Share

5. What?!

Bibi Ijah pun pamit keluar dari kamar baby Axel dan melihat Max yang terlihat sedang berjalan menuju ke kamar anaknya.

"Gimana, Lisa udah ketemu sama Axel?" tanyanya berhenti setelah berada di depan pintu kamar baby Axel.

"Iya Tuan Muda Axel kelihatan banget suka sama Lisa dan dia sekarang sudah tidur, tapi sayangnya Aden gak mau ngelepasin ...." Bi Ijah agak ragu untuk menceritakan detailnya.

Max memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celana panjang casualnya menatap Bi Ijah penasaran.

"Melepaskan apa?" tanya Alex tidak mengerti.

"Anu... itu Tuan Muda nggak mau melepaskan susu  ... em ... maksudnya payudara Lisa, jadi sekarang Lisa nggak bisa pulang," ujarnya menyesal.

Max terkejut, ia jadi langsung membayangkan apa yang dikatakan Bi Ijah, ia merasa sangat kurang ajar kalau begini, sedikit-sedikit langsung terbayang dan itu wajar karena meskipun ia seorang pebisnis dan terkenal memiliki kehidupan yang bebas, ia tidak pernah jajan di luar karena semenjak ia tidak berhubungan dengan istrinya ia berpuasa dan tidak mengindahkan hal-hal berbau seks hinggap di tubuhnya.

Apalagi seks dengan orang-orang sembarangan seperti jajan di luar yang ia tidak tahu bagaimana riwayat tubuh wanita-wanita itu. Apakah itu berpenyakit atau tidak, sebab Max sendiri memang jebolan dari kuliah jurusan kedokteran yang akhirnya jadi pebisnis. Ia lebih mementingkan kesehatan daripada yang lain.

"Tuan?" tegur Bi Ijah yang melihat tuannya diam saja.

Max pun mencoba menetralkan ekspresinya. Ia mengangguk-angguk mengerti, "Ya udah, nanti malam kalau misalnya belum bisa pulang, coba negosiasi sama neneknya dia, atau kalau perlu neneknya dia bisa tinggal di sini."

Bi Ijah terkejut, "Yang benar, Tuan?" tanya Bi Ijah.

"Serius, saya nggak pernah main-main kan?"

Bi Ijah mengangguk, "Lagian yang saya perlukan adalah seseorang yang bisa memberi makan anak saya, Lisa ternyata bisa, tapi keterbatasan dia yang harus berada di samping neneknya itu yang harus kita cari solusi.

Kalaupun tidak mau ya nanti melihat bagaimana Axel, apakah dia mau melepaskan Lisa atau tidak. Saya juga tidak mau kalau anak saya nangis terus, kata dokter kalau Axel keseringan nangis kejer, dia akan sakit, jadi kamu coba cari solusinya bicara dulu sama neneknya Lisa."

Bi Ijah pun mengangguk dan pamit pergi. Setelah kepergian Bi Ijah, Max menghampiri kamar milik putranya. Perlahan ia membuka pintu dan agak terkejut karena sekarang Lisa sedang tiduran di kasur sang anak sambil posisinya miring dengan payudara yang tertutup hijab sehingga mulut milik Axel juga tertutup sedikit.

Untunglah, Max jadi tidak bisa melihatnya secara langsung. Agak kecewa sih, tapi bahaya juga kalau ia melihat, bisa-bisa tak bisa tidur.

Ia juga melihat Resti yang duduk di tepi ranjang sembari menanggapi obrolan dari Lisa. Ia sendiri bukan tipe bos yang terlalu saklek dan banyaknya peraturan. Asalkan karyawannya bisa bekerja dengan baik, ia membebaskan mereka bersikap seperti apa, asalkan tidak melampaui batas.

Ketika ia melihat Lisa yang sesekali tersenyum dan terus menepuk pantat baby Axel, akhirnya ia mengerti kalau Lisa memang benar-benar orang ia cari.

Ia tersenyum dan merasa lega. Kemudian ia menutup pintu kamar putranya perlahan dan berjalan ke kamarnya yang ada di samping kamar baby Axel.

Sampai di kamar, ia segera menelepon seseorang.

"Halo!"

"Hola Boss, ada apa neh?!" jawab suara dari sebrang yang terdengar slengekan.

"Ini, tolong cari tahu tentang gadis yang bernama Lisandra ...." 

"Lisandra siapa, Bos?" tanya suara dari seberang.

"Saya nggak tahu kelengkapannya, cuman kamu coba cari nama itu. Dia adalah seseorang yang masuk ke dalam mension ini tadi sore, kamu bisa kan cari tau?"

Orang yang ada di seberang langsung menyetujuinya, "Siap Boss, btw gak nyangka mulai tertarik lagi ama betina awokawok!"

"Gue gak pernah belok, Ferguso. Udah cepetan, gue tunggu sejam lagi," ujarnya.

"Eh buset, gak segampang itu woy! Ya udahlah, bayarannya kudu gede loh!"

"Cerewet!" desis Max sebelum mematikan sambungan telpon itu.

"Baru aja beberapa jam di sini udah ngaruh banget, brengsek banget gue ...." ujar Max frustasi.

Wajah Lisa yang manis itu terngiang di pikirannya, bagaimana bisa gadis secantik itu bisa polos padahal ia bisa menjadi kaya raya hanya dengan tubuhnya itu.

Seperti kebanyakan cewek cantik dan seksi, mereka akan memanfaatkan itu untuk menggaet pria berduit di luar sana, tak perduli pria beristri. Sayangnya, Lisa adalah gadis yang dididik untuk menjadi wanita salihah.

+++

Tipe orang itu beda-beda, makanya ada banyak warna untuk memberikan kita pelajaran bahwa hidup tak selamanya berputar di sekitar kita. Makanya, inilah yang membuat Max heran dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba ia yang biasanya suka dengan wanita seksi dan glamour, suka gonta-ganti pasangan meski tak sampai seks, kini menjadi tidak selera lagi dengan itu. 

Ia malah sekarang tertarik dengan seorang gadis kuliahan yang memang cantik dan bertubuh indah, tetapi ketika ia sekarang pergi ke club malam dan melihat ada banyak anakperempuan muda usia belasan dan dua puluhan tahunan, ia malah menganggap mereka seperti angin lalu. 

"Minum dulu, Bro!" ujar Pamungkas, si aktor sukses yang merupakan mak comblang antara Max dan mantan istrinya. 

Max menggeleng, "Gak selera," ujarnya lesu.

Ia jarang merokok, tapi ia sering minum ketika pusing dngan kerjaan, ia memang tidak sepenuhnya menghindari hal-hal yang merusak kesehatan, tapi kadang-kadang ia melakukan itu. 

"Ada masalah lo ya? Cerita aja kale ...." tanya Kevan, pebisnis muda dan juga anak dari orang terkaya di Indonesia.

"Bukannya lo udah lupain mantan lo?" tanya Hans nyambung, ia memangku dua wanita seksi di kedua pahanya.

Ditatap ketiga sahabatnya, ia menggeleng seolah mengenyahkan pikiran kotor dalam dirinya. "Gue ... keknya pedofil."

"What?!" kaget Kevin.

Sementara Hans sampai membuat dua jalang di pangkuannya terpental karena gerakan refleknya. Pamungkas juga sampai memuntahkan minuman yang baru ia sesap, ia kaget dengan kelimat Max yang tak biasanya itu. 

"Jelasin dulu, anjir lo jangan bikin gue mati cepet!" protes Pamungkas mengelap mulutnya.

"Seriusan, gue suka sama bocah kuliahan."

Max meringis melihat reaksi ketiga sahabatnya, tentu saja kalimat rancu itu menimbulkan persepsi negatif yang sebenarnya ia sendiri yang memancingnya.

"Gue gak salah denger, kan? Lo suka sama bocil?" tanya Hans setelah menolong kedua jalangnya yang terlempar ke lantai.

"Dia cantik pasti ...." tuduh Kevin.

"Memang cantik, tapi dia kek ukhti-ukhti gitu, lo paham kan pada?" 

"Anjir!" gumam Pamungkas sampai mendelik.

"Si goblok, serius?!" tanya Kevin.

"Iya, makanya gue minta saran, gue harus gimana?!" tanya Max lagi frustasi sampai menjambak rambutnya sendiri.

"Gak kebayang sih, lo pasti lagi sakaw sekarang ya?" tuduh Hans tak percaya.

"Gue lebih percaya lo sakaw daripada lo suka sama ukhti-ukhti, serius," ujar Kevin.

"Gue malah lebih percaya lo nikah sama Mimi Peri daripada suka sama ukhti-ukhti, ini bukan lo banget. Lo gak lewat kuburan kan, pas ke sini?" tanya Pamungkas ngarang.

Max menatap ketiganya datar tanda ia serius dan seolah menjawab semua tuduhan ketiganya dengan keyakinan 100%. Akhirnya Kevin yang memutus ketegangan di anatara mereka dengan deheman. 

"Oke, kayaknya kita butuh penjelasan lo dulu ….” ujar Hans dengan mode bijaknya.

"Jadi...."

Komen (30)
goodnovel comment avatar
Riya Salsya
penasaran ama ceritanya
goodnovel comment avatar
Naura N Mutty
mantap lanjut thor
goodnovel comment avatar
Sri Handayani
temen temen max ternyata kocak juga ya...hh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status