutnya ada cepol mini berawarna pink," ujarnya sambil menunjukkan layar ponselnya  pada setiap orang yang ia temui. 

"Maaf, tidak Pak," 

"Coba lihat sekali lagi Nyonya. Mungkin  anda pernah melihatnya tapi anda lupa," 

"Maaf, tapi saya tidak pernah melihat anak bapak,"

Tampak jelas raut kekecewaan di wajah pria itu. Sampai akhirnya dia berjalan lagi untuk mencari putri kecilnya yang hilang beberapa jam yang lalu. 

Pria itu merupakan ayah dari bayi yang ditemukan oleh Isyana tadi. Namanya, Rizwan Cakrakusuma, Direktur dari perusahaan Paradise Group. 

Satu jam yang lalu dia baru saja memecat baby sitternya yang lalai dalam menjaga Shanaya. 

"Kau dimana nak," ucapnya sembari mengusap layar ponselnya. 

Sampai akhirnya seorang satpam mendatanginya. 

"Selamat malam pak. Apa benar anda merupakan ayah dari bayi yang bernama Shanaya," 

Rizwan mengangkat kepalanya. Fokusnya beralih pada satpam tersebut. 

"Iya benar. Bapak tau dimana dia sekarang," sahut Rizwan. 

"Tadi ada wanita yang menggendongnya menuju panti asuhan 'kasih bunda'. Lokasinya tak jauh dari sini," jelas satpam. 

"APA!! Lancang sekali wanita itu," maki Rizwan. 

"Maaf pak, saya tidak bermaksud membela wanita itu. Akan tetapi dia masih peduli memberikan laporan pada kami. Itu artinya---"

"Bawa aku ke panti asuhan itu, SEGERA," potong Rizwan.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status